Penatalaksanaan Gigitan Ular
Penatalaksanaan gigitan ular atau snake bite dapat dibagi menjadi pertolongan pertama (prehospital treatment), penatalaksanaan kegawatdaruratan, serta terapi antivenin dengan serum antibisa ular.[1,5,7]
Pertolongan Pertama
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pasien gigitan ular sebelum dibawa ke rumah sakit (prehospital treatment) adalah:
- Identifikasi jenis ular dari bentuk, warna, dan karakteristiknya.
- Pindahkan korban ke tempat yang jauh dari lokasi gigitan untuk menghindari gigitan kedua
- Tempatkan korban di tempat yang tenang dan hangat secepat mungkin
- Jaga pergerakan fisik seminimal mungkin, pergerakan seperti berjalan dapat membantu bisa ular menyebar lebih luas
- Lepas cincin, jam tangan, dan baju yang ketat pada ekstremitas
- Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan sesuai posisi fungsional lebih rendah dari posisi jantung, dengan bidai dan balutan kompresi yang tidak terlalu ketat
- Pastikan pulsasi distal dan capillary refill time tetap adekuat
- Segera bawa pasien ke rumah sakit terdekat tanpa menunggu munculnya tanda-tanda sistemik[5,7]
Pertolongan Pertama Menggunakan Torniquet Ketat, Insisi, Suction, Cryotherapy, dan Terapi Electric-Shock Tidak Dianjurkan
Tourniquet hanya diperbolehkan pada kasus gigitan ular elapid atau gigitan ular laut, di mana perjalanan menuju rumah sakit terdekat lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 2‒3 jam. Tourniquet boleh dipasang hingga menghambat aliran limfatik dan vena, tetapi tidak menghambat aliran arteri. Tourniquet hanya boleh dilepas setelah anti bisa ular diberikan, pelepasan dilakukan setiap 15 menit sekali selama 30 detik.[5,7]
Penanganan di Instalasi Gawat Darurat
Prioritas utama adalah mempertahankan tanda vital. Identifikasi lokasi dan onset kejadian, serta onset nyeri. Nyeri yang terjadi sangat cepat dan intens merupakan tanda masuknya bisa ular.
Pantau tekanan darah, pulsasi, laju pernapasan dan kelemahan otot setiap jam. Edema lokal dan nekrosis dicatat tiap jam. Periksa sulkus gingiva apakah terdapat perdarahan. Luka gigitan dicuci bersih menggunakan sabun dan pasien diberi imunisasi tetanus. Kultur luka dan pemberian antibiotik diperlukan jika terdapat tanda-tanda infeksi.[7]
Pemeriksaan profil koagulasi diulang setiap 6 jam. Pemeriksaan paling akurat adalah masa pembekuan (clotting time) untuk memastikan ada tidaknya defibrinogenisasi. Pemeriksaan lain yang sensitif adalah prothrombin time (PT) dan estimasi produk degradasi fibrinogen (D-dimer). Hitung trombosit diulang setiap 12 jam.
Pantau elektrokardiografi (EKG), serum transaminase, ureum dan kreatinin darah per hari. Pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium diulang tiap 6 jam pada kasus gigitan ular laut.[5]
Terapi Anti Bisa Ular (ABU)
Antivenin atau anti bisa ular (ABU) diberikan terutama pada gigitan ular berbisa atau gigitan basah. Tidak ada kata terlambat untuk pemberian anti bisa ular, karena ABU dilaporkan efektif pada pasien dengan gigitan ular laut setelah 2 hari dan pasien yang masih mengalami defibrinasi sampai beberapa minggu setelah gigitan ular viper.[5]
Dosis Pemberian ABU
Pemberian ABU yang paling baik adalah melalui intravena, baik secara bolus dengan kecepatan 2 mL/menit atau drip kontinu yang dilarutkan dalam 5 mL/kgBB cairan normal salin atau dextrose 5%. ABU dapat diulang 6 jam kemudian setelah pemberian pertama jika koagulasi darah belum membaik, atau 1 jam kemudian jika perdarahan spontan atau efek neurotoksisitas masih berlangsung.[3]
Macam ABU yang Tersedia di Indonesia
ABU yang tersedia di Indonesia adalah Biosave, serum anti bisa ular polivalen (kuda) untuk gigitan ular spesies Naja sputatrix-cobra, Bungarus fasciatus (banded krait), Agkistrodon rhodostoma (Malayan pit viper).[3,5]
Khusus untuk gigitan ular di Maluku dan Papua, ABU yang digunakan adalah Bio CSL Commonwealth Serum Laboratory yang berasal dari Australia. ABU ini untuk spesies ular hitam (Pseudechis spp.), ular coklat (Pseudonaja spp.), death adder (Acanthopis spp.), polivalen, dan ular laut.[3]
Respon Pemberian ABU
Respon pemberian ABU biasanya dramatis dan cepat. Tanda perbaikan gejala neurotoksisitas membaik dalam 30 menit sampai beberapa jam. Perdarahan sistemik spontan dapat berhenti dalam 15‒30 menit dan koagulasi darah kembali membaik dalam 6 jam setelah pemberian anti bisa ular.[5]
Pada kasus neurotoksisitas berat, pemberian ABU dapat diulang setiap 30 menit sampai tanda progresifitas kelemahan otot berhenti. Pada gigitan ular viper, pemberian ABU diulang setiap 6 jam sampai profil koagulasi darah normal dan progresifitas edema lokal berhenti.[5]
Pemberian ABU berisiko untuk menimbulkan reaksi alergi misalnya muncul ruam kemerahan, gatal, sampai reaksi anafilaktik. Adrenalin harus disiapkan pada pemberian ABU. Beberapa studi menunjukkan efektivitas pada pemberian premedikasi adrenalin subkutan sebelum pemberian ABU, tetapi tidak ada efek signifikan pada premedikasi dengan antihistamin.[8]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
- Profilaksis tetanus
- Antibiotik pada kasus gigitan basah berat dengan reaksi lokal signifikan
- Debridement jaringan nekrosis
- Fasiotomi jika terdapat sindrom kompartemen
- Gangguan hemostasis biasanya berespon baik dengan pemberian ABU, tetapi transfusi fresh frozen plasma (FFP), cryoprecipitate, atau trombosit mungkin dibutuhkan pada kasus dengan perdarahan hebat[5]
Penatalaksanaan Paralisis Respiratorik
Pastikan patensi jalan napas, ventilator jika diperlukan. Dapat diberikan atropin sulfat intravena (0,6 mg untuk dewasa dan 0,02‒0,05 mg/kgBB pada anak) atau neostigmine metilsulfate intravena (50‒100 μg/kgBB).[5,8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini