Diagnosis Spondilolisis
Diagnosis spondilolisis tidak dapat ditentukan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja karena mayoritas penderita spondilolisis bersifat asimptomatik (80%). Seringkali, spondilolisis ditemukan secara tidak sengaja saat pasien menjalani pemeriksaan radiologi tulang belakang untuk alasan yang lain.
Beberapa pasien spondilolisis menunjukan gejala seperti radiasi nyeri ke bokong atau bagian proksimal ekstremitas bawah. Pemeriksaan fisik pada pasien asimptomatik umumnya normal sedangkan pada yang bergejala dapat ditemukan hiperlordosis lumbal, kifosis lumbosakral maupun kontraktur otot hamstrings. Pemeriksaan CT Scan dan SPECT saat ini merupakan pemeriksaan diagnostik utama spondilolisis.
Anamnesis
Anamnesis pasien spondilolisis terutama adalah keluhan nyeri punggung bawah. Namun, sekitar 80% pasien dengan spondilolisis tidak memiliki keluhan nyeri punggung bawah dan kondisi spondilolisis terdiagnosa secara tidak sengaja saat prosedur CT atau MRI vertebra. Dari anamnesis, perlu digali mengenai riwayat nyeri, mulai dari kapan nyeri pertama kali timbul, penjalaran nyeri, kondisi yang mencetuskan nyeri serta posisi atau kondisi yang dapat memperberat dan meringankan nyeri.[1,7,8]
Gambaran umum nyeri punggung bawah pada pasien spondilolisis adalah nyeri yang terlokalisir pada area punggung bawah, namun dapat pula menjalar ke area bokong dan ekstremitas bawah bagian proksimal. Nyeri ini umumnya akan membaik saat pasien beristirahat. Gejala neurologis seperti kesemutan atau baal sangat jarang dijumpai kecuali bila telah terjadi komplikasi berupa spondilolistesis.[1,2,7]
Riwayat yang perlu digali adalah ada tidaknya trauma punggung bawah, riwayat kondisi serupa pada anggota keluarga serta pekerjaan atau olahraga yang sedang rutin dijalani saat ini terutama olahraga yang membutuhkan gerakan rotasi berulang dan hiperekstensi lumbal seperti tenis, gimnastik, sepak bola, penyelam, dan angkat beban.[1,4,7,13]
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien yang asimptomatik, umumnya tidak ditemukan kelainan apapun dari pemeriksaan fisik. Pasien dengan gejala nyeri punggung bawah dari pemeriksaan fisik perlu dinilai ada tidaknya postur abnormal dan gangguan pergerakan. Gerakan atau postur tertentu yang menjadi kebiasaan khusus pasien mungkin saja berkembang dari aktivitas sehari-hari atau olahraga yang sedang digelutinya dan berhubungan dengan nyeri punggung bawah yang sedang dialaminya.[4,7,13]
Pemeriksaan fisik spondilolisis yang dapat ditemukan salah satunya adalah kondisi hiperlordosis lumbal. Pada spondilolisis berat mungkin dapat ditemukan kifosis lumbosakral. Selain itu, dapat pula ditemukan kontraktur otot hamstrings.[4,7,13]
Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hiperekstensi satu kaki atau Stork test. Pemeriksaan Stork test dilakukan dengan pasien berdiri satu kaki sambil perlahan melakukan gerakan hiperekstensi punggung bawah. Pemeriksaan positif bila tercetus rasa nyeri. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan yaitu tidak spesifik dan juga tidak sensitif dalam mendeteksi spondilolisis.[7,14]
Diagnosis Banding
Berbagai keluhan nyeri punggung bawah dapat menjadi diagnosis banding bagi spondilolisis. Penegakan diagnosa pada nyeri punggung bawah yang berkaitan dengan kelainan pada vertebra umumnya membutuhkan bantuan pemeriksaan penunjang radiologi diagnostik. Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding antara lain spondilolistesis, hernia nukleus pulposus (HNP), dan osteoid osteoma.
Spondilolistesis
Spondilolistesis adalah kelainan pada segmen vertebra berupa pergeseran segmen vertebra apabila dibandingkan dengan segmen vertebra di bawahnya dan kondisi ini akan menyebabkan gejala khas berupa gejala radicular berupa nyeri punggung yang menjalar.
Spondilolistesis dapat didiagnosa dengan bantuan x-ray posisi anteroposterior dan lateral serta posisi lateral fleksi-ekstensi. Bila kondisi ini bersifat akut akibat trauma atau akibat tumor metastase maka gejala dapat pula disertai gangguan saraf berupa hilangnya fungsi usus dan kandung kemih.[15,16]
Hernia Nukleus Pulposus
Hernia nukleus pulposus adalah penyebab nyeri punggung bawah skiatik kronik yang paling sering ditemukan. Kondisi ini ditandai oleh ditemukannya gambaran herniasi diskus akibat kegagalan anulus fibrosus dalam menjaga nucleus pulposus tetap berada di dalam ruang diskus intervertebral, sehingga herniasi diskus akan menekan saraf spinal. Standar diagnosis hernia nucleus pulposus dilakukan dengan bantuan pemeriksaan MRI.[17,18]
Osteoid Osteoma
Osteoid osteoma adalah tumor tulang jinak. Tumor ini dapat ditemukan di vertebra. Nyeri khas pada kondisi ini berupa nyeri punggung yang memberat pada malam hari dan akan membaik dengan pemberian obat antiinflamasi non steroid. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan scoliosis.
Osteoid osteoma dapat didiagnosa dari x-ray dengan gambaran khas berupa nidus radiolusen bulat, kecil yang dikelilingi oleh sklerosis. Bila terapi konservatif tidak memberikan hasil yang baik, maka dapat dilakukan terapi pembedahan.[19,20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosa spondilolisis adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan CT Scan dan SPECT saat ini merupakan pemeriksaan diagnostik utama spondilolisis, namun memiliki kelemahan berupa tingkat radiasi yang tinggi. Sebagai langkah pemeriksaan awal, x-ray lumbal biasanya sudah cukup memadai.
X-Ray Lumbal
Pada pemeriksaan rontgen lumbal, umumnya diagnosa spondilolisis dapat ditegakkan pada 96,5% kasus dengan bantuan x-ray posisi anterolateral dan bilateral oblique. Gambaran “collar” of a “Scottish dog” yang didapatkan dari posisi rontgen oblique adalah gambaran khas spondilolisis.[2,7]
Kelemahan dari x-ray adalah sulitnya mendeteksi cacat halus/fraktur ringan pada vertebra pars interartikularis saat spondilolisis fase awal. Rontgen posisi lateral paling sensitif dalam memperlihatkan gambaran fraktur komplit pars interartikularis, sedangkan gambaran rontgen posisi oblique merupakan posisi yang paling spesifik dalam menentukan diagnosa spondilolisis.[3,7]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI diindikasikan saat pemeriksaan dengan x-ray ditemukan hasil negatif namun pasien memiliki gejala klinis khas spondilolisis. Spondilolisis fase awal umumnya tidak terdeteksi melalui x-ray. Sensitivitas MRI dalam mendeteksi spondilolisis mencapai 83%.[3,13]
Pemeriksaan MRI dengan potongan sagital dan aksial dapat dengan mudah mendeteksi adanya lesi akut pars interartikularis pada spondilolisis fase awal. Dari MRI akan ditemukan gambaran berupa edema sumsum tulang dan fraktur mikrotrabekular. Kelemahan dari MRI adalah sulitnya mendeteksi secara langsung adanya cacat pada pars interartikularis karena adanya osteofit yang dapat menutupi cacat pada pars pada posisi sagital.[3,7]
Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT scan lumbal merupakan modalitas pemeriksaan diagnostik utama spondilolisis karena dapat dengan mudah mendeteksi adanya fraktur serta menentukan ukuran fraktur pada pars interartikularis. Modalitas pemeriksaan ini juga paling baik dalam menilai hasil saat follow up dan melihat proses penyembuhan yang terjadi.[3,7]
Sensitivitas CT scan dalam mendiagnosa spondilolisis mencapai 85%. Namun CT scan tidak sensitif dalam mendeteksi stress akut pada fase awal spondilolisis dimana hanya ditemukan edema sumsum tulang dan fraktur microtrabecular. Selain itu tingginya radiasi juga perlu diperhatikan terutama pada pasien anak dan remaja.[13,14]
SPECT
SPECT bone scintigraphy memiliki kelebihan dalam mudahnya mendeteksi reaksi stress akut pada pars interartikularis pada spondilolisis fase awal dan pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dalam mendeteksi cacat fase awal.
Kelemahan SPECT adalah sulitnya mendeteksi gambaran cacat/fraktur yang bersifat kronik. SPECT secara umum lebih baik dari X-Ray namun memiliki keterbatasan seperti tingginya positif palsu dan negatif palsu saat digunakan sebagai metode diagnosis. Keterbatasan lainnya adalah pemeriksaan ini memberikan paparan radiasi tingkat tinggi bagi pasien.[3,7]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari