Patofisiologi Dismenore
Patofisiologi dismenore atau dysmenorrhea diduga berhubungan dengan sekresi prostaglandin F2a/PGF2α dan leukotriene. Nyeri pada dismenore sering dikaitkan dengan keadaan emosional atau psikologis pasien, tetapi belum ada bukti adekuat yang dapat mengonfirmasi anggapan ini.[2,4,5]
Dismenore Primer
Terdapat bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa dismenore primer berkaitan dengan peningkatan sekresi prostanoid pada jalur siklooksigenase. Prostanoid yang berperan dalam patofisiologi dismenore primer terutama adalah prostaglandin F2a/PGF2α.
Peningkatan prostaglandin di endometrium setelah penurunan progesteron di akhir fase luteal diduga berhubungan dengan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa dismenore primer muncul segera setelah menarche dan mengapa dismenore berespon baik terhadap penghambatan ovulasi.[1–5]
PGF2α dan PGE2 dalam Patofisiologi Dismenore
Pada dismenore primer, prostanoid yang banyak dihubungkan dengan dismenore adalah PGF2α dan PGE2. PGF2α merupakan stimulan myometrium poten dan vasokonstriktor pada endometrium bagian sekretorik.
Peningkatan kadar PGF2α diduga berhubungan dengan kontraksi uterus yang membatasi aliran darah dan vasokonstriksi pembuluh darah arkuata. Keadaan ini menghasilkan kondisi hipoksia yang menyebabkan akumulasi metabolit anaerob dan selanjutnya merangsang reseptor nyeri.
PGF2α juga menurunkan ambang persepsi nyeri dengan mensensitisasi reseptor saraf. Sementara itu, PGE2 memiliki mekanisme aksi ganda yang menyebabkan kontraksi atau relaksasi miometrium, serta penyempitan atau pelebaran pembuluh darah rahim.[1–4]
Dismenore Sekunder
Patofisiologi dismenore sekunder diduga juga berhubungan dengan peningkatan prostaglandin. Akan tetapi, sesuai definisinya, patologi organ pelvis, seperti endometriosis, yang mendasari akan memengaruhi mekanisme munculnya dan beratnya keluhan nyeri.
Mekanisme tersering dari patologi penyakit pelvis yang menyebabkan nyeri dismenore adalah gesekan permukaan peritoneum atau terlepasnya molekul inflamasi. Mekanisme patologi ini juga berkombinasi dengan perubahan fisiologis yang terjadi selama siklus haid.[1–5]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli