Epidemiologi Gangguan Disforik Pramensturasi
Menurut penelitian epidemiologi, gangguan disforik pramenstruasi atau premenstrual dysphoric disorder dialami oleh 3–8% wanita usia reproduktif. Gangguan ini merupakan bentuk berat dari premenstrual syndrome atau PMS. Prevalensi PMS adalah sekitar 30–40% pada wanita usia reproduktif.[10-12]
Global
Saat ini data mengenai gangguan disforik pramenstruasi (GDPM) masih cukup terbatas jika dibandingkan dengan data mengenai PMS. Kondisi GDPM diestimasi dialami oleh 3–8% wanita usia reproduktif. Namun, angka ini sangat bervariasi tergantung pada negara tempat studi dilakukan dan metode penelitian. Sebagai contoh, angka kejadian GDPM di Korea dilaporkan sebesar 2,4% dan angka kejadian di Bulgaria dilaporkan sebesar 3,3%, tetapi angka kejadian di Brazil dilaporkan mencapai hingga 17,6% dari populasi wanita usia reproduktif. Studi epidemiologi lebih lanjut masih diperlukan.[10,12]
Indonesia
Saat ini belum ada data epidemiologi yang spesifik tentang GDPM di Indonesia. Data yang tersedia adalah data mengenai PMS, yang dilaporkan terjadi pada sekitar 40% wanita berusia 13–50 tahun di Indonesia.[13,14]
Mortalitas
Gangguan dismorfik pramenstruasi umumnya tidak menyebabkan mortalitas secara langsung. Namun, pasien dapat mengalami gangguan yang serius dalam hubungan interpersonal, pendidikan, dan pekerjaan. Hal ini mungkin dapat menyebabkan atau memperparah depresi dan meningkatkan risiko bunuh diri. GDPM dilaporkan lebih sering ditemukan pada orang yang melakukan percobaan bunuh diri daripada orang yang tidak.[19]