Pendahuluan Spondilolisis
Spondilolisis yang juga dikenal dengan pars defect adalah fraktur unilateral atau bilateral pada vertebra posterior pars interartikularis. Spondilolisis paling sering mengenai segmen L5 lumbal (95%), selanjutnya disusul oleh segmen L4 (5–15%). Pada fraktur bilateral, korpus vertebra dapat bergeser ke anterior, menyebabkan spondilolistesis, yang merupakan komplikasi utama dari spondilolisis.
Spondilolisis ini disebabkan oleh faktor genetik dan trauma akibat hiperekstensi/stress berulang yang membebani pars interartikularis. Spondilolisis umumnya asimptomatik, namun gejala utamanya adalah nyeri punggung bawah yang akan memberat saat beraktivitas. Kondisi ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja selama prosedur pemeriksaan radiologi tulang belakang, yang dilakukan untuk alasan yang lain.[1,2]
Spondilolisis merupakan penyebab nyeri punggung bawah tersering pada anak dan remaja (15–47%). Populasi yang paling berisiko menderita spondilolisis adalah atlet cabang olahraga yang membutuhkan gerakan hiperekstensi dan rotasi berulang seperti gimnastik, penyelam, tenis, sepak bola dan angkat beban dengan prevalensi sekitar 15%. Prevalensi penyakit ini secara umum di dunia sekitar 6%.[3-5]
Diagnosa spondilolisis terutama ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan rontgen atau x-ray. Pemeriksaan yang dinilai paling baik untuk mendiagnosa spondilolisis adalah CT scan tulang belakang. Dari anamnesis, keluhan utama pasien spondilolisis adalah nyeri punggung bawah yang menetap dan dapat menjalar ke area bokong dan ekstremitas bawah. Pemeriksaan fisik pada spondilolisis umumnya ditemukan lordosis dan kontraktur otot hamstring.[1,4]
Penatalaksanaan spondilolisis bergantung pada tingkat keparahan spondilolisis dan gejala yang terkait, dapat diobati baik secara konservatif atau pembedahan, yang keduanya telah menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Perawatan konservatif seperti mengurangi aktivitas telah terbukti paling efektif pada pasien dengan diagnosis dan pengobatan dini. Saat ini terapi non bedah dengan low-intensity pulsed ultrasound (LIPUS) tampaknya sangat menjanjikan untuk mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi.
Bila penatalaksanaan konservatif tidak membuahkan hasil, selanjutnya dapat dipilih penatalaksanaan pembedahan. Saat ini metode yang paling dianjurkan adalah metode fiksasi sekrup kait pedikel, karena terbukti memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi serta jarang terjadi komplikasi. Prognosis spondilolisis secara umum adalah baik jika didiagnosa dan diterapi sedini mungkin.[4,6,7]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari