Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Abnormal
Penatalaksanaan definitif untuk perdarahan uterus abnormal disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya, mulai dari perubahan gaya hidup sederhana hingga histerektomi sesuai indikasi. Terapi nonmedikamentosa, terapi medikamentosa, dan terapi operatif disesuaikan dengan usia pasien, paritas, etiologi perdarahan, morbiditas yang menyertai, fertilitas, dampak pada kualitas hidup, dan preferensi pasien.[1,6,7,19]
Terapi Inisial
Triase awal pasien dengan perdarahan uterus abnormal mencakup penilaian stabilitas hemodinamik dan status kehamilan. Pasien yang tidak stabil memerlukan rujukan ke unit gawat darurat untuk stabilisasi dan rawat inap sebelum melanjutkan dengan evaluasi tambahan. Sementara itu, pasien yang stabil dapat dievaluasi lebih lanjut dalam pengaturan rawat jalan.
Pemeriksaan kehamilan urine pada remaja pada wanita usia subur yang datang dengan perdarahan vagina yang tidak dapat dijelaskan merupakan komponen penting dalam evaluasi awal. Pasien mungkin tidak mau mengungkapkan aktivitas seksual karena berbagai alasan, sehingga pemeriksaan sebaiknya tetap dilakukan terlepas dari riwayat seksual yang diakui pasien. Kehamilan dan masalah terkait kehamilan adalah penyebab umum perdarahan rahim.[32]
Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi ditujukan untuk pasien dengan perdarahan uterus abnormal yang ringan. Pasien disarankan untuk memantau siklus menstruasi menggunakan kalender maupun aplikasi digital kalender siklus menstruasi. Olahraga teratur harus direkomendasikan, karena indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi atau obesitas lebih sering dikaitkan dengan perdarahan uterus abnormal. Diet yang sehat dapat mengurangi risiko anemia serta dapat meningkatkan produksi energi dan memperbaiki kualitas hidup.[3,6,7]
Terapi Farmakologi
Hingga saat ini belum terdapat konsensus yang jelas terkait rejimen yang paling efektif menangani perdarahan uterus abnormal. Pil kontrasepsi oral digunakan untuk pengaturan siklus dan kontrasepsi. Pada pasien dengan siklus tidak teratur akibat anovulasi kronis atau oligoovulasi, pil kontrasepsi dapat membantu mencegah risiko yang terkait dengan stimulasi estrogen berkepanjangan pada endometrium. Jika terapi medis gagal atau dikontraindikasikan, intervensi bedah perlu dipertimbangkan. Histerektomi disarankan jika penyebab adalah adenokarsinoma atau spesimen biopsi mengandung sel atipikal.[3,5-8,15]
Estrogen
Estrogen efektif dalam mengontrol perdarahan uterus abnormal akut dan perdarahan menstruasi berat. Estrogen bekerja dengan menginduksi formasi reseptor progesterone serta mengatur aksi vasospastik pada kapiler dengan mempengaruhi kadar fibrinogen dan faktor koagulasi.
Terapi estrogen dengan sediaan oral yaitu estrogen konjugasi dosis 1,25 mg atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal. Setelah perdarahan berhenti, terapi selanjutnya dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi.
Terapi estrogen bertujuan untuk mengontrol perdarahan akut dan tidak dapat mengobati penyebab yang mendasari. Efek samping pada terapi estrogen adalah mual dan muntah.[3,5-8,15]
Progesteron
Progestin dapat menjadi pilihan pada pasien dengan perdarahan ringan-sedang anovulasi. Progestin juga dapat diberikan pada perdarahan uterus abnormal kronis yang memerlukan paparan progesteron secara episodik maupun terus menerus. Pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terhadap progestin dapat diberikan kontrasepsi oral pil progestin. Manfaat dari pemberian progestin adalah penurunan volume kehilangan darah, mereduksi dismenore, penurunan kadar hormon androgen serta profilaksis kanker ovarium.
Pada pasien dengan kontraindikasi pil, progesteron siklik dapat diberikan selama 12 hari/ bulan menggunakan medroxyprogesterone acetate 10 mg/hari atau norethindrone acetate 2,5-5 mg/hari. Progesteron alami siklik (200 mg/hari) dapat digunakan pada wanita yang rentan terhadap kehamilan.
Pada beberapa pasien yang tidak dapat mentoleransi progestin maupun progesteron sistemik atau mereka yang memiliki kontraindikasi terhadap agen yang mengandung estrogen, intrauterine device (IUD) yang mensekresi progestin dapat dipertimbangkan untuk mengontrol endometrium melalui pelepasan levonorgestrel secara lokal dan menghindari peningkatan kadar levonorgestrel secara sistemik.[3,5-8,15]
Kombinasi Estrogen-Progestin
Kombinasi estrogen-progestin tersedia dalam bentuk pil kontrasepsi dan dapat mengatasi perdarahan uterus abnormal akut. Pil kombinasi juga efektif untuk terapi jangka panjang perdarahan uterus abnormal. Dosis pemberian pil kombinasi estrogen-progestin dimulai dengan 1 tablet 2 kali sehari selama 5-7 hari; dilanjutkan 1 tablet sekali sehari selama 3-6 siklus.[3,5-8,15]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja dengan menghambat siklooksigenase dan berperan sebagai enzim katalisis yang berkontribusi terhadap transformasi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Studi menunjukkan bahwa peningkatan inflamasi di endometrium memiliki korelasi dengan peningkatan volume darah yang keluar selama menstruasi. OAINS diharapkan dapat membatasi produksi mediator inflamasi. OAINS dapat digunakan sebagai terapi tunggal maupun terapi tambahan untuk terapi hormonal.
Asam mefenamat dapat diberikan pada perdarahan uterus abnormal dengan dosis 250-500 mg diberikan 2-4 kali sehari. Penelitian juga telah menunjukkan efektivitas asam mefenamat dalam mengurangi volume perdarahan pada perdarahan uterus abnormal sebesar 25% hingga 50%, dan memiliki manfaat dalam mereduksi gejala dismenore.[3,5-8,15]
Antifibrinolitik
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan peningkatan volume dan aliran darah saat menstruasi memiliki aktivitas sistem fibrinolitik yang tinggi selama menstruasi. Degradasi fibrin terjadi secara cepat sehingga tidak terbentuk fibrin yang berfungsi untuk menahan perdarahan.
Antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, bekerja untuk mengurangi fibrinolisis serta mengurangi perdarahan hingga 50%. Asam traneksamat dapat diberikan pada pasien perdarahan uterus abnormal dengan dosis 500 mg 3 kali sehari selama 5 hari. Rekomendasi dosis asam traneksamat dari US Food and Drug Administration (FDA) untuk perdarahan menstruasi berat adalah 1,3 g, diberikan 3 kali sehari dengan pemberian selama 5 hari.[5,8,27]
Penatalaksanaan Defisiensi Besi
Pasien dengan perdarahan uterus abnormal berisiko mengalami anemia defisiensi besi dan harus dipantau dan diobati sesuai indikasi. Bagi mereka dengan perdarahan ringan atau sedang dan anemia asimtomatik ringan (misalnya, hemoglobin 10-12 g/dL), suplementasi zat besi dengan unsur besi 60 mg per hari dianjurkan.
Bagi mereka dengan perdarahan uterus anovulatorik yang berat, suplementasi zat besi harus dimulai segera setelah pasien stabil dan dapat minum pil per oral. Tergantung pada tingkat keparahan kekurangan zat besi, dianjurkan 60 mg zat besi sekali atau dua kali sehari.[32,33]
Pembedahan
Sebagian besar kasus perdarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan medikamentosa. Terapi operatif ditujukan untuk perdarahan uterus abnormal dengan penyebab nonstruktural atau bila terapi dengan medikamentosa tidak berhasil. Pendarahan menstruasi yang berat karena lesi struktural, seperti leiomioma dan adenomiosis, biasanya merupakan indikasi utama untuk pembedahan. Terapi bedah pada perdarahan uterus abnormal meliputi dilatasi dan kuretase, histerektomi, serta ablasi endometrium.[3,8,11,32]
Dilatasi dan Kuretase
Dilatasi dan kuretase merupakan terapi yang ditujukan pada pasien yang gagal dalam merespon terapi hormonal. Dilatasi dan kuretase lebih dapat dijadikan terapi diagnostik pada perdarahan uterus abnormal karena memiliki efikasi yang rendah dalam mengobati perdarahan uterus abnormal.[3,11]
Histerektomi
Histerektomi merupakan prosedur pengangkatan uterus yang bersifat kuratif. Histerektomi dapat dilakukan pada pasien yang gagal merespon terapi hormonal, pasien dengan anemia simptomatik, pasien yang mengalami perburukan kualitas hidup akibat perdarahan uterus abnormal, atau jika semua alternatif terapi gagal dan pasien tidak menginginkan keturunan.
Tindakan histerektomi dikaitkan dengan durasi operasi dan periode pemulihan yang lebih lama, serta risiko komplikasi pasca operasi yang lebih tinggi. Namun, tindakan histerektomi menawarkan hasil terapi yang definitif.[3,8,18,28]
Ablasi Endometrium
Ablasi endometrium merupakan tindakan mendestruksi lapisan basal endometrium sehingga mencegah regenerasi endometrium. Ablasi endometrium merupakan tindakan alternatif untuk pasien yang menghindari histerektomi maupun pasien yang bukan merupakan kandidat pembedahan mayor.[3,8,18]
Terdapat beberapa metode ablasi endometrium seperti laser, vaporization, balon termal, cryoablation, microwave ablation, dan bipolar radiofrequency. Semua metode ablasi endometrium memiliki keberhasilan yang relatif sama dan mengarah kepada kemajuan keadaan klinis pasien serta kondisi amenore yang dapat terjadi pada sekitar 40-50% pasien.[3,8,29]
Prosedur ablasi endometrium memiliki waktu pemulihan yang lebih singkat. Pada beberapa pasien, tindakan ini dapat dilakukan secara berulang. Pada kasus lainnya, pasien mungkin tetap memerlukan histerektomi.[8,18,29]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani