Diagnosis Ruptur Perineum
Diagnosis ruptur perineum dilakukan dengan pemeriksaan perineum yang teliti setiap selesai persalinan untuk mencari adanya robekan pada perineum. Anamnesis pada ibu biasanya tidak terlalu berguna karena ibu pasti merasakan sakit pasca melahirkan dan tidak dapat membedakan nyeri yang disebabkan oleh laserasi. Pemeriksaan fisik bisa mencakup pemeriksaan colok dubur.[7]
Anamnesis
Keluhan ibu biasanya tidak terlalu bermanfaat dalam penegakkan diagnosis ruptur perineum. Hal ini dikarenakan keluhan seperti nyeri dan lemas pasca melahirkan tidak bisa dibedakan apakah disebabkan oleh robekan perineum atau proses persalinan.[7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teliti setelah persalinan selesai dengan tujuan mencari robekan pada perineum. Selain itu, untuk memastikan ada tidaknya perluasan robekan hingga daerah anal, lakukan pemeriksaan colok dubur. Hal ini dilakukan untuk memastikan patensi sfingter ani dan merasakan bila ada laserasi di bagian anus.[7,13]
Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat:
- Derajat 1: laserasi hanya pada mukosa vagina dan kulit perineum
- Derajat 2: laserasi melibatkan otot-otot perineum
- Derajat 3A: laserasi pada <50% otot sfingter ani eksterna
- Derajat 3B: laserasi pada >50% otot sfingter ani eksterna
- Derajat 3C: laserasi pada otot sfingter ani eksterna dan interna
- Derajat 4: laserasi mencapai jaringan epitel anus, robekan menembus dari epitel vagina hingga epitel anus[3,5,16]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding bisa berupa semua perdarahan yang terjadi segera setelah lahirnya bayi, misalnya robekan serviks dan robekan vulvovaginal. Bila pemeriksaan perineum tidak menemukan robekan tetapi ada perdarahan, pertimbangkan robekan serviks atau vulvovaginal.[1,5,6,17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan dalam diagnosis ruptur perineum karena diagnosis bisa ditegakkan secara klinis. Namun, ada literatur yang menyatakan bahwa ultrasonografi (USG) endoanal bermanfaat dalam diagnosis ruptur perineum. USG endoanal dapat mengidentifikasi robekan kecil. Namun, kekurangan metode ini adalah peningkatan nyeri perineum pada 3 bulan pasca persalinan.[1,5]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra