Penatalaksanaan Motion Sickness
Penatalaksanaan utama motion sickness bukan secara farmakoterapi, melainkan melalui perubahan perilaku. Terapi farmakologi akan efektif jika digunakan sebagai profilaksis atau pada saat awal muncul gejala. Rujukan diperlukan bila gejala menetap hingga lebih dari 72 jam.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang paling efektif dalam menangani motion sickness. Manuver jangka pendek terapi perilaku meliputi:
- Perubahan postur tubuh : mengurangi gerakan kepala, termasuk menahan gerakan kepala, bahu, pinggul, dan lutut
- Hindari membaca di kendaraan yang sedang bergerak
- Duduk di kursi menghadap ke depan, duduk di kursi depan, atau aktif menyetir kendaraan
- Berfokus pada jalan
- Menghindari merokok
- Mendengarkan musik yang menyenangkan
- Menghindari bepergian dalam kondisi yang kurang fit[13,14]
Habituasi adalah tindakan jangka panjang yang paling efektif dan tidak memiliki efek samping buruk farmakoterapi, seperti kantuk dan penglihatan kabur. Sayangnya, pendekatan ini memakan waktu, dan dapat berlangsung hingga berminggu-minggu. Sebagaimana dibuktikan oleh program desensitisasi motion sickness yang dijalankan oleh petugas militer yang dibuat untuk pilot di mana obat-obatan anti motion sickness dikontraindikasikan. Program-program ini dirancang untuk kesuksesan jangka panjang dengan tingkat kesuksesan mencapai 85%.[3,12,13]
Terapi Farmakologi
Obat untuk pengobatan motion sickness hanya efektif sebagian saja dan mungkin memiliki efek samping yang tidak diinginkan. Obat-obat ini paling efektif ketika digunakan sebagai profilaksis atau pada awal timbulnya gejala.[3]
Antikolinergik
Scopolamine adalah agen pilihan saat ini. Obat ini bertindak sebagai antimuskarinik nonselektif yang menghambat input ke inti vestibular. Obat ini memiliki sedasi yang lebih sedikit daripada antihistamin. Efek samping yang umum termasuk mata dan mulut kering, fotosensitivitas, penglihatan kabur, pusing, sakit kepala, dan sedasi. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 12 tahun dan digunakan dengan hati-hati pada orang tua.[15]
Scopolamine intranasal telah menjadi perhatian khusus dalam studi baru-baru ini. Formulasi gel scopolamine dilaporkan memiliki daya serap dan awitan yang lebih cepat dibandingkan dengan transdermal atau oral, dengan profil efek samping yang menguntungkan.[16]
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 mengurangi stimulasi saraf aferen dari kanal semisirkularis yang dipicu oleh sistem histaminergik di hipotalamus. Sayangnya, antagonis H1 sangat sedative dan terutama berisiko untuk anak-anak. Penelitian telah menemukan bahwa antihistamin generasi kedua yang tidak terlalu sedatif tidak efektif dalam mengobati motion sickness.
Pilihan obat antihistamin yang dapat digunakan adalah diphenhydramine, cyclizine, promethazine, dan cinnarizine.[15]
Simpatomimetik
Dextroamphetamine telah terbukti bertindak secara sinergis dengn antikolinergik dan antihistamin dengan merangsang jalur dopaminergik dan noradrenergik. Penelitian telah menunjukkan dextroamphetamine dan scopolamine sebagai kombinasi anti motion sickness yang paling efektif karena bertindak melalui jalur yang. Namun, risiko ketergantungan obat harus menjadi pertimbangan.[7,15]
Pilihan Pada Kehamilan
Wanita hamil mungkin mengalami peningkatan kerentanan terhadap motion sickness. Obat-obatan yang dapat digunakan adalah meclizine dan dimenhydrinate. FDA mengklasifikasikan obat-obat ini sebagai kategori B dalam kehamilan. Scopolamine dan promethazine adalah Kelas C dalam kehamilan.[15,18]