Diagnosis Hipernatremia
Diagnosis hipernatremia perlu dicurigai pada pasien dengan kehilangan cairan dan tanda klinis dehidrasi. Pemeriksaan laboratorium lebih lanjut dapat memastikan diagnosis hipernatremia.[4]
Anamnesis
Pada pasien hipernatremia dengan kesadaran yang masih baik, dapat ditemukan peningkatan respons rasa haus. Pasien anak dan bayi biasanya datang dengan gelisah dan agitasi. Pada kondisi yang lebih berat, pasien anak dan dewasa dapat datang dengan letargi, somnolen, gangguan kesadaran, dan kejang. Gejala neurologis akibat hipernatremia biasanya muncul apabila kadar natrium di atas 160 mmol/l.[4,5]
Pada anamnesis harus digali penyebab dari hiponatremia. Cari tahu apakah terdapat kondisi yang menyebabkan kehilangan cairan seperti demam, diare, muntah, diabetes insipidus, terapi diuretik, ataupun luka bakar. Gali juga adanya gangguan respons haus atau keterbatasan terhadap asupan cairan misalnya pada pasien gangguan status mental dan pasien lansia dengan imobilitas.[1,4,6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien bisa menunjukan tanda klinis dehidrasi seperti kulit pucat dan turgor kulit menurun. Pada hipernatremia varian hipovolemik dapat ditemukan hipotensi ortostatik, output urine menurun, dan takikardia.
Pada kasus yang berat, dapat muncul manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, abnormalitas bicara, kejang, nistagmus, peningkatan refleks, dan kejang mioklonik.[4-6]
Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding hipernatremia yang perlu dipertimbangkan tergantung skenario klinis pasien. Diagnosis banding ini di antaranya hiponatremia, hipokalsemia, dan diabetes mellitus tipe 1.
Hiponatremia
Hiponatremia adalah kondisi kadar natrium rendah, di bawah 135 mmol/L. Gejala ringan dapat muncul berupa mual dan muntah. Gangguan neurologis seperti penurunan kesadaran, kejang, dan koma dapat ditemukan pada kondisi berat.[4,6,14]
Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi kadar kalsium rendah dengan total serum kalsium kurang dari 8,8 mg/dl. Pada kondisi akut, hipokalsemia dapat menyebabkan sinkop, gangguan irama jantung, spasme otot, kesemutan, dan rasa kebas. Hipokalsemia dapat disebabkan oleh hipoparatiroid, gangguan hepar, diet, obat-obatan, dan pembedahan.[4,6,14]
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin akibat destruksi autoimun pada sel beta pankreas. Gejala klasik pada penyakit ini adalah poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan. Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan dari pemeriksaan gula darah puasa ≥ 126 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial ≥ 200 mg/dl, atau gula darah acak ≥ 200 mg/dl.[4,6,15]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hipernatremia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar natrium serum. Hipernatremia dapat ditegakan jika didapatkan kadar natrium serum melebihi 145 mmol/l.
Beberapa pemeriksaan tambahan seperti kadar elektrolit serum Na+, K+, Ca2+, elektrolit urine, glukosa darah, ureum, kreatinin, volume urine, osmolalitas urine, serta kadar vasopressin dapat membantu untuk menentukan penyebab hipernatremia.[4,6]
Menentukan Status Volume Intravaskular
Pemeriksaan elektrolit serum dapat dengan mudah mendeteksi adanya hipernatremia. Penentuan status volume intravaskular dengan evaluasi osmolalitas urine dapat membantu membedakan penyebab renal dan ekstrarenal.[4,6]
Osmolalitas Rendah:
Pada pasien hipovolemik, apabila osmolalitas urine < 300 mOsm/kg dan natrium urine >20-30 mmol/l, hal ini menunjukkan adanya kehilangan cairan melalui renal seperti pada penggunaan diuretik, kondisi osmotik diuresis, serta penyakit ginjal.[6,16]
Osmolalitas Menengah:
Osmolalitas 300-600 mOsm/kg biasanya ditemukan pada pasien diabetes insipidus atau osmotik diuresis. Osmotik diuresis dapat dipastikan dengan menghitung total solute excretion (dihitung dari osmolalitas urine dan volume urine harian).
Pasien dengan osmotik diuresis tidak memberikan respons terhadap pemberian vasopresin eksogen. Apabila tidak terdapat bukti osmotik diuresis, dapat dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes insipidus (water deprivation test).[4,16]
Osmolalitas Tinggi:
Apabila pada pasien hipovolemik ditemukan osmolalitas urine yang tinggi yaitu > 600 mOsm/kg dengan natrium urine yang rendah <10-20 mmol/l, dokter perlu mencurigai adanya kehilangan cairan ekstrarenal, seperti melalui gastrointestinal atau kulit. Meskipun begitu, kemungkinan diagnosis diabetes insipidus parsial belum dapat disingkirkan.
Pada pasien euvolemik, osmolalitas urine umumnya terkonsentrasi maksimal yaitu >800 mOsm/kg, namun pada lansia biasanya osmolalitas maksimal hanya mencapai 500-700 mOsm/kg[6,16]
Kadar Vasopressin
Pasien diabetes insipidus nefrogenik memiliki kadar vasopressin yang tinggi, dan pasien diabetes insipidus sentral memiliki kadar vasopressin yang rendah.[6,16]
Uji Deprivasi Air
Apabila terdapat kecurigaan terhadap diabetes insipidus dapat dilakukan uji deprivasi air (water deprivation test). Pada kondisi deprivasi air, individu normal akan mengalami respons peningkatan kadar vasopresin, sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas urine >800 mOsm/kg.
Namun, pada pasien diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, kondisi deprivasi air tidak menyebabkan peningkatan osmolalitas urine (<300 mOsm/kg). Terdapat peningkatan osmolalitas urine hingga >50% setelah pemberian vasopresin eksogen pada diabetes insipidus sentral, namun tidak ada peningkatan atau terdapat peningkatan <10% pada diabetes insipidus nefrogenik.[4,6,18]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja