Prognosis Kontraktur Dupuytren
Dari sisi prognosis, kontraktur Dupuytren atau Dupuytren contracture memiliki angka rekurensi yang cukup tinggi, terlepas dari cara terapinya. Terapi yang diperkirakan memiliki angka rekurensi paling rendah adalah dermofasciectomy di mana semua cords patologis dieksisi beserta kulit dan jaringan lemak subkutan di bawah cords tersebut. Namun, prosedur ini sendiri tidak terlepas dari risiko komplikasi.[1,6,8]
Komplikasi
Kontraktur Dupuytren bisa menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Iskemia jari bisa terjadi karena kerusakan secara langsung pada suplai vaskular jari yang mengalami kontraktur fleksi berkepanjangan. Pada beberapa kasus yang terkomplikasi, terjadi juga nyeri, pembengkakan, hiperestesia, dan kekakuan.[1,2]
Komplikasi juga bisa terjadi akibat pembedahan, misalnya nekrosis tepian luka, hematoma, cedera saraf, iskemia jari, infeksi, rekurensi, dan kegagalan operasi. Pada terapi tertentu seperti pemberian kolagenase, atrofi kulit dapat terjadi. Injeksi kolagenase juga telah dilaporkan memiliki tingkat rekurensi dan keperluan intervensi ulang yang lebih tinggi dibandingkan fasiektomi terbatas.[2,6,10]
Prognosis
Kontraktur Dupuytren memiliki angka rekurensi yang cukup tinggi. Terapi yang berbeda memiliki angka rekurensi yang berbeda pula. Meskipun fasciotomy jarum lebih unggul daripada fasiektomi dalam jangka pendek, fasiektomi dilaporkan lebih unggul untuk mengurangi angka rekurensi dalam 5 tahun (20.9% vs 84.9%). Namun, secara teori, dermofasciectomy memiliki risiko rekurensi paling rendah karena semua jaringan patologis telah diangkat.[1,6]
Terkadang, kontraktur Dupuytren disertai dengan penebalan fascia plantaris (penyakit Ledderhose), keterlibatan penis (penyakit Peyronie), atau keterlibatan bantalan ruas jari (nodus Garrod). Adanya kondisi-kondisi ini mengindikasikan penyakit yang lebih agresif dengan prognosis yang lebih buruk.[1]