Diagnosis Dismenore
Diagnosis dismenore atau dysmenorrhea merujuk pada gejala nyeri haid. Kondisi ini dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu dismenore primer yang tidak didasari kondisi patologis, serta dismenore sekunder yang didasari penyakit organik yang dapat diidentifikasi, seperti endometriosis. Pasien dengan dismenore sering tidak mencari pertolongan karena nyeri dianggap sebagai hal yang biasa terjadi seiring dengan haid normal.[11,12]
Anamnesis
Pada kasus dismenore, pasien datang dengan keluhan utama nyeri saat menstruasi. Nyeri dideskripsikan sebagai kram perut di area suprapubik yang berlangsung selama beberapa jam sebelum dan sesudah hari pertama menstruasi. Nyeri juga dapat dideskripsikan sebagai nyeri kolik di perut tengah bawah/suprapubik, atau nyeri tumpul di sisi perut yang menjalar ke punggung atau paha. Nyeri seringkali lebih berat dengan meningkatnya volume darah menstruasi dan dapat berlangsung selama 2–3 hari sejak menstruasi hari pertama.
Anamnesis meliputi onset nyeri haid dan di hari keberapa awitan nyeri timbul. Kualitas nyeri juga perlu ditanyakan, apakah mengganggu aktivitas atau tidak, serta durasi nyeri selama satu siklus menstruasi. Tanyakan pula hal yang memperparah dan memperingan nyeri, termasuk obat-obatan atau terapi apa yang pernah pasien lakukan. Tanyakan juga mengenai volume dan durasi menstruasi.[1,2,11,12]
Keluhan lain pada pasien dismenore dapat berupa nyeri punggung, diare, mual, nyeri kepala, demam, hingga pingsan. Riwayat penyakit ginekologi lain, riwayat keluarga, riwayat menarche, riwayat kehamilan, persalinan, dan keguguran juga perlu ditanyakan. Tanyakan kepada pasien metode kontrasepsi yang pernah dipakai dan durasi pemakaian.
Pasien juga perlu ditanyakan mengenai nyeri saat berhubungan seksual. Selain itu, anamnesis terkait penyebab infeksi menular seksual juga perlu ditanyakan. Adanya infeksi menular sekunder dapat mengarahkan kecurigaan diagnosis ke arah dismenore sekunder.
Bila pasien pernah menjalani terapi untuk mengatasi nyeri menstruasi, tanyakan bagaimana respon terhadap terapi tersebut. Lihat dan tanyakan juga apakah terdapat tanda-tanda depresi, cemas, atau gangguan psikologi lain.[1,2,11,12]
Tabel 1. Sistem Skoring Verbal Dismenore
Derajat | Pengaruh pada Aktivitas Harian | Nyeri | Penggunaan Analgesik |
0 | Tidak ada efek | Tidak nyeri | Tidak perlu |
1 | Jarang memengaruhi | Ringan | Jarang diperlukan |
2 | Mempengaruhi aktivitas harian, tetapi jarang menyebabkan tidak masuk sekolah atau bekerja | Sedang | Diperlukan dan memberi perbaikan gejala |
3 | Mengganggu aktivitas, disertai gejala vegetatif (nyeri kepala, fatigue, mual, diare) | Berat | Tidak memberi perbaikan gejala |
Sumber: dr. Utari Nur Alifah, 2021[22]
Kemungkinan Dismenore Sekunder
Dalam anamnesis, perlu digali mengenai kemungkinan adanya dismenore sekunder bila nyeri terjadi pada wanita yang usianya lebih tua (>25 tahun), atau bila terdapat keluhan disuria, dispareunia, diskezia, infertilitas, nodul, massa adneksa, dan nyeri tekan. Perdarahan menstruasi yang abnormal seperti menometrorrhagia, spotting, atau perdarahan yang ireguler juga dapat menjadi petunjuk untuk mencurigai adanya dismenore sekunder.
Dismenore sekunder juga dapat dicurigai bila dismenore berat terjadi segera setelah menarche atau dismenore yang mengalami perburukan progresif. Adanya tanda infertilitas, dan tidak memberikan respon pada terapi dengan analgesik, hormonal, maupun kombinasi keduanya, juga dapat mengarahkan kecurigaan ke dismenore sekunder. Selain itu, dismenore dengan riwayat keluarga endometriosis, anomali renal, maupun kelainan kongenital lainnya juga dapat dicurigai dismenore sekunder.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada dismenore primer biasanya normal. Pemeriksaan panggul dapat menyingkirkan adanya iregularitas uterus, nyeri pada cul de sac, serta ada tidaknya nodul.
Pemeriksaan panggul terdiri dari inspeksi genitalia eksterna, termasuk vagina, serviks, dan pemeriksaan bimanual dapat dipertimbangkan sesuai indikasi Pemeriksaan panggul umumnya tidak diperlukan pada remaja dan wanita dengan karakteristik yang mengarah ke dismenore primer. Pemeriksaan panggul diindikasikan pada remaja dan wanita yang sebelumnya telah aktif secara seksual dan bila penyebab sekunder dicurigai, atau pasien tidak berespon terhadap pengobatan.
Temuan pemeriksaan fisik yang mengindikasikan kemungkinan dismenore sekunder adalah adanya nyeri tekan, nodul, massa adneksa, atau massa pelvis.[1,2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dismenore adalah nyeri pelvis kronis. Selain itu, pada evaluasi pasien dengan dismenore, perlu dibedakan apakah nyeri haid disebabkan oleh dismenore primer atau penyebab organik lain, seperti endometriosis dan penyakit radang panggul.[1,2,11,12]
Nyeri Pelvis Kronis
Nyeri pelvis kronis dan dismenore memiliki gejala yang hampir sama, yaitu nyeri. Akan tetapi, keduanya dapat dibedakan berdasarkan durasi nyeri pada area pelvis. Durasi nyeri pelvis kronis adalah 6 bulan atau lebih dan dapat didefinisikan sebagai nyeri yang konstan, intermiten, siklik, atau asiklik.[5]
Dismenore Primer
Pada dismenore primer, pasien umumnya mengeluhkan nyeri atau kram suprapubik yang berulang, terjadi tepat sebelum atau selama menstruasi, dan berlangsung selama 2-3 hari.
Nyeri dapat menyebar ke punggung bawah dan paha, dan mungkin disertai mual, lelah, kembung, dan malaise. Temuan pemeriksaan panggul dengan pemeriksaan fisik yang biasanya normal. Pemeriksaan urine dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi dan kehamilan.[1,2,11,12]
Endometriosis
Pada endometriosis, nyeri berupa nyeri panggul siklik (bisa juga nonsiklik) dengan menstruasi. Nyeri bisa berhubungan dengan dispareunia, disuria, diskezia, dan subfertilitas. Temuan pemeriksaan rektovaginal dapat berupa uterus yang terfiksasi atau retroversi, atau mobilitas uterus yang berkurang, massa adneksa, dan nodul uterosakral.
Pemeriksaan penunjang dapat mencakup USG transvaginal atau pelvis untuk mendeteksi endometrioma ovarium dan usus, MRI untuk deteksi endometriosis yang menginfiltrasi, hingga laparoskopi dengan biopsi dan histologi.[1,2,11,12]
Penyakit Radang Panggul
Riwayat nyeri perut bagian bawah pada pasien yang aktif secara seksual perlu mengarahkan kecurigaan ke penyakit radang panggul. Temuan pemeriksaan panggul abnormal dapat berupa nyeri goyang serviks, nyeri tekan uterus, dan nyeri tekan adneksa.
Selain itu, bisa ditemukan sekret mukopurulen serviks atau vagina. Pemeriksaan mikroskopik salin dapat membantu menunjukkan organisme penyebab. Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis sesuai indikasi.[1,2,11,12]
Adenomyosis
Adenomyosis umumnya berhubungan dengan menoragia dan perdarahan intermenstruasi. Temuan pemeriksaan fisik mencakup rahim yang membesar dan lunak. USG transvaginal dan MRI jika perlu, biasanya mampu mendeteksi jaringan endometrium di dalam miometrium.[1,2,11,12]
Fibroid Uterus
Fibroid uterus ditandai dengan nyeri panggul siklik, menoragia, dan terkadang dispareunia, terutama pada fibroid anterior dan fundus. Fibroid uterus dapat dibedakan dengan massa lainnya melalui pemeriksaan penunjang seperti USG transvaginal. Pada gambaran USG transvaginal, fibroid uterus menandakan massa konsentrik, solid, yang hipoekoik.[1,2,11,12]
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik perlu dicurigai jika terdapat riwayat amenore, perdarahan uterus abnormal, nyeri perut bagian bawah yang tajam, dan kram pada sisi panggul yang terkena. Pasien bisa datang dengan komplikasi, misalnya hipotensi dan syok. Pemeriksaan kehamilan akan positif dan USG akan menunjukkan kantung kehamilan di luar rahim.[1,2,11,12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada dismenore dilakukan bila terdapat kecurigaan terkait penyebab organik (dismenore sekunder). Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya infeksi dan kehamilan, serta pemeriksaan radiologi seperti USG dan MRI untuk menilai adanya massa ataupun endometriosis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit infeksi menular seksual dapat membantu mengonfirmasi kecurigaan ke arah penyakit radang panggul, seperti gonore dan klamidia.
Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pemeriksaan urinalisis dapat membantu untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi saluran kemih. Bila diperlukan atau dicurigai adanya keganasan, pemeriksaan CA-125 dapat dilakukan.[1,2]
Pencitraan
Pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG dapat mengetahui adanya kelainan struktur, misalnya endometriosis, adenomyosis, fibroid uterus, dan kehamilan ektopik. USG dapat dilakukan transvaginal maupun abdomen.
Laparoskopi merupakan baku emas untuk mendiagnosis adanya endometriosis, penyakit radang panggul, dan adhesi pelvis. Tindakan laparoskopi sebaiknya dilakukan hanya bila kondisi patologis tersebut sangat dicurigai dan tidak terdeteksi dengan modalitas pencitraan lainnya.
Pemeriksaan histerosalpingografi dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan polip endometrium, leiomyoma, ataupun abnormalitas kongenital pada uterus. CT scan dapat dilakukan bila dicurigai adanya torsio ovarium, tetapi kondisi ini dapat pula diidentifikasi dengan USG dan gejala klinis. MRI lebih jarang dilakukan, tertapi dapat membantu diagnosis adenomiosis dan mioma submukosa.[1,2,11,12]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli