Pendahuluan Disleksia
Disleksia atau dyslexia, adalah salah satu bentuk specific learning disorders (SLD) yang paling sering ditemukan. Penderita disleksia umumnya kesulitan untuk mengidentifikasi huruf dan mengucapkannya, sehingga mengalami kesulitan membaca, mengeja, dan mengenal serta memahami kata.[1]
Penderita disleksia mengalami kesulitan dalam menghubungkan bahasa verbal dengan bahasa tulis karena defisit dalam komponen fonologis bahasa.[2]
Disleksia adalah gangguan neurobiologis. Faktor risiko disleksia antara lain adalah faktor genetik, riwayat kelainan otak kongenital atau akibat infeksi. Faktor keluarga, seperti kurangnya paparan terhadap lingkungan pendidikan juga dihubungkan dengan terjadinya disleksia.[1,2,4]
Penegakan diagnosis disleksia dibuat berdasarkan kriteria dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) 5 atau International Classification of Diseases (ICD) 11. Tes IQ perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya disabilitas intelektual sebagai penyebab. Pemeriksaan neurologis, penglihatan, dan pendengaran perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik.[1]
Deteksi dini dan intervensi yang lebih awal berhubungan dengan luaran yang lebih baik.[4] Pendekatan dan program yang digunakan untuk penatalaksanaan melibatkan latihan-latihan untuk menguasai keterampilan spesifik terkait membaca dan menulis. Pendekatan yang efektif digunakan adalah latihan mengenali bunyi huruf, fonem, menghubungkan huruf dengan fonem, kelancaran membaca, dan pemahaman. Latihan literasi dilakukan dengan materi membaca dan menulis pada tingkat yang sesuai.[5]
Bila tidak mendapatkan penanganan yang baik, disleksia dapat menimbulkan dampak psikososial dan beban kesehatan mental pada masa dewasa.[1]
Intervensi yang lebih awal berhubungan dengan fungsi yang lebih baik, meskipun sebagian besar pasien tetap mengalami kesulitan dalam membaca, memahami kata, dan mengeja sepanjang hidupnya.[2,4]