Diagnosis Sindrom Kompartemen Orbita
Diagnosis sindrom kompartemen orbita dapat ditegakkan berdasarkan trias klinis yang khas, yaitu penurunan visus, adanya relative afferent pupillary defect atau RAPD, dan peningkatan tekanan intraokular atau TIO. Pada sindrom kompartemen orbita, kenaikan tekanan intraorbita ditunjukkan dengan kenaikan TIO yang bukan karena glaukoma.[2]
Sindrom kompartemen orbita sering terjadi bersamaan dengan trauma kepala dan leher atau trauma iatrogenik. Kegawatdaruratan yang berhubungan dengan trauma kepala dan leher, termasuk instabilitas hemodinamik, perlu ditangani secara simultan dengan sindrom kompartemen orbita.[2,4]
Anamnesis
Anamnesis diawali dengan gejala-gejala sindrom kompartemen orbita, yaitu penglihatan ganda (diplopia), penurunan penglihatan, dan nyeri pada mata. Tanyakan juga etiologi yang dicurigai sebagai penyebab, misalnya operasi area orbita, bedah saraf, trauma mata, maupun trauma kepala-leher. Pada etiologi trauma, tanyakan juga onset dan mekanisme trauma, ada tidaknya penurunan kesadaran terkait trauma, serta gangguan orientasi.[2–4,6]
Anamnesis juga meliputi riwayat operasi dan tindakan pada area orbita. Selain operasi mata, operasi kraniofasial, seperti operasi sinus dan bedah saraf juga perlu ditanyakan. Pasien juga harus ditanya mengenai riwayat gangguan perdarahan serta penggunaan obat-obatan antikoagulan rutin, seperti warfarin.[4]
Adanya riwayat gangguan vaskular, malformasi pada pembuluh darah, dan keganasan stadium lanjut juga perlu digali karena dapat menjadi penyebab timbulnya perdarahan retrobulbar.[4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sindrom kompartemen orbita diutamakan untuk identifikasi instabilitas hemodinamik dan identifikasi gejala khas sindrom kompartemen orbita, yaitu penurunan visus, adanya RAPD atau pupil Marcus Gunn, dan peningkatan TIO. Proptosis, retraksi kelopak mata, dan gangguan pergerakan bola mata juga dapat ditemukan pada mata yang mengalami sindrom kompartemen orbita.[2–4,6]
Gambaran RAPD diidentifikasi lewat pemeriksaan pupil dengan penlight, di mana pupil sisi mata yang defek tetap dilatasi saat disinari penlight. Selanjutnya, pada pemeriksaan swing light test, kedua pupil tetap dilatasi. Adanya RAPD menandakan gangguan pada jaras aferen pupil. Karena adanya iskemia saraf optik pada sindrom kompartemen orbita, gambaran RAPD dapat ditemukan.[2,10]
Tanda lainnya yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien dengan sindrom kompartemen orbita adalah edema periorbita, ekimosis, perdarahan subkonjungtiva dan nyeri tekan pada palpasi okular.[3,4,6]
Pemeriksaan fisik juga harus mengidentifikasi adanya ruptur bola mata, terutama pada kondisi trauma. Gambaran yang dapat ditemukan pada ruptur bola mata adalah laserasi bola mata, enoftalmos maupun protrusi isi intraokular, kamera okuli anterior dangkal, dan perubahan pada bentuk pupil. Selain itu, jaringan uvea yang terekspos keluar dan gambaran Seidel test positif juga dapat menjadi penanda ruptur bola mata.[6]
Pada pemeriksaan dengan oftalmoskop, dokter bisa menemukan edema diskus optikus dan/atau retina, atrofi optik, dan red cherry macula. Selanjutnya, pada pemeriksaan pembuluh darah retina, dokter dapat menemukan dilatasi vena retina dan dilatasi diikuti konstriksi arteri retina sentral yang ritmik (pulsasi arteri retina sentral).[3,4,6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk sindrom kompartemen orbita meliputi kondisi klinis yang dapat menyebabkan gangguan visus mendadak maupun proptosis yang sifatnya akut atau subakut. Beberapa kondisi tersebut adalah selulitis orbita dan thyroid eye disease (TED).[5]
Selulitis Orbita
Selulitis orbita adalah infeksi jaringan sekitar bola mata di dalam ruang orbita, yaitu otot dan lemak. Pasien dapat datang dengan nyeri orbita, oftalmoplegia, gangguan gerakan mata, proptosis, serta edema dengan/tanpa eritema. Selulitis orbita dapat dibedakan secara klinis dengan sindrom kompartemen orbita dari pemeriksaan tekanan intraokular dan gangguan visus.[2,11]
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa selulitis orbita yang sudah menghasilkan abses intraorbita dapat memberikan gambaran sindrom kompartemen orbita. Pada kondisi ini, drainase abses diperlukan untuk mempertahankan visus.[2,11]
Thyroid Eye Disease
Thyroid eye disease (TED) dapat muncul dengan kondisi proptosis dan rasa tidak nyaman pada mata. Pasien juga dapat mengalami gangguan visus dan diplopia. Pasien dengan TED memiliki gejala klasik lagophthalmos dan tanda patognomonik lateral flare. Lateral flare adalah gambaran setengah lateral mata seolah melebar ke atas dan lateral. Hal ini yang membedakannya dengan sindrom kompartemen orbita.[2,12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dipertimbangkan bila gambaran klinis sindrom kompartemen orbita belum jelas dan penurunan visus tidak didapatkan. Namun, bila diagnosis sudah jelas, pemeriksaan penunjang tidak wajib dilakukan sebelum dekompresi orbita karena akan menunda tata laksana dan memperburuk outcome. Pemeriksaan penunjang yang dapat dipertimbangkan pada kondisi ini adalah CT scan kepala dan MRI otak.[2,4]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk sindrom kompartemen orbita pada awal pasien datang dapat dilakukan hanya bila gambaran klinis belum jelas dan belum ada penurunan visus untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang disarankan adalah CT scan kepala untuk identifikasi area intraorbita dan kemungkinan lesi intrakranial lain. Pemeriksaan radiologi lebih lanjut dapat dipertimbangkan pascaterapi saat follow up.[3,4]
CT Scan Kepala:
Pemeriksaan CT scan kepala pada kasus sindrom kompartemen orbita dilakukan untuk melihat ada tidaknya hematoma retrobulbar, benda asing, emfisema, lesi, atau massa yang menyebabkan peningkatan volume intraorbita.[4]
Pada sindrom kompartemen orbita, gambaran “globe tenting” pada CT scan kepala bisa ditemukan. Gambaran ini muncul karena bola mata mengalami dislokasi ke anterior, sehingga saraf optik terkesan menarik bagian belakang bola mata dan menunjukkan gambaran seperti kemah (“tenting”) pada bagian posterior bola mata. Bila sudut “tenda” yang terbentuk <120°, biasanya gambaran klinis proptosis akan sangat jelas dan risiko kehilangan penglihatan lebih tinggi.[4]
MRI:
Pemeriksaan MRI tidak selalu diperlukan pada kasus sindrom kompartemen orbita. Akan tetapi, pada kondisi di mana ada kecurigaan lesi vaskular sebagai etiologi, pemeriksaan magnetic resonance angiography dan venography dapat dipertimbangkan untuk identifikasi kelainan pembuluh darah. Hindari pemeriksaan MRI apabila dicurigai ada benda asing berbahan metal.[4,5]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada sindrom kompartemen orbita yang sering kali memiliki makna klinis adalah profil koagulasi, seperti aPTT (activated partial thromboplastin time) maupun PT (prothrombin time) pada pasien yang dicurigai mengalami koagulopati atau mengonsumsi antikoagulan tertentu.
Selain itu, pemeriksaan lain seperti faktor pembekuan darah dan pemeriksaan darah lengkap mungkin diperlukan pada kecurigaan penyakit yang melibatkan sel-sel darah, seperti anemia berat, leukemia, dan hemofilia.[5]