Penatalaksanaan Hipertensi Pulmonal
Tujuan penatalaksanaan hipertensi pulmonal adalah meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mencapai status risiko rendah, ditandai dengan kemampuan aktivitas yang baik, kualitas hidup yang baik, fungsi ventrikel kanan yang baik, dan risiko mortalitas yang rendah. Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi terapi suportif, medikamentosa, dan intervensi seperti pembedahan dan transplantasi paru.[11,21,26]
Menurut WHO, target penatalaksanaan hipertensi pulmonal dianggap tercapai apabila:
- Pasien dapat berjalan dengan jarak > 440 m dalam 6 menit
- Tidak terdapat gejala gagal jantung kanan
- Tidak terdapat progresivitas perburukan gejala
- Tidak terdapat sinkop
- BNP (B-type natriuretic peptide) < 300 ng/l
- VO2 puncak 15 ml/menit/kg
- Tidak terdapat efusi perikardium
- Luas atrium kanan > 18 cm2
- Hemodinamik stabil dengan tekanan atrium kanan < 8 mmHg, indeks kardiak ≥ 2,5 liter/menit/m2, dan SVO2 65%[19,21,29]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada pasien hipertensi pulmonal meliputi pemberian terapi oksigen suplemental yang dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien. Terapi oksigen jangka panjang dapat dipertimbangkan pada pasien hipertensi pulmonal dengan ketentuan sebagai berikut;
- Pasien dengan PaO2 < 55 mmHg saat istirahat
- Pasien yang mengalami penurunan kadar oksigen (desaturasi) saat melakukan aktivitas
- Pasien dengan saturasi oksigen < 88%
- Pasien dengan PaO2 56-59 mmHg atau SaO2 89% disertai dengan kondisi eritrositosis, cor pulmonale, dan gagal jantung kanan[11,22,27]
Selain itu, terapi suportif pada pasien hipertensi pulmonal dapat berupa dukungan psikososial dari keluarga ataupun kelompok khusus. Rehabilitasi medik mungkin diperlukan untuk membantu pasien menghadapi keterbatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari (disabilitas), sehingga kualitas hidup pasien dapat meningkat.[11,26]
Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa dengan terapi vasodilator, antagonis reseptor endolin, inhibitor fosfodiesterase tipe 5, serta terapi antikoagulan dilaporkan dapat mengobati hipertensi pulmonal dengan memperbaiki parameter hemodinamik pasien.[11,26,27,29]
Terapi Vasodilator
Terapi vasodilator seperti calcium channel blocker (CCB) telah banyak digunakan sebagai terapi pada hipertensi pulmonal, namun diperlukan kewaspadaan terutama pada pasien dengan gagal jantung kanan.
Nifedipine maupun diltiazem merupakan obat yang sering digunakan pada pasien hipertensi pulmonal. Dosis yang direkomendasikan adalah nifedipine 120-240 mg/hari atau diltiazem 540-900 mg/hari dengan monitoring ketat pada terhadap hemodinamik pasien.[11,26,27]
Antagonis Reseptor Endotelin
Studi penelitian terakhir membuktikan bahwa antagonis reseptor endotelin efektif dalam mengobati hipertensi pulmonal melalui supresi reseptor endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor poten.
Beberapa obat antagonis reseptor endotelin yang direkomendasikan untuk mengobati hipertensi pulmonal adalah ambrisentan, bosentan, dan macitentan dengan monitoring berkala terhadap fungsi hepar pasien.[26,27,29]
Inhibitor Fosfodiesterase Tipe 5
Inhibitor fosfodiesterase tipe 5 berperan dalam vasodilatasi vaskular paru melalui jalur NO/cGMP. Beberapa inhibitor fosfodiesterase tipe 5 yang direkomendasikan sebagai terapi medikamentosa hipertensi pulmonal adalah:
Sildenafil 20 mg per oral 3 kali sehari
Tadalafil 2,5 – 40 mg per oral sekali sehari
- Vardenafil 5 mg per oral 2 kali sehari
- Riociguat 2,5 mg per oral 3 kali sehari[26,27,29]
Antikoagulan
Antikoagulan direkomendasikan sebagai terapi medikamentosa pada hipertensi pulmonal sehubungan dengan peningkatan risiko trombosis in situ. Sebuah studi uji klinik prospektif tidak acak melaporkan adanya peningkatan angka kesintasan pasien dengan hipertensi pulmonal. Saat in, antikoagulan yang direkomendasikan sebagai terapi hipertensi pulmonal adalah warfarin.[11,26,29]
Gambar 2. Pendekatan manajemen terapi medikamentosa pasien hipertensi pulmonal. Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[19,21,27]
Terapi Intervensi
Terapi intervensi dapat diberikan pada pasien hipertensi pulmonal yang refrakter dengan terapi medikamentosa maksimal. Terapi intervensi pada pasien hipertensi pulmonal berupa atrial septostomy, pulmonary thromboendarterectomy, dan transplantasi paru.[11,27]
Atrial Septostomy
Atrial septostomy atau blade balloon atrial septostomy merupakan suatu prosedur yang bertujuan untuk dekompresi overload jantung kanan dan memperbaiki output sistemik ventrikel kiri.
Prosedur ini dapat dilakukan pada pasien hipertensi pulmonal dengan tekanan ventrikel kanan yang tinggi dan volume overload yang refrakter dengan terapi medikamentosa maksimal. Prosedur atrial septostomy harus dilakukan oleh operator ahli yang berpengalaman dan didukung oleh fasilitas yang memadai.[11,27]
Pulmonary Thromboendarterectomy
Pulmonary thromboendarterectomy direkomendasikan pada pasien hipertensi pulmonal yang terkait dengan penyakit tromboemboli kronik. Prosedur pulmonary thromboendarterectomy dilakukan melalui sternotomi pada cardiopulmonary bypass.
Respon dari prosedur pulmonary thromboendarterectomy pada pasien dengan hipertensi pulmonal adalah adanya perbaikan yang cukup drastis pada fungsi ventrikel kanan.[11,27]
Transplantasi Paru
Transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada pasien hipertensi pulmonal dengan kelas fungsional III atau IV berdasarkan status fungsional yang ditetapkan oleh WHO. Pemilihan prosedur transplantasi paru bilateral maupun unilateral harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan organ.
Transplantasi paru unilateral umumnya dilakukan pada pasien dengan underlying disease abnormalitas pada parenkim paru. Sementara transplantasi paru bilateral lebih direkomendasikan pada pasien hipertensi pulmonal karena hasil terapi yang lebih maksimal.
Kesintasan rerata (mean survival rate) tahun pertama pada pasien hipertensi pulmonal yang menerima transplantasi paru sekitar 80%. Transplantasi paru juga telah terbukti dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan angka kesintasan 5 tahun 75% dan angka kesintasan 10 tahun sebesar 60%.[11,27]
Follow-Up
Perlu dilakukan follow up periodik pada pasien hipertensi pulmonal yang telah menerima terapi medikamentosa untuk evaluasi manfaat obat setelah 8 minggu dari terapi medikamentosa dimulai.
Pasien hipertensi pulmonal yang telah menunjukkan respon komplit maupun parsial terhadap terapi medikamentosa yang telah diberikan, akan dilakukan evaluasi ulang setiap 4 bulan untuk menilai efektivitas terapi yang dapat menghilang seiring berjalannya waktu.
Follow up yang dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi rontgen toraks. Apabila pada pemeriksaan follow up ditemukan progresivitas gejala maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.[22,28]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra