Epidemiologi Restless Legs Syndrome
Berdasarkan studi epidemiologi restless leg syndrome (RLS), RLS lebih banyak terjadi pada wanita, perokok, mereka yang mengonsumsi alkohol dan usia yang lebih tua. Menurut Bröstrom et al., pooled prevalence RLS mencapai 11% dari sekitar 483 ribu populasi umum.[5,12]
Global
Bröstrom et al. melakukan studi epidemiologi yang melibatkan sekitar 483 ribu populasi umum dari 33 negara. Dari studi ini, didapatkan bahwa pooled prevalence RLS adalah 11%. Sedangkan pooled prevalence pada wanita lebih tinggi (11%) daripada laki-laki (7%). Pada perokok, pooled prevalence mencapai 12% dan mereka yang mengonsumsi alkohol 8%.
Prevalensi RLS pada wanita hamil berdasarkan studi oleh Mislu et al. yang melibatkan hampir 17.600 wanita hamil dari negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah sekitar 14%. Angka ini lebih tinggi daripada prevalensi di populasi umum.[13]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi mengenai RLS di Indonesia pada populasi umum.
Mortalitas
Restless leg syndrome (RLS) tidak berhubungan dengan mortalitas. Namun, RLS terutama berhubungan dengan gangguan tidur yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien. Gangguan tidur yang dimaksud adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur, serta kualitas tidur yang buruk. Kejadian ini kebanyakan dialami pada RLS gejala sedang berat dan berisiko menyebabkan rasa ngantuk di siang hari, serta gangguan fungsi dan kognitif.[15,16]
Penulisan pertama oleh: dr. Ghifara Huda