Patofisiologi Luka Bakar Pada Anak
Patofisiologi luka bakar pada anak terbagi menjadi dua fase, yakni fase akut dan fase sistemik. Fase akut terjadi pada 24-48 jam pertama, di mana fase akut merupakan respon lokal dari luka bakar, sedangkan fase lanjut merupakan respon sistemik dari luka bakar yang reaksi inflamasinya melibatkan berbagai sistem organ.[4,10]
Fase Akut
Fase akut luka bakar pada anak terjadi pada 24-48 jam setelah cedera termal. Pelepasan mediator inflamasi, trombosit dan leukosit menempel pada endotel kapiler pembuluh darah mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang berakibat pada hilangnya cairan dari sirkulasi ke ruang intersisial yang menyebabkan hipovolemia.[4,11]
Meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan resistensi pembuluh darah perifer di mana terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke ekstravaskular melalui kebocoran kapiler yang berakibat tubuh kehilangan elektrolit dan timbul bula maupun edema. Respon kardiovaskuler ditandai dengan penurunan tekanan darah dan cardiac output.[4,8]
Terdapat tiga zona setelah luka bakar terjadi, yakni zona koagulasi (nekrosis), zona stagnan (iskemik), dan zona hiperemia (zona inflamasi). Derajat cedera seluler tergantung pada zona cedera yang mencakup autofagi seluler yang berlangsung 24 jam pertama, selanjutnya dalam 24-48 jam terjadi apoptosis awitan tertuda dan adanya stress oksidatif reversibel.[4,7,11,12]
Zona Koagulasi
Zona koagulasi disebut juga zona nekrosis, karena banyak terjadi nekrosis pada bagian ini terutama pada bagian tengahnya. Pada zona ini struktur protein menggumpal karena albumin berubah menjadi struktur yang padat, menyebabkan serat protein terdenaturasi, sehingga terjadi kerusakan sel irreversibel.[4,11]
Zona Stagnan
Zona stagnan atau disebut dengan zona iskemik ditandai dengan penurunan perfusi jaringan ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan penurunan glomerular filtration rate (GFR). Sel-sel yang ada pada daerah ini masih hidup yang berpotensi dapat diselamatkan jika resusitasi cairan adekuat. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler membaik dan terjadi penyerapan kembali cairan ekstravaskuler ke intravaskuler yang ditandai dengan meningkatnya diuresis.[4,11]
Zona Hiperemia
Zona hiperemia atau disebut dengan zona inflamasi merupakan zona terluar dari luka bakar yang ditandai dengan vasodilatasi inflamasi yang membuat perfusi jaringan meningkat.[4,11]
Fase Lanjut
Fase lanjut terjadi pada luka bakar yang luas dan berat di mana respon inflamasinya melibatkan berbagai sistem organ. Terjadi perubahan patologis pada kardiovaskuler, renalis dan metabolisme yang mempengaruhi berbagai sistem organ. Efek sistemik memperlihatkan terjadinya hipovolemia, imunosupresi, katabolisme, dan hilangnya proteksi intestinal dan terjadinya edema paru.[4,7,8,11]
Perubahan Patologis Kardiovaskular
Perubahan patologis pada kardiovaskuler disebabkan karena pelepasan mediator inflamasi seperti interleukin dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan sitokin yang berlebihan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Permeabilitas kapiler yang meningkat membuat kebocoran sehingga terjadi perpindahan cairan intravaskuler ke ekstravaskuler sehingga terjadi edema atau bula.[8,10]
Kebocoran kapiler membuat tubuh kehilangan elektrolit. Kehilangan elektrolit berlebihan dapat menyebabkan aritmia. Selain itu, kebocoran kapiler juga berimbas pada kerja jantung terjadi, peningkatan afterload dan menurunkan kontraktilitas otot jantung. Jantung bekerja dengan cara meningkatkan sirkulasi dan aliran darah untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan oksigen ke sel.
Penurunan volume intravaskuler, peningkatan resistensi perifer, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi menyebabkan pasokan oksigen ke jaringan menurun sehingga terjadi gangguan perfusi yang dapat menyebabkan syok.[4,8]
Perubahan Patologis Renal
Perubahan patologis pada renal selama fase akut mencakup penurunan laju filtrasi glomerulus, sedangkan pada fase lanjut laju filtrasi meningkat namun fungsi tubulus terganggu karena aliran plasma ke ginjal berkurang yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskuler. Pasien bisa mengalami oligouria yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut juga dapat disebabkan oleh mediator stress yang dilepaskan oleh ginjal sebagai respon cedera luka bakar.[7,8]
Perubahan Patologis Sistem Respirasi
Perubahan patologis sistem respirasi dikaitkan dengan cedera inhalasi. Adanya peningkatan permeabilitas vaskuler menyebabkan edema pada saluran pernapasan sehingga menimbulkan obstruksi jalan napas karena laringospasme atau bronkospasme. Adanya radikal yang terhirup juga dapat membuat iritasi pada saluran napas yang memicu pelepasan mediator inflamasi.
Mediator inflamasi yang dilepaskan karena rusaknya sel mukosa karena edema dan iritasi saluran napas membuat peradangan pada paru-paru. Peradangan paru dan hipoperfusi jaringan memicu hipoksemia. Hipoksemia membuat cedera paru akut yang memicu terjadinya hipertensi pulmonal, peningkatan resistensi jalan napas, penurunan komplians paru, yang dapat berimbas pada acute respiratory distress syndrome (ARDS).[4,13]
Perubahan Patologis Gastrointestinal
Perubahan patologis pada gastrointestinal dimulai ketika suplai darah ke gastrointestinal berkurang segera setelah cedera termal berlangsung. Suplai darah yang kurang, peningkatan permeabilitas, dan gangguan hipoperfusi pada intestinal membuat mukosa intestinal rusak. Hal ini membuat barier pertahanan terganggu, sehingga bakteri atau endotoksin mudah bertranslokasi.[4,13,14]
Perbedaan Luka Bakar pada Anak dan Dewasa
Patofisiologi luka bakar pada anak memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan kasus luka bakar pada pasien dewasa, karena adanya perbedaan kondisi fisiologis antara pasien anak dan dewasa.
Jalan Napas dan Pernapasan
Airway pada pasien anak relatif lebih pendek dan memiliki diameter lebih kecil dibandingkan pasien dewasa, sehingga risiko obstruksi jalan napas menjadi lebih besar. Karena itu, anak-anak dapat memiliki masalah breathing yang lebih serius.[4,7,8,10]
Sirkulasi
Dari aspek circulation, anak-anak memiliki rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan yang lebih besar dibandingkan orang dewasa, sehingga memerlukan cairan resusitasi yang lebih banyak. Selain itu, perbedaan fisiologis tersebut juga membuat anak lebih rentan mengalami hipotermia.[4,7,8,10]
Kulit dan Sistemik
Anak-anak memiliki kulit yang lebih tipis, sehingga panas dengan suhu tertentu yang mengenai kulit anak-anak akan menyebabkan luka bakar yang relatif lebih dalam dibandingkan dengan orang dewasa. Sistem imun yang belum sempurna juga menyebabkan anak lebih mudah mengalami infeksi dan sepsis. Anak-anak juga memiliki cadangan kalori yang lebih sedikit, sedangkan kebutuhan kalori dan protein pada anak lebih besar daripada orang dewasa.[4,7,8,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Johannes Albert B. SpBP-RE