Edukasi dan Promosi Kesehatan Agnosia
Edukasi pasien dengan agnosia perlu dilakukan terhadap pasien dan pendamping pasien. Sampaikan bahwa tidak ada terapi spesifik untuk agnosia, sehingga manajemen akan berfokus pada rehabilitasi medik. Mayoritas kasus agnosia akan mengalami perbaikan, namun pasien umumnya memiliki gejala sisa.
Sampaikan pula pada pasien bahwa agnosia terjadi karena kerusakan pada sistem saraf pusat, bukan pada organ indera yang terlibat (mata, telinga, atau taktil). Penyebab bisa bermacam-macam, mulai dari stroke hingga trauma. Oleh karenanya, diagnosis dan penatalaksanaan agnosia akan bergantung pada penyebab dasar yang dicurigai.
Edukasi Pasien
Keluarga pasien bisa diedukasi untuk melakukan modifikasi lingkungan untuk memudahkan pasien menjalani aktivitas hariannya. Sebagai contoh, pemberian label seperti “sendok” dan “garpu” pada alat makan pasien dengan agnosia visual. Sampaikan juga bahwa pasien tidak disarankan untuk berkendara atau mengoperasikan mesin.
Informasikan pada pasien bahwa agnosia tidak dapat hilang sepenuhnya, tapi dapat mengalami perbaikan. Meski demikian, hal ini membutuhkan waktu yang panjang dan rehabilitasi medik intensif. Walau gejala bisa membaik, mayoritas pasien akan memiliki gejala sisa yang mengganggu kualitas hidupnya.
Sampaikan pada pasien untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater jika pasien merasa kesulitan berdamai dengan rasa frustasi akibat kondisi medisnya.
Pasien agnosia mungkin tidak menyadari bahwa pakaian mereka kotor karena tidak dapat mengintegrasikan informasi seperti adanya noda makanan dan perubahan warna pada pakaian. Hal ini bisa menyulitkan pengasuh pasien karena dapat terjadi resistensi saat pasien diminta mengganti baju, apalagi baju favorit mereka. Edukasi pengasuh pasien untuk tetap tenang dan menghindari argumen yang tidak perlu dengan pasien. Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan menyiapkan 2 set baju yang sama.
Upaya Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Agnosia sendiri tidak dapat dicegah secara spesifik. Promosi kesehatan dilakukan untuk mencegah kondisi medis yang dapat mendasari terjadinya agnosia. Penyakit-penyakit tersebut antara lain stroke, tumor otak, ataupun cedera otak traumatik. Gaya hidup sehat dan kontrol faktor risiko dapat menghindarkan pasien dari penyakit yang menimbulkan agnosia.[1,4,8,14]