Diagnosis Gigitan Ular
Diagnosis gigitan ular atau snake bite biasanya cukup jelas ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang jarang dibutuhkan. Pada anamnesis, sangat diperlukan untuk mengetahui onset gigitan dan jenis ular yang mengigit. Pemeriksaan fisik terdiri dari tanda lokalis dan sistemik.[1,3,5]
Anamnesis
Pertanyaan kepada pasien maupun orang yang mengantar perlu menggali hal-hal berikut:
- Identifikasi onset dan lokasi gigitan ular
- Identifikasi jenis ular yang menggigit berdasarkan bentuk, warna, dan karakteristik ular
- Penanganan dan pertolongan pertama yang sudah diberikan sebelum ke fasilitas kesehatan
- Gejala umum pada pasien dengan gigitan kering misalnya sesak, flushing, palpitasi, pusing, rasa nyeri di dada, berkeringat dingin dan akroparastesia karena anxietas dan overaktivitas simpatis
- Gejala awal gigitan ular jenis elapid adalah muntah, rasa berat pada kelopak mata, pandangan buram, hipersalivasi, dan sensasi merinding (gooseflesh)
- Pada gigitan ular krait dapat muncul gejala nyeri perut seperti kram diikuti dengan diare dan pingsan
- Pada gigitan ular laut gejala yang muncul adalah nyeri kepala, rasa tebal di lidah, kehausan, berkeringat, dan muntah
- Muntah darah adalah tanda gigitan basah yang berat[1,3,5]
Pemeriksaan Fisik
Gigitan kering biasanya terjadi sekitar 20% akibat gigitan ular tanah dan persentase lebih besar pada gigitan ular kobra dan ular laut, dimana tidak ada bisa ular yang masuk ke tubuh.
Tanda Lokalis
Pemeriksaan fisik di lokasi gigitan ular terdiri dari:
- Bekas gigitan (fang marks): biasanya ditandai dengan dua luka tusuk pada ular berbisa dan pada ular tidak berbisa luka tusuk kecil berbentuk seperti busur
- Nyeri: rasa nyeri seperti terbakar, ditusuk-tusuk, seperti akan meledak dapat muncul di bekas gigitan dan menyebar secara proksimal pada ekstremitas yang tergigit. Nodus limfatik terdekat akan terasa nyeri. Pada gigitan ular krait dan ular laut rasa nyeri mungkin tidak ada
- Edema lokal: ular viper menimbulkan efek lokal paling intens dibandingkan ular lainnya.bengkak dapat terjadi dalam 15 menit, semakin masif selama 2-3 hari, dan dapat bertahan selama 3 minggu. Pada ekstremitas dengan kompartemen sempit, dapat terjadi sindrom kompartemen dan iskemik. Jika dalam 2 jam setelah gigitan ular viper tidak terdapat bengkak, dapat dipastikan gigitan tersebut adalah gigitan kering
- Nekrosis lokal: pada gigitan viper dapat terjadi memar, bula, dan nekrosis. Gigitan ular kobra dapat menimbulkan edema dan bula. Gigitan krait biasanya tidak menimbulkan reaksi lokal
- Tanda-tanda infeksi sekunder: dapat muncul akibat adanya bakteri yang berasal dari mulut ular[1,2,5]
Tanda Sistemik
Pemeriksaan gejala dan tanda sistemik pada pasien gigitan ular terdiri dari:
- Gangguan koagulasi: perdarahan persisten dari luka tusuk gigitan, sumber perdarahan baru dari luka lainnya. Perdarahan spontan muncul biasanya di sulkus gingiva, serta epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan retroperitoneal, dan perdarahan intrakranial
- Neurotoksisitas: paralisis dimulai dari ptosis dan oftalmoplegia eksternal yang muncul dalam 15 menit pertama, sampai >10 jam setelah gigitan. Paralisis berlanjut ke wajah, palatum, rahang bawah, lidah, pita suara, otot leher, dan otot menelan. Obstruksi jalan napas atau paralisis otot interkostal menyebabkan gagal napas
- Miotoksisitas: nyeri generalisata, kekakuan dan nyeri otot terjadi dalam 30 menit sampai 3,5 jam setelah gigitan ular. Trismus dapat ditemukan. Mioglobinuria akibat rhabdomiolisis terjadi dalam 3‒8 jam setelah gigitan.
- Kardiotoksisitas: aritmia, bradikardia, takikardia, atau hipotensi
- Syok: dapat terjadi karena hipovolemia atau depresi miokardial[1,2,5]
Penilaian Derajat Keparahan Gigitan Ular
Derajat keparahan gigitan ular akan mempengaruhi tata laksana dan prognosis pasien. Derajat keparahan terdiri dari gigitan kering, ringan, sedang, dan berat.[6]
Tabel 1. Penilaian Derajat Keparahan Gigitan Ular
Derajat | Karakteristik |
Tidak ada bisa yang masuk (gigitan kering) | Tidak ada reaksi lokal dan sistemik, fang marks bisa ada atau tidak ada |
Ringan | Fang marks (+), nyeri sedang, edema lokalis minimal, eritema, ekimosis, tidak ada reaksi sistemik |
Sedang | Fang marks (+), nyeri hebat, edema lokal sedang (15‒30 cm), eritema dan ekimosis, kelemahan sistemik, berkeringat, sinkop, mual, muntah, anemia, atau trombositopenia |
Berat | Fang marks (+), nyeri hebat, edema lokal berat (>30 cm), eritema dan ekimosis, hipotensi, parestesia, koma, edema paru, gagal napas |
Sumber: Debtia, 2018.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Biasanya pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan dan komplikasi yang timbul akibat bisa ular.[2,3]
Laboratorium Darah
Pada laboratorium darah, dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
20 minute whole blood clotting test: pemeriksaan paling sensitif untuk mendeteksi gangguan koagulasi darah. Darah vena dimasukkan ke botol kaca murni yang belum pernah digunakan, diamkan selama 20 menit, jika darah tidak membeku berarti terjadi gangguan koagulasi darah akibat bisa ular
- Pemeriksaan koagulasi darah lainnya: PT, aPPT, dan INR dapat memanjang. Produk degradasi fibrinogen seperti D-dimer dapat meningkat
- Pemeriksaan darah lainnya: Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi akibat hipovolemia, trombositopenia, leukositosis
- Pemeriksaan kimia darah: ureum dan kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal akut. Aminotransferase dan enzim otot (kreatin kinase, aldolase) meningkat pada rhabdomiolisis. Bilirubin dapat meningkat pada ekstravasasi vaskular masif. Hiperkalemia menunjukkan rhabdomiolisis. Penurunan bikarbonat pada asidosis metabolik
- Analisa gas darah: menunjukan gagal napas pada neurotoksisitas dan aseidemia akibat asidosis metabolik atau respiratorik[2,3]
Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan hematuria, red cell casts, proteinuria.[2,3]
Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang mungkin diperlukan untuk mendeteksi komplikasi akibat gigitan ular adalah:
Rontgen toraks: mendeteksi edema pulmonal, perdarahan paru, efusi pleura, dan pneumonia sekunder
- USG: menilai area lokalis ada tidaknya trombosis vena, mendeteksi efusi pleura dan perikardial, serta mendeteksi perdarahan pada rongga-rongga tubuh (intraabdominal, intratorakal, retroperitoneal)
Elektrokardiografi (EKG): perubahan dan abnormalitas EKG termasuk takiaritmia, bradikardia, perubahan segmen ST, blok AV, dan tanda hiperkalemia
- Ekokardiografi: mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan hipotensi dan syok[2,3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini