Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Anak
Penatalaksanaan luka bakar pada anak diawali dengan primary survey untuk mengatasi kegawatdaruratan medis yang mengancam nyawa. Lakukan juga perawatan luka, pemberian antibiotik, dan rehabilitasi medis sesuai kebutuhan pasien.[5,29]
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama yang harus dilakukan pada anak-anak dengan luka bakar adalah segera menghentikan proses terjadinya cedera luka bakar. Pada pasien dengan api yang masih menyala pada pakaian atau tubuh, hal yang harus dilakukan adalah berhenti berlari, menjatuhkan diri ke tanah atau lantai, berguling-guling, dan ditutupi tubuhnya dengan selimut agar api cepat padam. Pada pasien dengan luka bakar listrik, sumber arus listrik harus dimatikan. Penolong harus memastikan situasi aman bagi diri sendiri sebelum melakukan pertolongan kepada pasien.
Tindakan yang harus dilakukan selanjutnya adalah melepaskan pakaian atau aksesoris yang terbakar atau terkena panas. Hal ini harus segera dilakukan karena panas yang masih tersimpan pada pakaian dan aksesoris dapat menyebabkan cedera luka bakar terus berlanjut.[5,29]
Irigasi Air pada Luka Bakar
Luka selanjutnya diirigasi menggunakan air sejuk dan bersih (bisa menggunakan air keran yang bersih) selama 20 menit. Metode pendinginan ini efektif untuk mengurangi dampak kerusakan jaringan akibat luka bakar bila dilakukan dalam 3 jam pertama sejak kejadian. Risiko yang perlu diwaspadai dalam proses pendinginan ini adalah hipotermia. Bagian tubuh yang tidak didinginkan dengan air mengalir sebaiknya ditutup dengan selimut. Ruangan harus dijaga dalam suhu yang hangat dan tidak berangin. Setelah proses pendinginan selesai, kulit dikeringkan dan ditutup dengan selimut atau kain bersih.
Metode yang tidak dianjurkan untuk proses pendinginan pada pertolongan pertama luka bakar adalah dengan menggunakan es atau air es. Metode ini meningkatkan risiko terjadinya hipotermia dan meningkatkan derajat iskemik pada kulit akibat vasokonstriksi. Mengompres luka bakar dengan kain basah juga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipotermia, di samping proses pendinginan luka yang tidak terlalu efektif.[5,29]
Penanganan Kegawatdaruratan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan luka bakar pada anak dilakukan berdasarkan primary survey. Ini bertujuan mengatasi kegawatdaruratan yang mengancam nyawa, seperti obstruksi jalan napas dan syok hipovolemik.[29,31]
Manajemen Jalan Napas dan Pernapasan
Secara garis besar, masalah yang sering dijumpai pada luka bakar fase akut dan berpotensi mengancam nyawa adalah gangguan airway dan sirkulasi. Pada pasien anak-anak, trauma inhalasi dan edema jaringan di sekitar jalan napas dapat menyebabkan obstruksi airway.
Pasien dengan obstruksi atau ancaman obstruksi jalan napas, harus diintubasi untuk mempertahankan patensi jalan napas. Intubasi sebaiknya dilakukan oleh tenaga medis yang ahli dan berpengalaman karena tingkat kesulitannya cukup tinggi akibat kondisi anatomis dan adanya edema pada saluran napas.
Pasien luka bakar pada anak disertai inhalasi karbon monoksida dapat memiliki gejala gelisah, sakit kepala, mual, koordinasi buruk, pemburukan memori, disorientasi, bahkan koma. Kondisi ini membutuhkan suplementasi oksigen menggunakan non-rebreathing mask dengan aliran oksigen 15 liter per menit.
Seandainya terdapat eskar melingkar pada rongga dada atau abdomen anak-anak yang mengakibatkan restriksi respirasi, maka perlu dilakukan tindakan eskarotomi untuk menghilangkan hambatan ekspansi rongga dada dan rongga abdomen.[29,51]
Penanganan Sirkulasi dan Cairan Resusitasi
Masalah sirkulasi yang dapat dijumpai pada pasien luka bakar adalah syok akibat kebocoran kapiler darah yang bersifat sistemik. Untuk mengantisipasi gangguan sirkulasi ini perlu dilakukan resusitasi cairan apabila luas luka bakar melebihi 10% total body surface area (TBSA) pada anak-anak.
Kebutuhan cairan resusitasi dalam 24 jam pertama dihitung dengan menggunakan rumus modified Parkland, yaitu 3 ml x kg berat badan x % TBSA. Total cairan yang didapatkan melalui perhitungan ini, setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama sejak kejadian. Setengah sisa cairan resusitasi tersebut diberikan dalam 16 jam berikutnya. Cairan yang direkomendasikan untuk resusitasi adalah Ringer laktat.
Kecepatan dan jumlah cairan yang diberikan pada akhirnya harus disesuaikan dengan respon tubuh pasien terhadap cairan resusitasi. Kedua variabel tersebut disesuaikan dengan produksi urine pasien setiap jam untuk menghindari over atau under resuscitation.[29,31,51,52]
Lainnya
Pemasangan selang nasogastrik (NGT) dapat mencegah terjadinya gastroparesis dan dekompresi lambung. Pemberian NGT ini dilakukan pada luka bakar yang luasnya > 10%.[29,32]
Kriteria Rujukan
Setelah penatalaksanaan kegawatdaruratan selesai dilakukan, dokter perlu menentukan apakah pasien luka bakar anak yang ditangani perlu dirujuk ke pusat perawatan luka bakar (burn center). Kriteria untuk merujuk ke burn center pada pasien anak adalah:
- Pasien anak dengan luka bakar > 5%
- Luka bakar pada area khusus: wajah, tangan, kaki, perineum, atau area sendi
- Luka bakar sirkumferensial
- Luka bakar yang berkaitan dengan cedera lain atau trauma inhalasi
- Cedera dicurigai disebabkan kejadian non-accidental seperti kekerasan pada anak (child abuse)
- Luka bakar kimia atau listrik[5]
Persiapan Rujukan
Persiapan rujukan dimulai dengan evaluasi ulang untuk memastikan bahwa semua kegawatdaruratan telah benar-benar teratasi. Langkah berikutnya adalah melakukan komunikasi antara pusat kesehatan yang merujuk dengan pusat kesehatan yang dituju. Hal yang perlu dikomunikasikan adalah identitas pasien, diagnosis serta kondisi saat ini, masalah pada pasien, dan tata laksana yang telah dilakukan terhadap pasien. Hal lain yang perlu didiskusikan adalah metode transfer (jalur dan fasilitas transportasi) serta tenaga medis yang mendampingi pasien.
Dokumentasi pasien perlu dilengkapi dalam proses merujuk. Data dokumentasi ini meliputi kondisi medis pasien serta penatalaksanaan yang telah diberikan pada periode sebelum pasien dirujuk hingga selama pasien dalam perjalanan. Data ini akan memudahkan petugas medis di fasilitas rujukan untuk mengevaluasi dan merencanakan penatalaksanaan lanjutan.[8,29,32]
Analgesik
Medikamentosa luka bakar pada anak yang diberikan adalah analgesik. Pada luka bakar ringan, analgesik yang dipilih adalah paracetamol per oral dengan dosis 10-15 mg/kg setiap 6 jam. Pada luka bakar berat, dapat digunakan morfin per intravena yang diberikan dengan titrasi dengan dosis 0,05 hingga 0,1 mg/kg.[8,30,32]
Perawatan Luka
Target yang harus dicapai dalam perawatan luka bakar adalah membuang jaringan mati, mengontrol eksudat, memfasilitasi proses penyembuhan luka, mencegah infeksi, dan meminimalkan nyeri serta trauma psikologis pada pasien saat penggantian balutan. Selain itu, beberapa studi telah menunjukkan adanya efektivitas madu dalam perawatan luka. Modalitas utama perawatan luka bakar sangat bergantung pada kedalaman luka bakar.[5,29,30,36,38,51,52]
Debridement dan Skin Graft
Luka bakar full thickness dan deep dermal ditangani dengan surgical debridement untuk membuang jaringan mati, dan skin graft (tandur kulit) untuk menutup luka. Saat ini, tindakan pembedahan yang dilakukan segera, kurang dari 3 hari, sejak kejadian luka bakar telah menjadi standar tata laksana luka bakar full thickness karena terbukti dapat menurunkan angka mortalitas, sepsis, dan lama perawatan di rumah sakit.[5,29,30,36,38,51,52]
Perawatan dengan Balutan
Perawatan konservatif menggunakan balutan digunakan untuk luka bakar yang lebih dangkal. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat mempertahankan kelembaban luka, menyerap eksudat yang berlebih, mencegah infeksi, tidak nyeri atau menyebabkan kerusakan jaringan saat penggantian balutan, tidak perlu sering diganti, mudah untuk diaplikasikan, dan murah.
Saat ini tersedia berbagai produk perawatan luka yang dapat digunakan untuk merawat luka bakar. Tidak ada produk perawatan luka yang dapat memenuhi seluruh target perawatan luka bakar pada semua jenis luka dan pasien. Oleh karena itu, pemilihan modalitas balutan harus didasarkan pada penilaian luka dan kondisi pasien.[5,29,30,36,38,51,52]
Kasa Parafin:
Modalitas konvensional yang banyak digunakan untuk membalut luka bakar adalah dengan menggunakan kasa parafin dengan atau tanpa antimikroba. Kasa parafin ini digunakan sebagai balutan pertama yang menempel langsung pada luka. Kasa steril dapat ditambahkan di atas kasa parafin untuk berperan sebagai penyerap eksudat dan pelindung luka. Jenis balutan ini merupakan pilihan yang paling murah dan mudah didapatkan.
Kelemahan utama balutan ini adalah walaupun telah dilapisi parafin, kasa masih sering melekat pada permukaan luka pada saat penggantian balutan. Ketika balutan diangkat, epitel muda dapat ikut terangkat sehingga menyebabkan perdarahan dan nyeri pada pasien. Meskipun demikian, modalitas balutan ini seringkali menjadi satu-satunya pilihan perawatan yang tersedia.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi keterbatasan kasa parafin adalah dengan menebalkan balutan kasa untuk menyerap lebih banyak eksudat, sehingga frekuensi penggantian balutan dapat dikurangi. Selain itu, kassa dapat dibasahi dengan cairan NaCl fisiologis saat penggantian balutan agar tidak terlalu lengket dengan permukaan luka.[5,29,30,36,38,51,52]
Silicone Dressing:
Sediaan perawatan luka berlapiskan silikon memiliki keunggulan karena tidak melekat pada permukaan luka saat penggantian balutan dan hanya menimbulkan nyeri yang minimal. Sediaan ini dapat dikombinasikan dengan kasa steril biasa atau foam dressing untuk mendapatkan efek adsorben eksudat.[5,29,30,36,38,51,52]
Hydrocolloid:
Modalitas perawatan luka ini memiliki keunggulan dalam hal frekuensi penggantian yang tidak perlu terlalu sering selama tidak ditemukan adanya rembesan atau tanda-tanda infeksi. Balutan juga relatif tidak terlalu melekat pada permukaan luka. Balutan ini dapat dikombinasikan dengan agen antimikroba lainnya.[5,29,30,36,38,51,52]
Hydrogel:
Hydrogel digunakan untuk menciptakan efek lembab pada luka sehingga dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka. Modalitas ini tidak cocok digunakan pada luka yang eksudatif karena tidak memiliki kemampuan absorpsi eksudat, maka penggunaannya pada luka eksudatif perlu dikombinasikan dengan modalitas lain.[5,29,30,36,38,51,52]
Polyurethane Film:
Sediaan film dressing sangat efektif untuk melindungi luka dari lingkungan luar. Sediaan ini tidak melekat pada permukaan luka dan dapat menciptakan suasana lembab pada luka. Kelemahannya adalah bahan ini tidak memiliki fungsi absorpsi. Proses pengaplikasian balutan pada luka lebih sulit dibandingkan modalitas lain.[5,29,30,36,38,51,52]
Biosynthetic Dressing:
Biosynthetic dressing adalah material yang diciptakan menyerupai kulit untuk menggantikan fungsi epidermis atau dermis. Material ini memiliki keunggulan karena dapat menyatu dengan permukaan luka sehingga tidak perlu dilakukan penggantian balutan selama tidak terdapat masalah infeksi. Namun, modalitas ini biasanya mahal dan tidak mudah didapatkan. Pengaplikasiannya cukup sulit dan memerlukan persiapan dasar luka yang baik.[5,29,30,36,38,51,52]
Obat Antimikroba Topikal
Obat antimikroba topikal yang paling populer digunakan dalam kasus luka bakar adalah krim perak sulfadiazine. Antimikroba topikal ini dianggap memiliki kemampuan penetrasi eskar sehingga cocok untuk digunakan pada kasus luka bakar full thickness. Bergesernya paradigma penatalaksanaan luka bakar full thickness yang mengutamakan tindakan eksisi dan skin grafting dini, menyebabkan berkurangnya peran obat ini pada kasus luka bakar full thickness.
Di sisi lain, penggunaannya pada partial thickness burns tidak didukung oleh hasil-hasil penelitian terbaru. Perak sulfadiazine menghambat proses epitelisasi dan membutuhkan penggantian balutan yang sering sehingga tidak nyaman bagi pasien. Untuk menghindari masalah ini, perak yang digunakan dalam berbagai sediaan perawatan luka modern dibuat dalam bentuk nano-crystalline atau bentuk terikat lainnya.
Sediaan perawatan luka modern ini dapat melepaskan ion perak secara perlahan sehingga tidak menimbulkan efek toksisitas terhadap jaringan. Selain itu, sediaan-sediaan tersebut telah dibuat dalam bentuk hidrokoloid, hidrofiber, dan bahan lain sehingga memiliki manfaat tambahan seperti menyerap eksudat dan mencegah menempelnya balutan pada luka.[5,29,30,36,38,51,52]
Terapi Suportif
Terapi suportif luka bakar pada anak adalah terapi nutrisi, rehabilitasi, dukungan mental emosional. Pemberian nutrisi yang adekuat membantu penyembuhan luka. Rehabilitasi medik perlu dilakukan karena efek luka bakar dapat menyebabkan masalah pada muskuloskeletal. Kecacatan yang ditimbulkan serta lamanya waktu berobat membutuhkan dukungan emosional.[2,8,29]
Pemantauan
Pemantauan yang perlu dilakukan pada kasus luka bakar anak mencakup:
- Pemantauan resusitasi cairan dilakukan dengan memeriksa urine output yang dipertahankan pada 1 hingga 2 ml/kg/ jam untuk anak-anak kurang dari 30 kg dan 0,5 hingga 1 ml/kg/jam untuk berat 30 kg ke atas
- Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi, elektrolit, serum albumin, fungsi hati dan ginjal, serta pemeriksaan penunjang lain yang berguna mengevaluasi penatalaksanaan yang diberikan
- Pemantauan kondisi klinis, tanda vital, dan penyembuhan luka
- Pemantauan kapasitas fungsional tubuh
- Pemantauan intervensi gizi terkait dengan toleransi saluran cerna, analisis asupan energi dan zat gizi, dan kebutuhan nutrisi tindak lanjut saat pasien rawat jalan[29,30]
Penulisan pertama oleh: dr. Johannes Albert B. SpBP-RE