Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen Orbita
Penatalaksanaan sindrom kompartemen orbita adalah operasi dekompresi emergensi orbita, yaitu dengan teknik kantotomi lateral dan kantolisis. Karena sindrom kompartemen orbita merupakan kegawatdaruratan yang vision threatening, penegakan diagnosis harus dilakukan dengan cepat dan tata laksana tidak boleh ditunda untuk pencitraan bila manifestasi klinis sudah jelas.[2,3,6]
Pada beberapa kasus, penurunan visus dapat muncul lebih lama, sehingga dekompresi emergensi dapat dipertimbangkan bila TIO >40 mmHg dengan RAPD (relative afferent pupillary defect) tanpa menunggu perburukan visus terjadi.[2,3,6]
Dalam waktu 60–100 menit, kebutaan permanen dapat terjadi karena iskemia retina, diskus optikus, dan jaringan okular sekitar. Dokter perlu memperhatikan bahwa gejala klinis sindrom kompartemen orbita mungkin tidak langsung muncul pada pasien dengan trauma okuli maupun cedera kepala. Maka dari itu, pasien dengan trauma okuli maupun cedera kepala harus dipantau ketat, terutama dievaluasi penurunan visus mendadak, proptosis, dan nyeri berat.[2,3,6]
Tata Laksana Awal Kegawatdaruratan
Tata laksana awal kegawatdaruratan untuk pasien dengan sindrom kompartemen orbita meliputi:
- Elevasi kepala 45° atau posisi semi-Fowler
- Kompres dingin untuk mengurangi edema
- Pertimbangkan pemberian agen osmotik seperti manitol, carbonic anhydrase inhibitors seperti acetazolamide, dan agen supresi aqueous humor
- Minta pasien untuk menghindari kegiatan yang dapat memicu manuver Valsava, batuk, atau mengejan terlalu kuat
- Kontrol tekanan darah dalam batas normal
- Hentikan konsumsi antikoagulan dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) apabila dicurigai perdarahan retrobulbar[3,6]
Pada kasus sindrom kompartemen orbita, konsultasi dengan spesialis oftalmologi harus segera dilakukan. Pencitraan radiologi yang berisiko menunda tata laksana dekompresi hanya boleh dilakukan apabila gejala klinis tidak jelas dan tidak ada gangguan visus. Pasien harus dipantau berkala. Bila terjadi perburukan gangguan visus, nyeri berat, dan proptosis, evaluasi dan tindakan lebih lanjut perlu dilakukan.[3,6]
Pembedahan
Menurut rekomendasi American Academy of Ophthalmology (AAO), begitu diagnosis sindrom kompartemen orbita ditegakkan, tata laksana emergensi berupa dekompresi orbita harus segera dilakukan. Teknik dipilih berdasarkan etiologi, yakni berhubungan dengan riwayat operasi di daerah orbita dan kelopak mata atau tidak.[2,3]
Pada kondisi di mana sindrom kompartemen orbita berhubungan dengan operasi di kelopak mata dan orbita, luka operasi harus dibuka kembali lalu evakuasi hematoma dilakukan. Setelah evakuasi hematoma, lakukan eksplorasi perdarahan dan kauterisasi pada area yang mengalami perdarahan aktif.[2]
Bila sindrom kompartemen orbita terjadi karena penyebab lainnya, tindakan dekompresi dapat memakai teknik kantotomi lateral dan kantolisis. Tindakan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi tendon kantal kemudian melakukan disinsersi palpebra dari rima orbita lateral. Hal ini dilakukan supaya ruang orbita memiliki ruang lebih untuk ekspansi ke anterior, kemudian tekanan intraorbita menurun.[2,3]
Apabila tindakan kantotomi lateral dan kantolisis tidak berhasil menurunkan tekanan intraorbita, lakukan kantolisis inferior dan/atau superior. Pada sindrom kompartemen orbita yang terjadi karena abses intraorbita, drainase abses harus dilakukan. Namun, sebelumnya, kantotomi dan kantolisis tetap dilakukan sebagai tata laksana awal untuk dekompresi orbita.[2,6,13]
Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa untuk sindrom kompartemen orbita bertujuan mengurangi tekanan intraokular (TIO). Namun, belum ada bukti yang kuat mengenai tata laksana medikamentosa yang efektif untuk sindrom kompartemen orbita. Tata laksana yang bisa dipertimbangkan pada kasus ringan tanpa gangguan visus atau untuk menunggu tindakan adalah pemberian carbonic anhydrase inhibitor (CAI), agen supresi aqueous humor, dan agen osmotik.[3,6]
Pemberian kortikosteroid dalam tata laksana sindrom kompartemen orbita sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Namun, kortikosteroid sistemik (intravena maupun oral) dapat dipertimbangkan pada kondisi di mana inflamasi dicurigai sebagai penyebabnya, dengan tujuan untuk neuroproteksi.[3,6]