Diagnosis Konjungtivitis Neonatal
Diagnosis konjungtivitis neonatal atau ophthalmia neonatorum perlu dicurigai pada bayi baru lahir yang mengalami mata merah, bengkak, dan mengeluarkan sekret. Konjungtivitis akibat gonorrhea perlu diwaspadai jika tanda peradangan sangat berat dan sekret purulen banyak. Pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan Gram perlu dilakukan pada bayi yang dicurigai mengalami konjungtivitis gonorrhea atau klamidia.
Anamnesis
Konjungtivitis neonatal biasanya ditandai dengan mata merah, bengkak, dan keluar sekret pada bayi baru lahir. Onset gejala akan berbeda tergantung dari etiologi. Pada konjungtivitis kimiawi, gejala biasanya muncul 24 jam pasca kelahiran. Konjungtivitis gonorrhea biasanya muncul 2-7 hari setelah kelahiran. Konjungtivitis akibat klamidia biasanya terjadi dalam 5-14 hari setelah persalinan. Sementara itu, konjungtivitis akibat virus herpes simpleks terjadi 1 hingga 2 minggu pasca kelahiran.
Selain gejala pada neonatus, dokter perlu melakukan anamnesis pada ibu. Evaluasi adanya risiko infeksi jalan lahir pada ibu, termasuk riwayat seksual dan pengobatan penyakit menular seksual. Tanyakan juga mengenai penyulit yang dialami selama kehamilan dan persalinan.[4,5]
Konjungtivitis Neonatal Klamidia
Konjungtivitis neonatal akibat klamidia bisa menunjukkan gejala mulai dari konjungtivitis ringan dengan sekret mukopurulen minimal, hingga edema kelopak mata berat dengan drainase banyak dan pembentukan pseudomembran. Pada neonatus, folikel jarang ada di konjungtiva seperti yang biasa ditemukan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa.[4-6]
Konjungtivitis Neonatal Gonorrhea
Konjungtivitis neonatal akibat gonorrhea menyebabkan konjungtivitis purulen akut, edema kelopak mata yang berat, diikuti dengan kemosis dan eksudat purulen yang banyak. Jika tidak dilakukan terapi atau terlambat diidentifikasi, ulserasi kornea dan kebutaan dapat terjadi.[4-6]
Konjungtivitis Neonatal Terkait Penyebab Lain
Konjungtivitis neonatal kimiawi biasanya berkaitan dengan pemberian perak nitrat, tetapi jenis konjungtivitis ini sekarang sudah jarang karena perak nitrat sudah digantikan oleh erythromycin dan tetracycline.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri lain memiliki onset yang bervariasi, mulai dari 4 hari hingga beberapa minggu setelah lahir. Sementara itu, keratokonjungtivitis herpes dapat terjadi sebagai infeksi tunggal atau disertai dengan infeksi sistem saraf pusat atau diseminata.[4-6]
Pemeriksaan Fisik
Beberapa temuan pemeriksaan fisik umum dari konjungtivitis neonatal adalah injeksi konjungtiva, peningkatan produksi air mata, munculnya sekret mukopurulen atau non-purulen, adanya kemosis, serta edema palpebra.[4-6]
Konjungtivitis Neonatal Klamidia
Temuan klinis konjungtivitis klamidia bervariasi, mulai dari hiperemia ringan dengan sedikit sekret mukoid hingga pembengkakan kelopak mata, kemosis, dan pembentukan pseudomembran.
Kebutaan dapat terjadi tetapi lebih jarang dan berkembang lebih lambat dibandingkan konjungtivitis gonorrhea. Pada infeksi Chlamydia trachomatis, kebutaan umumnya bukan karena keterlibatan kornea seperti pada konjungtivitis gonorrhea. Kebutaan biasanya terjadi akibat jaringan parut kelopak mata dan pannus kornea yang berkembang menjadi kekeruhan kornea sentral.
Berbeda dengan anak yang lebih besar dan orang dewasa, konjungtivitis akibat klamidia pada neonatal tidak menyebabkan reaksi folikel karena bayi baru lahir tidak memiliki jaringan limfoid di konjungtiva.[4-6]
Konjungtivitis Neonatal Gonorrhea
Meskipun insidensi konjungtivitis neonatal gonorrhea <1%, penyakit ini masih menjadi penyebab kebutaan signifikan pada anak. Oleh sebab itu, deteksi dan terapi dini sangatlah penting.
Secara garis besar, manifestasi klinis konjungtivitis gonorrhea pada neonatus cenderung lebih berat dibandingkan patogen lain. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan konjungtivitis purulen bilateral yang parah, keterlibatan kornea, edema epitel difus, ulserasi limbus, kekeruhan difus, hingga perforasi kornea dan endoftalmitis.[4-6]
Konjungtivitis Neonatal Terkait Penyebab Lain
Pada pemeriksaan konjungtivitis neonatal terkait herpes simpleks, dapat terlihat edema palpebra unilateral atau bilateral, injeksi konjungtiva, serta sekret serosanguinosa atau nonpurulen. Beberapa pemeriksaan fisik lain yang dapat ditemukan adalah adanya vesikel di sekitar permukaan okular, geographic ulcers, serta adanya keterlibatan epitel kornea disertai lesi mikrodendritik.
Berbagai bakteri Gram positif dan Gram negatif juga dapat menyebabkan konjungtivitis neonatal. Temuan klinis klasik mencakup edema palpebra, injeksi konjungtiva, kemosis, dan discharge.
Pada kondisi yang jarang, konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh Pseudomonas yang dapat berkembang cepat menjadi ulserasi dan perforasi kornea. Jika tidak diobati, keratitis Pseudomonas dapat menyebabkan endoftalmitis dan kematian.[4-6]
Diagnosis Banding
Diagnosis konjungtivitis neonatal biasanya cukup jelas. Pada kasus yang atipikal, perlu dipikirkan diagnosis banding seperti obstruksi duktus nasolakrimal, selulitis orbital, dan glaukoma kongenital.
Obstruksi Duktus Nasolakrimal
Obstruksi duktus nasolakrimal adalah gangguan sistem lakrimal yang dialami sekitar 6-20% bayi baru lahir. Kondisi ini biasanya muncul pada minggu atau bulan pertama kehidupan. Temuan klinis meliputi edema dan eritema dengan distensi kantung lakrimal di bawah tendon canthal medial. Pasien juga bisa mengalami konjungtiva merah seperti pada konjungtivitis. Pemeriksaan drainase air mata dengan fluoresensi dapat membantu mengidentifikasi adanya obstruksi.[8]
Selulitis Orbital
Pada neonatus selulitis orbital biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari sinus atau palpebra. Temuan klinis bisa menyerupai konjungtivitis, yakni pembengkakan progresif cepat dan kemerahan pada kelopak mata. Selulitis orbital biasanya juga disertai demam dan gejala sistemik infeksi lainnya. Pemeriksaan dengan CT Scan dapat membantu mengonfirmasi diagnosis dan menemukan asal infeksi.[9]
Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma pada anak usia di bawah 3 tahun akibat adanya obstruksi yang mencegah drainase aqueous humor yang memadai. Ini bisa disebabkan oleh perkembangan abnormal dari trabecular meshwork (TM) dan sudut bilik anterior. Pasien biasanya mengalami pembesaran bola mata (buphthalmos), edema, dan kekeruhan kornea dengan pecahnya membran Descemet (striae Haab). Berbeda dengan glaukoma kongenital, pada konjungtivitis tidak ada peningkatan tekanan intraokular.[10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sesuai kecurigaan diagnosis. Ini bisa mencakup pewarnaan Gram, nucleic acid amplification tests, direct immunofluorescence, enzyme-linked immunosorbent assay, dan pewarnaan Giemsa.
Kerokan Konjungtiva
Pemeriksaan kerokan konjungtiva menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa dapat dilakukan jika ada kecurigaan terhadap infeksi klamidia. Dalam pengambilan spesimen, harus didapatkan jaringan epitel konjungtiva, karena Chlamydia trachomatis adalah organisme intraselular obligat sehingga pengambilan eksudat tidak dapat membantu menegakkan diagnosis.[4-6]
Kultur
Kultur pada agar coklat atau media Thayer – Martin dapat dilakukan jika dicurigai infeksi Neisseria Gonorrhoeae. Untuk bakteri lain, bisa dilakukan kultur pada media agar darah.[4-6]
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Kerokan konjungtiva dapat diperiksa dengan PCR untuk mengidentifikasi infeksi gonorrhea atau klamidia. PCR juga bermanfaat untuk diagnosis virus herpes simpleks.[4-6]
Nucleic Acid Amplification Test
Nucleic acid amplification tests (NAAT) dapat dilakukan untuk deteksi gonorrhea dan klamidia. Pemeriksaan ini telah dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur untuk diagnosis infeksi gonorrhea dan klamidia.[6]
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan Bedson bodies dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat dipakai untuk identifikasi klamidia. Pada pemeriksaan Bedson bodies, dapat terlihat pewarna klamidia berpendar berwarna kuning.[4-6]