Patofisiologi Hipernatremia
Patofisiologi hipernatremia berkaitan dengan repons rasa haus dan sekresi antidiuretic hormone (ADH). Hipernatremia terjadi pada kondisi kekurangan cairan atau peningkatan kadar natrium, atau kombinasi keduanya.
Pada kondisi normal, apabila kadar natrium berlebih, peningkatan osmolalitas plasma akan memicu respons rasa haus dan sekresi ADH, sehingga dapat menurunkan ekskresi air dan meningkatkan asupan cairan. Ekskresi natrium sebagian besar terjadi melalui ginjal dan sekitar 10% melalui saluran cerna dan kulit. Hormon ADH juga memiliki peranan dalam mengatur ekskresi natrium melalui ginjal.[4,6-8]
Konsentrasi Urine
Vasopressin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH) atau arginine vassopresin (AVP), merupakan hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini berperan dalam mengatur keseimbangan osmosis cairan tubuh, tekanan darah, serta fungsi ginjal. Vassopressin dapat mencetuskan reabsorpsi air yang menyebabkan penurunan ekskresi H2O bebas dengan tujuan menurunkan osmolalitas cairan serum.[7,9]
Vasopressin memiliki reseptor V2 yang terletak pada tubulus distal. Aktivasi reseptor ini mencetuskan reabsorpsi air dengan membentuk aquaporin-2 water channel, sehingga memungkinkan untuk terjadi difusi H2O bebas dan menurunkan gradien konsentrasi cairan tubuh. Reseptor V2 juga berfungsi mengatur reabsorpsi natrium melalui aktivasi epithelial Na+ channel (ENaC).[6,7]
Rasa Haus
Mekanisme tubuh untuk meningkatkan konsumsi air adalah melalui rasa haus. Rasa haus diperkirakan dimediasi oleh osmoreseptor yang terletak pada anteroventral hipotalamus.
Rasa haus muncul ketika terdapat peningkatan tekanan osmotik dan atau penurunan volume darah. Tubuh manusia mampu mempertahankan konsentrasi natrium dalam rentang yang sangat sempit.
Apabila kadar natrium serum mencapai 141 mmol/l, rasa haus akan muncul dan merangsang keinginan untuk mengonsumsi air sehingga konsentrasi natrium dapat diturunkan.[2,6,10]
Perkembangan Hipernatremia
Hipernatremia dapat berkembang secara akut (dalam waktu kurang dari 24 jam) atau kronik (lebih dari 24 jam). Hipernatremia akut biasanya terjadi akibat asupan natrium berlebihan dalam waktu singkat. Sementara itu, hipernatremia kronik berkembang lebih lambat, umumnya pada kasus kehilangan cairan dan kekurangan asupan cairan.
Pada hipernatremia kronik, gejala neurologis yang timbul lebih ringan karena sel otak beradaptasi terhadap hipernatremia kronik melalui reuptake intraseluler dari natrium, kalium, dan osmolit organik yang mempertahankan ukuran sel otak.[2]
Beberapa kondisi medis yang dapat memicu berkembangnya hipernatremia antara lain gastroenteritis, luka bakar, dan penggunaan diuretik.
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja