Diagnosis Tumor Mediastinum
Diagnosis definitif tumor mediastinum dapat ditegakkan melalui mediastinoscopy dan biopsi. Namun, metode ini dinilai cukup berisiko, sehingga endobronchial ultrasound (EBUS) saat ini lebih menjadi modalitas pilihan. Pemeriksaan penunjang lain seperti computed tomography (CT) toraks dan magnetic resonance imaging (MRI) toraks juga dapat dilakukan bila perlu.
Anamnesis
Pasien tumor mediastinum mungkin tidak memiliki keluhan apa pun. Namun, beberapa pasien mungkin mengeluhkan gejala lokal akibat kompresi organ-organ dalam rongga mediastinum, seperti batuk, sesak napas, suara serak, hemoptysis, dan nyeri dada.
Selain itu, pasien juga mungkin mengeluhkan gejala yang sistemik, seperti demam, menggigil, berkeringat, penurunan berat badan, dan pembesaran kelenjar getah bening di bagian tubuh tertentu.[4]
Data usia dan jenis kelamin penting ditanyakan karena adanya kondisi spesifik yang cenderung terjadi pada kelompok umur tertentu. Misalnya, pada kelompok umur >40 tahun, goiter dan keganasan timus menjadi tumor mediastinum tersering. Pada wanita usia 10–39 tahun, tumor mediastinum anterior yang paling sering terjadi adalah limfoma Hodgkin.[7]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien tumor mediastinum, dokter mungkin bisa menemukan penurunan berat badan, peningkatan suhu tubuh, limfadenopati, bunyi napas ronki dan wheezing, serta tanda-tanda efusi pleura. Dokter juga mungkin menemukan paralisis diafragma atau pita suara. Sindrom Horner dan sindrom vena kava superior juga merupakan tanda klinis yang dapat mengarahkan pada tumor mediastinum.[6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tumor mediastinum adalah bermacam jenis massa yang bisa muncul di rongga mediastinum itu sendiri. Rongga mediastinum terbagi menjadi mediastinum anterior, medial, dan posterior. Masing-masing bagian ini memiliki diagnosis banding tersendiri berdasarkan jenis tumor yang sering muncul di bagian tersebut.
Mediastinum Anterior
Massa di mediastinum anterior dapat berupa timoma, teratoma, seminoma, limfoma, adenoma paratiroid, goiter intratorakal, lipoma, limfangioma, dan aneurisma aorta.
Mediastinum Medial
Massa mediastinum medial dapat berupa limfoma, kista perikardium, kista metastasis, kista bronkogenik, dan granuloma sistemik.
Mediastinum Posterior
Massa di mediastinum posterior umumnya berupa tumor neurogenik. Namun, massa juga bisa berupa kista bronkogenik, kista enterik, xanthogranuloma, meningokel, hernia diafragmatika, dan abses paravertebra.[1,4,6,7]
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi melalui mediastinoscopy merupakan pemeriksaan untuk diagnosis definitif tumor mediastinum. Namun, pemeriksaan ini cukup berisiko, sehingga metode endobronchial ultrasound (EBUS) lebih sering dipilih.
Biopsi
Biopsi menggunakan mediastinoscopy, video assisted thoracic surgery (VATS), aspirasi jarum transtorakal, dan aspirasi jarum transbronkial dapat menegakkan diagnosis definitif tumor mediastinum. Prosedur dilakukan dengan anestesi umum, dengan insisi pada sternum, lalu diikuti dengan pengambilan jaringan untuk biopsi.
Biopsi jarum pada timoma dapat menyebabkan seeding tumor. Bila gambaran klinis dan radiologi sudah mencukupi karakteristik untuk mendiagnosis massa mediastinum, maka kemungkinan tidak diperlukan biopsi. Misalnya, pasien dengan myasthenia gravis yang memiliki gambaran timoma umumnya tidak memerlukan biopsi.
Pada limfoma, jaringan dibutuhkan untuk menentukan karakteristik tumor dan tata laksana selanjutnya. Pemeriksaan core biopsy multipel dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan imunohistokimia.[1,6,7]
Endobronchial Ultrasound (EBUS) dan Endoscopic Ultrasound (EUS)
Endobronchial ultrasound dan endoscopic ultrasound juga merupakan pilihan diagnostik pada kasus tumor mediastinum. Pemeriksaan ini dinilai lebih aman daripada prosedur mediastinoscopy dan dilaporkan memiliki efektivitas yang setara.[4]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi umumnya dimulai dengan rontgen toraks. Rontgen ini dapat membantu menentukan lokasi tumor mediastinum. Sering kali, tumor ditemukan secara tidak sengaja pada pasien yang tidak bergejala. Pemeriksaan computed tomography (CT) dengan menggunakan kontras dapat menunjukkan secara jelas lokasi massa, infiltrasi pada jaringan, dan batas-batasnya.
Magnetic resonance imaging (MRI) diindikasikan bila hasil CT masih belum jelas. MRI memiliki kelebihan dalam mengevaluasi jaringan lunak, misalnya untuk membedakan hiperplasia timus dengan keganasan timus. Positron emission tomography with computed tomography (PET-CT) juga dapat dilakukan untuk menentukan stadium limfoma karena dapat menentukan penyakit intranodal dan ekstranodal.[1,4,6,7]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal yang perlu dilakukan pada pasien dengan massa mediastinum adalah pemeriksaan hematologi lengkap dan panel metabolik untuk membantu menyingkirkan diagnosis banding.
Pada pemeriksaan laboratorium lanjutan, dapat dipertimbangkan penanda tumor untuk membantu mengarahkan diagnosis, seperti beta-hCG untuk tumor sel germinal dan seminoma dan laktat dehidrogenase (LDH) untuk pasien dengan limfoma.[4]