Prognosis Abrupsio Plasenta
Prognosis pasien abrupsio plasenta bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan umur kehamilan. Adanya komplikasi seperti syok hipovolemik akan memperburuk prognosis dan meningkatkan risiko mortalitas pasien.
Komplikasi
Komplikasi abrupsio plasenta dapat terjadi pada ibu maupun janin. Pada ibu, komplikasi seperti syok dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dapat terjadi. Sedangkan pada janin, komplikasi seperti kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat juga sering ditemukan.
Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal yang paling sering ditemukan adalah syok hipovolemik. Selain itu, komplikasi disseminated intravascular coagulation (DIC) juga umum ditemukan pada ibu dengan abrupsio plasenta. Berikut ini merupakan komplikasi abrupsio plasenta pada maternal:
Syok Hipovolemik:
Syok hipovolemik merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien abrupsio plasenta. Hal ini ditandai dengan peningkatan nadi, tekanan darah yang menurun, akral dingin, penurunan output urine, dan penurunan kesadaran. Penggantian cairan yang hilang menggunakan cairan infus dan transfusi darah dapat diberikan secepatnya.[1,11,16]
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC):
Gangguan hemostasis pada pasien abrupsio plasenta dapat menyebabkan komplikasi DIC. Sampai sekarang belum terdapat tes laboratorium yang dapat mendiagnosis DIC secara pasti. Namun, meningkatnya kadar fibrin degradation products (FDPs) dan D-dimer dalam serum umumnya dapat menjadi dasar klinisi untuk mendiagnosis DIC.
Penurunan fibrinogen serta pemanjangan prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) juga dapat terlihat pada pasien dengan komplikasi DIC. Tatalaksana utama DIC adalah dengan menangani etiologi DIC terlebih dahulu, yaitu abrupsio plasenta. Terapi suportif, seperti penggantian gangguan koagulasi yang ada dapat dilakukan dengan transfusi.[1,11,18,22]
Komplikasi Maternal Lainnya:
Komplikasi maternal lainnya, seperti kelahiran prematur, gagal ginjal akut, serta kematian ibu dapat terjadi pada pasien abrupsio plasenta.[11,17]
Komplikasi Janin
Komplikasi janin paling umum ditemukan pada kehamilan dengan abrupsio plasenta adalah kematian janin. Berikut ini merupakan komplikasi abrupsio plasenta pada janin:
Kematian Janin:
Kematian janin umum ditemukan pada kehamilan dengan abrupsio plasenta. Sekitar 12% kehamilan dengan abrupsio plasenta menyebabkan komplikasi kematian janin. Beberapa penyebab, seperti kurangnya darah, sepsis, asfiksia perinatal, dan hiperbilirubinemia, menjadi penyebab utama kematian janin pada kehamilan dengan abrupsio plasenta.[11,19]
Pertumbuhan Janin Terhambat:
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan kondisi pertumbuhan janin yang tidak sempurna. Hal ini ditentukan melalui berat badan janin di bawah persentil 10th dari standar nasional. Sedangkan PJT berat ditentukan melalui berat badan lahir di bawah persentil 5th dari standar nasional.
Mekanisme efek abrupsio plasenta dalam menyebabkan PJT sampai sekarang masih belum jelas. Insufisiensi perfusi darah uteroplasenta dan iskemia akibat infark plasenta telah dihipotesiskan sebagai penyebab PJT pada kehamilan dengan abrupsio plasenta.[11,20]
Prognosis
Abrupsio plasenta merupakan keadaan yang mengancam nyawa, baik pada ibu dan janin. Prognosis akan lebih baik dengan penanganan medis yang cepat dan tepat.
Maternal
Kehamilan dengan abrupsio plasenta merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal. Rasio mortalitas maternal pada kehamilan dengan abrupsio plasenta adalah 5,6 per 100.000 lahir hidup. Prognosis maternal sangat bergantung pada tingkat keparahan abrupsio plasenta.
Apabila terdapat komplikasi, seperti syok hipovolemik dan koagulopati maka prognosis maternal lebih buruk. Selain itu, wanita dengan riwayat abrupsio plasenta mengalami peningkatan risiko abrupsio berulang dan preeklampsia.[4,21,22]
Janin
Mortalitas perinatal baik di negara maju maupun negara berkembang tidak jauh berbeda, sekitar 16%. Tingkat mortalitas ini dipengaruhi oleh usia kehamilan dan tingkat keparahan abrupsio plasenta. Pada separasi plasenta yang lebih dari 50% umumnya lebih memiliki risiko kematian janin.[4,19]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri