Penatalaksanaan Dismenore
Penatalaksanaan dismenore atau dysmenorrhea bertujuan untuk mengatasi nyeri dan etiologi dismenore sekunder. Modalitas penatalaksanaan meliputi terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi, dan tindakan bedah. Terapi farmakologi mencakup pemberian analgesik nonsteroid (OAINS) ataupun kontrasepsi hormonal. Terapi nonfarmakologi contohnya perubahan gaya hidup, akupuntur, dan terapi panas. Pada kasus dismenore sekunder, misalnya karena endometriosis, tata laksana dilakukan sesuai pedoman klinis penyakit dasar.[11,12]
Terapi Farmakologi
Terapi pilihan awal untuk dismenore adalah obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Hingga kini belum ada jenis OAINS tertentu yang terbukti lebih unggul untuk mengatasi nyeri pada pasien dismenore.
Pilihan terapi farmakologi lain untuk pasien dismenore adalah terapi hormonal (kontrasepsi). Meskipun bukti yang mendukung efikasi terapi hormonal (kontrasepsi) pada dismenore masih terbatas, obat kontrasepsi oral dapat dipertimbangkan pada pasien dengan dismenore primer atau endometriosis. Obat kontrasepsi tidak disarankan jika pasien ingin hamil.[11,12]
Terapi Nonhormonal
Secara umum, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) adalah pilihan pertama dalam mengatasi nyeri akibat dismenore. Pemilihan OAINS didasarkan pada respon dan tolerabilitas pasien karena belum ada bukti adekuat yang menunjukkan satu jenis OAINS lebih superior dibandingkan jenis lainnya dalam mengatasi dismenore. Pilihan OAINS mencakup:
Celecoxib 400 mg pada pemberian pertama, dilanjutkan 200 mg setiap 12 jam untuk pemberian selanjutnya
Ibuprofen 200–600 mg setiap 6 jam
Asam mefenamat 500 mg untuk pemberian pertama, dilanjutkan 250 mg setiap 6 jam
Naproxen 440–550 mg untuk pemberian pertama, dilanjutkan 220–275 mg setiap 12 jam[13]
Terapi Hormonal (Kontrasepsi)
Kontrasepsi hormonal oral, intravaginal, dan intrauterin telah direkomendasikan untuk pengelolaan dismenore primer, tetapi bukti yang mendukung efikasinya masih sangat terbatas. Uji klinis berkualitas tinggi yang menunjukkan perbaikan nyeri dengan penggunaan kontrasepsi oral masih belum tersedia, tetapi uji klinis dalam skala lebih kecil melaporkan efikasi hingga 80%. Jangan tawarkan terapi ini pada pasien yang ingin hamil.[13]
Sementara itu, pada kasus endometriosis, kontrasepsi oral kombinasi adalah pengobatan lini pertama untuk dismenore. Sebuah uji klinis dengan penyamaran ganda mendukung penggunaan kombinasi estrogen-progestin oral dalam pengobatan dismenore terkait endometriosis. Selain itu, ada pula studi yang menunjukan efikasi medroxyprogesterone, implan etonogestrel, dan levonorgestrel intrauterine untuk dismenore sekunder terkait endometriosis.
Terapi hormonal lainnya yang dapat dipertimbangkan pada kondisi ini adalah:
Levonorgestrel/etinil estradiol 0,15 mg/0,03 mg
Levonorgestrel/etinil estradiol 90 mcg/20 mcg
- Etonogestrel/etinil estradiol 0,12 mg/0,015 mg
Medroxyprogesterone 150 mg/mL injeksi[13]
Kombinasi Terapi Hormonal dan Nonhormonal
Jika setelah 2–3 siklus menstruasi terapi dengan OAINS dan kontrasepsi tidak efektif, lakukan pemeriksaan terkait kepatuhan terapi dan penyebab lain. Apabila diperlukan, pertimbangkan untuk mengombinasikan kedua golongan obat ini.[22]
Terapi Nonfarmakologi
Efikasi terapi nonfarmakologi untuk dismenore masih sangat terbatas dan inkonsisten. Terdapat bukti ilmiah skala kecil yang mengindikasikan efikasi terapi panas, tetapi belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk akupuntur, yoga, ataupun pijat. Perubahan pola hidup yang mencakup olahraga dan asupan asam lemak omega 3 juga diduga bermanfaat untuk dismenore berdasarkan uji klinis.[13]
Olahraga
Olahraga rutin dan gaya hidup yang lebih aktif dapat disarankan kepada pasien. Olahraga rutin berhubungan dengan berkurangnya nyeri saat menstruasi karena dismenore primer. Akan tetapi, mekanisme bagaimana olahraga rutin dapat mengurangi nyeri saat menstruasi masih belum diketahui.[2,12,14]
Terapi Panas
Terapi panas dengan plester penghangat yang diaplikasikan pada perut bagian bawah dilaporkan lebih unggul dibanding placebo dalam mengatasi nyeri. Efek ini dilaporkan meningkat jika digunakan bersama ibuprofen. Karena plester penghangat mudah diakses dan murah, maka penggunaan plester penghangat dapat dipertimbangkan dalam mengatasi rasa nyeri akibat dismenore primer.[12,18,26]
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) menggunakan elektroda untuk menstimulasi kulit yang bertujuan untuk mengurangi persepsi nyeri. Mekanisme aksi TENS dalam mengurangi nyeri adalah meningkatkan penghambatan endogen dan penekanan rangsangan pusat. TENS dapat menjadi alternatif pada pasien yang tidak menginginkan terapi farmakologi atau tidak memberikan respons dengan terapi farmakologi setelah 3–6 siklus haid.[12,15,24]
Akupuntur dan Akupresur
Stimulasi pada titik akupuntur dilaporkan dapat mengurangi nyeri menstruasi. Akan tetapi, efikasi dari modalitas ini masih kontroversial.[12,16]
Intervensi Perilaku
Intervensi perilaku yang digunakan pada dismenore, seperti latihan relaksasi, hipnoterapi, dan desensitisasi diduga dapat mengurangi intensitas nyeri saat menstruasi. Akan tetapi, bukti ilmiah yang ada masih belum adekuat.[12,17]
Vitamin dan Obat Herbal
Pada tinjauan sistematik terhadap 39 uji klinis yang melibatkan obat herbal dalam terapi dismenore primer, dengan total sampel 3.475 wanita. Berdasarkan hasil studi, efikasi dinyatakan masih inkonklusif karena metode penelitian yang masih berkualitas buruk.[23]
Terdapat pula uji klinis lain yang mengindikasikan potensi dari vitamin E, vitamin B1, B6, D3, dan ekstrak jahe. Akan tetapi, kualitas bukti terkait efikasi dan keamanan juga masih kurang baik, sehingga masih diperlukan studi lebih lanjut.[24]
Tindakan Bedah
Tindakan bedah digunakan pada dismenore sekunder sesuai indikasi. Laparoskopi dapat dipertimbangkan pada endometriosis yang merupakan penyebab tersering dismenore sekunder. Teknik yang dapat dipilih adalah laparoscopic uterine nerve ablation (LUNA) atau laparoscopic presacral neurectomy (PSN).
Apabila secara anatomi tampak normal dan tidak terdapat bukti adanya endometriosis pada MRI, beberapa pilihan tindakan bedah seperti histerektomi baik total atau subtotal dapat dilakukan, dengan mempertimbangkan usia dan kondisi klinis setiap pasien. Dalam pemilihan terapi, dokter perlu melibatkan pasien dan menyampaikan untung-rugi dari tindakan, termasuk aspek fertilitas.[5,12,19]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli