Epidemiologi Tumor Mediastinum
Data epidemiologi menunjukkan bahwa tumor mediastinum anterior lebih sering terjadi daripada tumor mediastinum medial dan posterior. Secara umum, tumor mediastinum paling sering terjadi pada orang berusia 30–50 tahun. Pada orang dewasa, tumor paling sering terjadi di mediastinum anterior, sedangkan pada anak-anak, tumor paling sering terjadi di mediastinum posterior.
Global
Data insidensi tumor mediastinum di seluruh dunia masih sulit dipastikan. Estimasi insidensi tumor mediastinum adalah keganasan timus (35%), limfoma Hodgkin (13%), limfoma non-Hodgkin (12%), tumor tiroid dan endokrin (15%), teratoma (10%), sel germinal (10%), dan lesi timus jinak (5%).[7]
Indonesia
Data epidemiologi tumor mediastinum di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian retrospektif dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2007 hingga Desember 2008 menunjukkan bahwa 56% pasien tumor mediastinum terdiagnosis saat berusia >40 tahun dan 33% terdiagnosis saat berusia 20–40 tahun. Sisanya dinyatakan terdiagnosis saat berusia <20 tahun.
Dari kasus tumor mediastinum secara umum, sekitar 33,3% adalah limfoma dan sekitar 11,1% adalah karsinoma timus. Sisanya adalah seminoma, teratoma, karsinoma sel skuamosa, dan rhabdomyosarcoma.[9]
Mortalitas
Massa mediastinum dapat menyebabkan mortalitas yang beragam, tergantung pada jenis sel tumor dan komplikasi yang terjadi. Faktor-faktor yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas adalah kegawatan paru-paru, kardiovaskular, dan neurologis. Selain itu, infeksi juga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mortalitas adalah 39,8% dari total 113 orang dengan massa mediastinum. Faktor signifikan yang menyebabkan kematian adalah sepsis, sindrom vena kava superior, dan efusi pleura masif.[2]