Patofisiologi Hiperglikemia Neonatal
Patofisiologi hiperglikemia neonatal biasanya berkaitan dengan gangguan dalam regulasi kadar glukosa, baik itu respon insulin yang buruk terhadap glukosa, kegagalan supresi glukoneogenesis, adanya asupan glukosa intravena, ataupun penurunan kadar transporter glukosa. Hiperglikemia neonatal paling sering terjadi pada bayi prematur atau bayi dengan berat badan lahir yang rendah.[1]
Gangguan Regulasi Kadar Glukosa
Pada bayi prematur ketidakcukupan asupan protein menyebabkan penurunan pelepasan insuline-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 akan menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan penggunaan glukosa perifer, meningkatkan sintesis glikogen, dan supresi produksi glukosa oleh hepar.
Asam amino berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan normal pankreas yang bertanggung jawab dalam sekresi insulin. Sementara, pada bayi prematur atau bayi yang sakit dapat terjadi penurunan produksi insulin dan berkurangnya sensitivitas insulin karena imaturitas atau menurunnya sensitivitas reseptor perifer. Adanya peningkatan sekresi dari hormon kontra-regulasi seperti epinefrin dan kortisol yang dipicu oleh kondisi stres juga berkontribusi terhadap terjadinya hiperglikemia pada neonatal.
Pada periode awal kelahiran (postnatal), homeostasis glukosa terjadi melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis. Mekanisme regulasi kritis dari homeostasis glukosa berjalan cukup lamban pada beberapa hari awal setelah kelahiran, terutama pada bayi prematur. Risiko hiperglikemia juga meningkat seiring dengan beratnya penyakit yang menyertai.[1]
Hiperglikemia pada Bayi Prematur
Risiko hiperglikemia meningkat pada bayi prematur dan hampir 80% pada bayi dengan berat lahir rendah. Hiperglikemia dihubungkan dengan meningkatnya risiko kematian dan morbiditas neonatal seperti retinopathy of prematurity (ROP) dan intraventricular hemorrhage (IVH). Resistensi insulin dan meningkatnya kejadian diabetes tipe 2 juga ditemui saat bayi tumbuh dewasa.[1,4]
Resistensi Insulin Hepatik
Sebelumnya hiperglikemia diduga terjadi karena meningkatnya pelepasan katekolamin akibat stres selama periode perinatal. Namun, saat ini telah dipahami bahwa kondisi tersebut terjadi akibat perbedaan perkembangan karena imaturitas.
Resistensi insulin perifer akibat imaturitas telah dibuktikan pada jaringan otot dan adiposa hewan coba prematur melalui penurunan produksi adiponektin dan insulin signaling pada otot rangka. Gangguan pada otot rangka dapat ditunjukkan dari penurunan signifikan dari fosforilasi Akt dan uptake glukosa pada hewan prematur dibandingkan cukup bulan.[1,4]
Resistensi Insulin Hepatik
Resistensi insulin hepatik juga telah ditunjukkan pada bayi prematur ketika dilakukan pengukuran glukosa endogen perifer yang menunjukkan produksi glukosa hati persisten meskipun kondisi hiperglikemik terjadi. Resistensi insulin hepatik tampaknya disebabkan oleh perbedaan perkembangan ekspresi gen dari insulin signaling di hati dan pengaruh dari molekul glukoneogenik hepatik akibat imaturitas.
Resistensi insulin otot rangka dan hepatik ini menyebabkan kadar insulin plasma dan serum c-peptide menjadi tinggi selama puasa pada studi manusia dan hewan coba. Gangguan insulin hepatik persisten terutama penurunan fosforilasi IRS-1 (insulin receptor substrate 1) dapat menjelaskan munculnya diabetes di awal kehidupan bayi prematur yang dapat bertahan hingga dewasa.[1,4]