Patofisiologi Perdarahan Uterus Abnormal
Patofisiologi utama dari perdarahan uterus abnormal adalah absennya stimulasi endometrium siklik yang timbul dari siklus ovulasi pada wanita tidak hamil (nonpregnant). Hal tersebut menyebabkan pasien memiliki kadar estrogen non-siklus yang konstan yang menstimulasi proliferasi endometrium. Proliferasi endometrium yang tanpa disertai peluruhan endometrium secara periodik menyebabkan endometrium memiliki suplai darah yang berlebihan.[3,8,10,11]
Ketika jaringan endometrium mengalami peluruhan, resolusi endometrium selanjutnya menjadi ireguler dan disinkronisasi. Stimulasi kronis oleh kadar estrogen yang rendah akan mengakibatkan perdarahan uterus abnormal dengan episode perdarahan ringan dengan frekuensi jarang terjadi. Stimulasi kronis dari kadar estrogen yang lebih tinggi akan menyebabkan episode perdarahan berat dengan frekuensi sering.[8,10,11]
Fisiologi Menstruasi
Menstruasi merupakan keadaan fisiologis yang ditandai dengan terjadinya perdarahan pada uterus akibat peluruhan lapisan endometrium secara berkala. Siklus menstruasi disebabkan oleh fluktuasi hormon, terutama estrogen dan progesteron, pada tubuh wanita yang mempengaruhi endometrium.[12,13]
Parameter normal siklus menstruasi meliputi frekuensi siklus yang berkisar antara 24-38 hari dengan regular panjang siklus menstruasi ≤ 7-9 hari. Panjang siklus adalah jumlah hari pertama ke hari berikutnya, dengan perbedaan antara siklus terpendek ke siklus terpanjang tidak lebih dari 7-9 hari. Durasi menstruasi dalam satu periode menstruasi ≤ 8 hari. Normal volume darah yang keluar saat haid mencapai 20–60 ml.[5,10,12]
Fase Menstruasi
Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Terdapat dua fase pada siklus ovarium yaitu fase folikular dan fase luteal. Pada fase folikular, siklus diawali dengan siklus menstruasi melalui peluruhan endometrium. Follicle - stimulating hormone (FSH) merangsang pertumbuhan folikel primordial dalam ovarium yang terus berkembang untuk sintesis dan sekresi estrogen. Fase luteal menstimulasi ovulasi dari oosit yang matang dan dalam fase ini korpus luteum berperan untuk sekresi estrogen dalam jumlah kecil, sementara itu jumlah progesteron semakin meningkat.
Siklus endometrium dimulai dengan fase proliferasi yang terjadi setelah menstruasi. Peningkatan kadar estrogen akan menstimulasi proliferasi stroma endometrium. Fase sekresi yang terjadi pada siklus endometrium mempengaruhi besar ukuran kelenjar serta bentuk vaskularisasi pada endometrium. Akhir dari siklus endometrium adalah siklus menstruasi yang ditandai dengan fase menstruasi, penurunan kadar estrogen dan progesterone serta iskemik pada arteriola akan menyebabkan terjadinya menstruasi.[12,13]
Gangguan Aksis Hipotalamus – Hipofisis – Ovarium
Aksis hipotalamus – hipofisis – ovarium berperan dalam regulasi profil hormon pengatur siklus menstruasi. Gangguan pada aksis ini menyebabkan terjadinya perdarahan uterus abnormal, terutama pada siklus anovulasi. Ketika ovulasi tidak terjadi, maka progesterone yang berfungsi untuk menstabilkan endometrium tidak diproduksi. Hal tersebut menyebabkan proliferasi endometrium tetap berlangsung namun dengan struktur yang rapuh.
Perubahan konsentrasi prostaglandin, peningkatan respon endometrium terhadap vasodilatasi, serta perubahan struktur vaskular endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan uterus abnormal pada siklus anovulasi. Stimulasi berlebihan dari estrogen berperan dalam penebalan dan peluruhan jaringan endometrium yang terjadi secara tidak bersamaan sehingga siklus perdarahan menjadi ireguler.[3,8,11]
Abnormalitas Hemostasis dan Vasokonstriksi Lokal
Abnormalitas dari kontrol hemostasis dan vasokonstriksi lokal seperti prostaglandin, endotelin, fungsi trombosit, vascular endothelial growth factor (VEGF), dan matrix metalloproteinases (MMPs) dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal pada siklus ovulasi. Berbagai zat tersebut berfungsi dalam mekanisme kontrol volume perdarahan saat pelepasan jaringan endometrium pada uterus.[2,8,11,14]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani