Penatalaksanaan Abrupsio Plasenta
Penatalaksanaan abrupsio plasenta bergantung pada stabil tidaknya kondisi ibu. Jika stabil, maka usia gestasi dan kondisi janin juga perlu dievaluasi. Prinsip penatalaksanaan abrupsio plasenta adalah dengan terminasi kelahiran secepatnya, transfusi darah, analgesik adekuat, dan monitor kondisi maternal yang diikuti dengan monitor kondisi janin
Manajemen Awal
Manajemen awal pada pasien abrupsio plasenta adalah untuk menstabilkan dan memantau kondisi ibu. Stabilisasi ini mungkin memerlukan tindakan evakuasi bayi secepatnya. Berikut ini merupakan manajemen awal pasien:
- Pemasangan akses intravena. Pemasangan dua jalur intravena ukuran besar pada pasien abrupsio plasenta sedang sampai berat, yaitu dengan tanda gangguan hemodinamik ibu dan/atau bayi, hipertonisitas uterus, dan koagulopati
- Resusitasi menggunakan cairan kristaloid. Jenis cairan yang disarankan adalah ringer laktat 2 liter dengan memantau urine output 30 mL/jam. Kemudian transfusi darah atau penggantian faktor-faktor darah dapat diberikan sesuai protokol transfusi darah
- Pemeriksaan darah, seperti darah komplit dan studi koagulasi
- Pemeriksaan golongan darah dan rhesus
- Monitor status hemodinamik pasien, seperti tekanan darah, nadi, dan balans cairan
- Pemberian oksigen dengan nasal kanul
- Pemberian imunoglobulin Rho(D) pada ibu dengan Rhesus negatif[4-8]
Transfusi darah dapat dilakukan sesuai dengan estimasi hilangnya darah dan tanda vital. Pemberian fresh frozen plasma (FFP) diberikan apabila terdapat tanda-tanda DIC.
Kadar hemoglobin lebih dari 10 g/dL, hematokrit lebih dari 30%, jumlah platelet ≥75.000/µL, fibrinogen ≥100 mg/dL, dan PT dan APTT kurang dari 1,5 kali dari kontrol digunakan sebagai target terapi. Pemberian antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, juga disarankan pada onset perdarahan 3 jam.[4,8,16,17]
Manajemen Lanjutan Janin Hidup Usia Gestasi >34 minggu
Pada janin hidup dengan gestasi >34 minggu, disarankan untuk melahirkan bayi dengan cepat. Metode persalinan bergantung pada kondisi ibu dan janin.
Persalinan per Vaginam
Persalinan per vaginam disarankan pada ibu dengan kondisi stabil dan denyut jantung janin yang baik. Pada ibu yang sedang tidak sedang dalam fase aktif persalinan, maka induksi oksitosin dan amniotomi dapat dilakukan.
Sectio Caesaria
Pada ibu dengan perdarahan hebat, persalinan sectio caesaria direkomendasikan dilakukan dengan cepat. Metode persalinan ini juga lebih disarankan jika ditemukan adanya gawat janin atau pada pasien yang tidak responsif terhadap induksi persalinan.[7,8,16]
Manajemen Lanjutan Janin Hidup Usia Gestasi ≤34 minggu
Terapi konservatif lebih disarankan pada umur kehamilan ≤34 minggu dengan kondisi stabil, baik pada ibu dan janin, berupa pemberian kortikosteroid, tokolitik, pemantauan antenatal rutin, serta terminasi kehamilan pada usia gestasi 37–38 minggu.
Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan untuk membantu maturasi paru-paru janin pada umur kehamilan 24–34 minggu.
Tokolitik
Pemberian obat tokolitik seperti nifedipine atau terbutaline selama 48 jam berguna untuk mengurangi kontraksi uterus. Efek thrombin dapat menyebabkan kontraksi uterus yang semakin memperberat separasi plasenta. Oleh karena itu, penggunaan tokolitik dapat mencegah kontraksi berlebih.
Obat tokolitik dapat menyebabkan efek samping seperti hipotensi dan takikardia. Hal ini dapat memperberat instabilitas hemodinamik pada pasien abrupsio plasenta. Oleh karena itu, penggunaan tokolisis pada pasien abrupsio plasenta masih diperdebatkan. Pemantauan hemodinamik pasien secara ketat diperlukan pada pasien yang diberikan tokolitik.
Pemantauan Antenatal Rutin
Pemantauan rutin, seperti pemeriksaan ultrasonografi dan denyut jantung janin berulang, sangat diperlukan. Pemeriksaan kardiotokografi atau cardiotocography (CTG) menggunakan non-stress test atau pemeriksaan profil biofisikal menggunakan ultrasonografi dapat dilakukan minimal sekali seminggu untuk memantau ada tidaknya gawat janin.
Persalinan
Upaya untuk melahirkan bayi secara darurat disarankan langsung dilakukan pada umur kehamilan 37–38 minggu untuk mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan. Apabila terdapat keadaan tidak stabil, baik pada ibu dan/atau janin, persalinan dapat dilakukan dengan cepat.[4,7,8,16]
Manajemen Lanjutan Janin Mati
Evakuasi janin yang sudah meninggal dalam kandungan merupakan terapi utama pada pasien abrupsio plasenta dengan janin yang sudah meninggal. Hal ini diperlukan untuk minimalisir risiko morbiditas dan mortalitas dari ibu.
Pada ibu dengan hemodinamik stabil, persalinan per vaginam lebih disarankan. Penggunaan amniotomi dan oksitosin disarankan pada ibu yang tidak sedang dalam fase aktif persalinan. Pada kondisi maternal yang tidak stabil, maka persalinan sectio caesaria lebih disarankan.[7,16,17]
Perawatan di ICU
Perawatan di ICU perlu dipertimbangkan, baik sebelum atau setelah persalinan, pada pasien yang secara hemodinamik tidak stabil, misalnya pasien yang mengalami syok. Perawatan di NICU perlu dipertimbangkan jika bayi dilahirkan prematur atau terjadi gawat janin dan asidosis.
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri