Penatalaksanaan Disleksia
Strategi penatalaksanaan disleksia atau dyslexia untuk anak pra sekolah ditekankan pada latihan literasi. Pusatkan perhatian pada anak-anak yang sedang belajar membaca, tetapi tertinggal dibandingkan teman sekelas mereka. Pasien disleksia mungkin membutuhkan pertolongan sepanjang hidupnya, tetapi jika dilakukan intervensi dini pada anak yang usianya lebih muda keadaan ini dapat diatasi.[20]
Penatalaksanaan disleksia dilakukan dengan menggunakan program-program dengan target huruf dan fonem, serta berbagai strategi membaca. Melatih kata-kata dan keterampilan decoding, serta penggunaan komputer untuk membantu dalam menulis juga sangat bermanfaat pada pasien dengan disleksia.[2]
Tata laksana disleksia membutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan umur, bahasa, dan karakteristik individu anak. Program dibuat spesifik target pada area-area yang anak mengalami gangguan. Karena itu program harus sistematik, terstruktur, bersifat multisensory, dan harus menyertakan komponen untuk pengajaran dan proses belajar langsung, menyediakan waktu untuk konsolidasi bagi anak, serta direvisi secara frekuen.[5]
Terapi Medikamentosa
Tidak ada terapi medikamentosa yang direkomendasikan untuk pasien disleksia, sebab belum ada obat yang terbukti efektif. Pada praktik klinis, piracetam telah digunakan secara off-label sebagai terapi tambahan dan dikombinasikan dengan terapi wicara pada anak usia 8–13 tahun dengan disleksia pada kasus kesulitan belajar tidak disebabkan oleh defisit intelektual lainnya. Namun, bukti kemanjurannya tidak adekuat.
Meskipun disetujui sebagai obat resep di banyak negara Eropa dan di Indonesia, piracetam tidak disetujui di Amerika Serikat atau Australia untuk indikasi apapun. Selain itu, terdapat bukti ilmiah yang mengaitkan piracetam dengan efek samping psikologis, termasuk kecemasan, depresi, dan insomnia.[23,24,25]
Terapi Non Medikamentosa
Terapi non medikamentosa yang digunakan dalam tata laksana disleksia mencakup pendekatan kewaspadaan fonologis, teknik fonik, teknik belajar kosa kata (vocabulary), pemahaman dan kefasihan membaca, dan pendekatan multi komponen (penggabungan beberapa teknik).
Teknik belajar sistematis yang menghubungan grafem dan fonem (grafem adalah suku kata tertulis dan fonem adalah bunyi suku katanya) dan menggabungkan bunyi untuk membentuk kata adalah yang paling efektif.[5,13]
Kewaspadaan Fonologis
Kewaspadaan fonologis atau phonological awareness merujuk pada teknik mengajarkan membaca dengan memasukkan beberapa unsur, antara lain:
- Kemampuan mengenali pola fonologis seperti rima dan aliterasi. Rima adalah persamaan bunyi di akhir kata yang biasanya berupa vokal, misalnya mula kata semua bijak adanya. Aliterasi adalah persamaan di awal kata yang biasanya berupa konsonan, misalnya bukan beta bijak berperi.
- Kemampuan mengenali suku kata dan fonem dalam kata
- Kemampuan mendengarkan fonem multipel dalam sebuah kata[14]
Teknik Fonik
Metode fonik merupakan salah satu metode membaca dengan cara mengajarkan anak bagaimana bunyi-bunyi huruf dan memadukan bunyi-bunyi tersebut secara bersama-sama untuk membentuk kata.
Metode fonik merupakan teknik belajar membaca yang menekankan pada bunyi (lafal pengucapan) yang dihasilkan oleh huruf-huruf yang terdapat di dalam kata (bunyi huruf bisa berbeda dari nama huruf tersebut). Contoh dalam bahasa Indonesia adalah ketika bunyi huruf [k] pada kata [bank] menjadi [g].[15]
Teknik Belajar Kosakata
Teknik belajar kosakata (vocabulary) pada anak bersifat multisensory. Berikut adalah contoh penugasan yang bisa diberikan pada anak untuk belajar kosa kata:
- Minta anak memilih satu atau dua kata dari bacaan, kemudian anak diminta mempresentasikannya, misalnya dengan cara membuat daftar kata sinonim, membuat beberapa kalimat dengan kata itu, atau menuliskannya dengan huruf-huruf berbeda warna pada kertas ukuran besar
- Berikan informasi multisensory mengenai kata itu kepada anak dengan menggunakan gambar atau demonstrasi agar anak memahami makna kata tersebut. Anak bisa mengingat kembali ilustrasi atau demonstrasi tersebut ketika membaca untuk mengingat makna kata tersebut
- Buat daftar kata-kata yang sudah dipelajari di kelas, di tempat yang mudah dilihat atau dalam bentuk kartu supaya anak sering melihatnya. Kata yang sering dilihat akan lebih mudah diingat
- Ajak anak untuk membicarakan sinonim dari kata yang dipilih
- Bila kata yang dipelajari sudah cukup banyak, minta anak memilih kata secara acak (misalnya membuat kartu kata kemudian dimasukkan dalam toples dan minta anak mengambil secara acak). Setelah memilih kata, minta anak untuk mendemonstrasikan kata tersebut
- Metode multisensoris lain juga bisa digunakan untuk membantu anak mempelajari kata, misalnya dengan meminta anak menuliskannya di pasir, menggunakan cat air dan jari[16]
Pemahaman dan Kefasihan Membaca
Sebelum memulai latihan “pemahaman dan kefasihan”,latihan-latihan lain untuk belajar kata harus sudah dilakukan. Kemampuan membaca akan berkembang dengan waktu dan latihan. Setelah anak lancar dalam membaca, secara otomatis anak akan melakukan decoding untuk memahami isi bacaannya. Ada 4 komponen yang harus diperhatikan ketika melatih membaca pada anak, yaitu:
- Fokus pada kemampuan oral anak dengan memberikan contoh yang baik
- Berikan dukungan dengan berbagai teknik, misalnya dengan mengikuti suara bacaan anak, merekam bacaan, dan lain-lain
- Berikan kesempatan yang cukup untuk berlatih dan mengulang bacaan
- Berikan umpan balik secara langsung, positif, dan konstruktif saat anak membaca
Strategi untuk membantu kelancaran anak dalam membaca antara lain dengan membantu anak mengenali suku-suku kata dalam setiap kata, membantu otomatisasi untuk memperbaiki kecepatan membaca, menambahkan jumlah kosa kata, membantu anak melakukan monitoring mandiri ketika membaca.[17]
Terapi Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
Saat ini telah dikembangkan intervensi untuk disleksia yang memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan material dan metode sesuai dengan kebutuhan anak dalam bentuk perangkat lunak atau aplikasi.[5]
Disleksia bersifat individualis dan linguistik, maka setiap bahasa akan membutuhkan perangkat lunak dan aplikasi yang berbeda-beda.
Saat ini, belum terdapat perangkat lunak dalam bahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk pasien disleksia. Sedangkan untuk bahasa lain, terdapat perangkat lunak yang dikembangkan untuk membantu anak dengan disleksia dalam bahasa Yunani yaitu Phonological Awareness Educational Software (PHAES). Perangkat lunak ini bersifat multisensoris.
Selain itu, beberapa aplikasi mobile dikembangkan untuk mendorong aktivitas di area-area di mana anak disleksia mengalami kesulitan, misalnya permainan mengenali huruf dalam kata, mengenali rima atau mencocokkan kata dengan ilustrasi.
Penggunaan teknologi juga bisa diintegrasikan dalam kurikulum berbentuk e-learning management system, misalnya DAELMS (dyslexia adaptive e-learning management system).[10]