Diagnosis Abrupsio Plasenta
Diagnosis abrupsio plasenta umumnya dilakukan melalui anamnesis, berupa gejala klasik perdarahan vagina onset cepat, nyeri perut atau punggung bawah, dan kontraksi uterus, disertai pemeriksaan fisik vagina, uterus, dan janin.
Anamnesis
Wanita dengan abrupsio plasenta umumnya memiliki gejala klasik, yaitu perdarahan vagina onset cepat, nyeri perut atau punggung bawah, dan kontraksi uterus. Abrupsio plasenta lebih sering terjadi pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Berikut ini merupakan gejala yang dapat ditemukan pada pasien abrupsio plasenta:
- Perdarahan per vaginam: perdarahan vagina umumnya dapat terjadi ringan sampai berat. Warna darah dapat berwarna merah terang atau gelap. Berbeda dengan abrupsio plasenta yang tersembunyi, perdarahan umumnya tidak terlihat atau hanya minimal karena tertahannya darah di belakang plasenta. Oleh karena itu, jumlah perdarahan yang terlihat tidak berhubungan dengan derajat separasi plasenta dan tidak dapat menjadi marker untuk kondisi ibu maupun janin.
- Kontraksi uterus: kontraksi uterus umumnya memiliki sifat frekuensi tinggi dengan amplitudo rendah. Akan tetapi, kontraksi yang menyerupai persalinan normal juga dapat terjadi
- Nyeri abdomen dan/atau punggung bawah dan nyeri tekan uterus
- Penurunan pergerakan janin[2,8]
Anamnesis Faktor Risiko
Riwayat trauma, seperti kecelakaan dan tindak kekerasan, juga harus ditanyakan ke pasien. Riwayat kelainan persalinan sebelumnya, seperti abrupsio plasenta dan plasenta previa, dapat ditanyakan untuk membantu klinisi menentukan diagnosis dan prognosis. Anamnesis mengenai faktor risiko lainnya seperti riwayat merokok, cocaine use disorder, dan hipertensi dalam kehamilan (termasuk riwayat hipertensi sebelumnya dan preeklampsia) juga sangat penting untuk ditanyakan.[2,8,11]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien perdarahan diawali dengan pencarian sumber perdarahan. Pasien perdarahan harus distabilkan terlebih dahulu sebelum ke pemeriksaan lainnya.
Evaluasi Syok
Evaluasi kesadaran dan tanda vital diperlukan untuk menentukan terdapatnya tanda-tanda syok hipovolemik pada pasien. Penemuan takikardia, hipotensi, penurunan urine output, dan akral dingin pada pasien dapat menjadi tanda syok. Selain itu, tanda syok pada pasien dengan perdarahan vagina ringan dapat menunjukkan adanya abrupsio tersembunyi. [2,3,16,17]
Pemeriksaan Vagina
Area vagina dilakukan inspeksi untuk perdarahan. Kuantitas dan karakteristik perdarahan, serta terdapatnya klot yang keluar dari vagina sebaiknya dipantau. Pemeriksaan dalam vagina sebaiknya tidak dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan eksklusi plasenta previa dengan menggunakan ultrasonografi.[2,3,16,17]
Pemeriksaan Uterus
Uterus dapat dipalpasi untuk pemeriksaan nyeri tekan, konsistensi, frekuensi, dan durasi dari kontraksi uterus. Tinggi fundus uterus yang meningkat dapat menunjukkan adanya hematoma intrauterin.[2,3,16,17]
Pemeriksaan Janin
Auskultasi denyut jantung janin yang disertai dengan anamnesis pergerakan janin pada pasien dapat dilakukan. Pemeriksaan janin umumnya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang kardiotokografi tanpa beban (non-stress test) untuk menilai ada tidaknya gawat janin.[2,3,16,17]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding abrupsio plasenta yang paling umum ditemukan adalah plasenta previa.
Plasenta Previa
Plasenta previa memiliki gejala yang sama dengan abrupsio plasenta, yaitu perdarahan per vaginam. Akan tetapi, umumnya tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada pemeriksaan ultrasonografi, dapat terlihat plasenta pada daerah serviks internal.[11,16,17]
Ruptur Uterus
Perdarahan ruptur uterus umumnya memiliki onset secara tiba-tiba dan terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri abdomen pada pasien ruptur uterus memiliki karakteristik sangat berat. Berbeda dengan abrupsio plasenta, yang umumnya perdarahan tidak selalu terjadi pada persalinan berlangsung dengan nyeri abdomen yang tidak terlalu hebat. Pada pemeriksaan fisik, kontraksi uterus dapat ditemukan terdapat jeda secara tiba-tiba. Selain itu, hemodinamik ibu umumnya tidak stabil yang disertai juga dengan gawat janin. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu klinisi menyingkirkan diagnosis banding ruptur uterus.[11,16,17]
Trauma Serviks
Perdarahan pada trauma serviks umumnya terjadi secara tiba-tiba dan terjadi karena ada riwayat trauma, umumnya setelah hubungan seksual. Nyeri pelvis dapat terjadi bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Penemuan adanya luka pada serviks dapat membantu klinisi membedakan diagnosis dengan perdarahan akibat abrupsio plasenta.[11,16,17]
Persalinan Prematur
Persalinan prematur dan abrupsio plasenta dapat terjadi secara bersamaan. Perdarahan pada persalinan prematur umumnya lebih ringan dibandingkan dengan abrupsio plasenta. Pemeriksaan ultrasonografi pada persalinan prematur memiliki hasil normal dan tidak disertai dengan gangguan denyut jantung janin.[11,16,17]
Pemeriksaan Penunjang
Sampai sekarang tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang dapat secara pasti mendiagnosis abrupsio plasenta. Walau demikian, pemeriksaan penunjang pada pasien abrupsio plasenta dapat membantu klinisi dalam menentukan penanganan pasien dan menyingkirkan diagnosis banding.
Tes Laboratorium
Beberapa tes laboratorium, seperti pemeriksaan darah lengkap dan studi koagulasi, dapat dilakukan pada pasien untuk mengetahui kondisi pasien secara menyeluruh.
Pemeriksaan Darah Lengkap:
Pemeriksaan komplit rutin dilakukan pada seluruh pasien abrupsio plasenta. Penurunan hemoglobin dan hematokrit umumnya dapat terlihat pada pasien abrupsio plasenta.
Studi Koagulasi:
Pemeriksaan studi koagulasi, terutama pemeriksaan fibrinogen, prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT), dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan hemostasis. Komplikasi disseminated intravascular coagulation (DIC) umumnya memiliki tanda penurunan fibrinogen dan pemanjangan PT dan APTT. Fibrinogen ≤ 200 mg/dL dapat menunjukkan adanya perdarahan postpartum berat yang membutuhkan transfusi cepat
Tes Golongan Darah dan Rhesus:
Pemeriksaan golongan darah dan rhesus dilakukan untuk menentukan tipe darah saat transfusi darah diperlukan.
Pasien dengan Rhesus negatif memerlukan immunoglobulin Rhesus untuk mencegah isoimunisasi.
Tes Kleihauer-Betke merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi sel darah janin pada sirkulasi maternal. Pemeriksaan ini cukup penting pada pasien dengan Rhesus negatif dikarenakan apabila terdapat darah janin dalam sirkulasi maternal maka dapat menyebabkan isoimunisasi. Tes ini juga berfungsi untuk membantu klinisi untuk menentukan terapi imunoglobulin Rh(D) untuk mencegah isoimunisasi pada pasien.[2,4,5]
Fungsi Ginjal:
Kondisi syok hipovolemik dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal sehingga fungsi ginjal pasien perlu diperiksa.
Fungsi Hati:
Pemeriksaan fungsi hati diperiksa pada pasien abrupsio plasenta dengan preeklampsia atau sindrom Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count (HELLP).[2,4,5]
Kardiotokografi
Pemeriksaan continuous cardiotocography (CTG) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gawat janin, yang ditandai dengan bradikardia memanjang, penurunan variabilitas, dan deselerasi lambat.[2,3,16,17]
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) tidak bermanfaat untuk diagnosis abrupsio plasenta karena tingkat akurasi yang rendah. Walau demikian, ultrasonografi dapat bermanfaat untuk menilai perdarahan yang terjadi, serta menyingkirkan diagnosis banding, misalnya plasenta previa.
Ultrasonografi juga digunakan untuk evaluasi janin bayi untuk menilai profil biofisika. Skor profil biofisika <6 mengarah kepada terjadinya gawat janin.[2,4,5]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri