Penatalaksanaan Spondilolisis
Penatalaksanaan spondilolisis dapat dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan pembedahan. Angka kesembuhan mencapai 90% dengan deteksi lebih awal. Umumnya bila penatalaksanaan konservatif seperti pembatasan aktivitas fisik atau fisioterapi selama 6 bulan tidak memperbaiki nyeri punggung maka dianjurkan untuk dilanjutkan dengan penatalaksanaan pembedahan, salah satunya dengan metode fiksasi sekrup kait pedikel yang memberi tingkat kesembuhan hingga 100%.
Saat ini penggunaan low-intensity pulsed ultrasound (LIPUS) sebagai terapi konservatif spondilolisis dikatakan memberikan hasil yang menjanjikan, namun di Indonesia belum dapat diterapkan pada pasien.
Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan konservatif pada penyakit spondilolisis dipilih pada pasien yang terdiagnosis pada kondisi yang masih ringan serta pasien yang masih berusia muda sebagai terapi inisial. Tindakan yang dilakukan pada terapi konservatif antara lain dengan pemakaian bracing, pembatasan aktivitas, fisioterapi dan kontrol nyeri dengan obat-obatan. Saat ini teknik low-intensity pulsed ultrasound (LIPUS) sedang dikaji oleh para ahli karena dapat meningkatkan kemungkinan kesembuhan.[4]
Efektivitas terapi konservatif sangat bergantung pada derajat beratnya cacat serta usia. Derajat keberhasilan lebih tinggi pada pasien usia muda. Pada derajat awal penyembuhan terjadi pada 73–93,8% kasus, pada fase progresif terapi konservatif memberikan penyembuhan pada 38.5–80% kasus, sedangkan pasien fase terminal umumnya tidak membaik dengan terapi konservatif.[4,5]
Pada pasien spondilolisis asimptomatik umumnya hanya dilakukan pemantauan saja tanpa perlu melakukan pembatasan aktivitas fisik. Pada spondilolisis bergejala, maka pilihan pertama penatalaksanaan konservatif yang dilakukan adalah dengan pembatasan aktivitas selama tiga bulan terutama pada populasi atlet dan disertai dengan fisioterapi. Namun bila fisioterapi gagal maka terapi dapat dilanjutkan dengan pemasangan bracing selama 6–12 minggu.[5,7,14]
Terapi untuk mengurangi nyeri pada pasien spondilolisis dapat dilakukan dengan pemberian analgesik atau obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproxen disertai fisioterapi. Pemberian obat-obatan injeksi dapat dipertimbangkan bila tidak terjadi perbaikan pada skala nyeri pasien.[4,5]
Teknik Fisioterapi
Teknik fisioterapi spondilolisis yang umum dilakukan ada tiga yaitu, peregangan otot hamstring, pelvis tilting, dan latihan penguatan otot inti. Otot inti yang dimaksud khususnya otot transversus abdominis (TA), internal oblique (IO), dan otot-otot multifidus yang secara struktur menstabilkan segmen lumbal.[7,13]
Telah dilakukan penelitian mengenai terapi non invasif low-intensity pulsed ultrasound (LIPUS) pada pasien spondilolisis yang sedang menjalani terapi konservatif, terutama pada pasien fase progresif. Studi yang ada menunjukkan bahwa terjadi peningkatan proses penyembuhan pada pasien-pasien yang menerima terapi konservatif disertai terapi LIPUS dibanding pasien yang hanya menerima terapi konservatif saja.[4]
Penatalaksanaan Pembedahan
Pasien spondilolisis fase terminal atau yang telah menjalani terapi konservatif setidaknya 6 bulan namun gagal, maka penatalaksanaan pembedahan menjadi alternatif terapi yang dapat dipilih. Tujuan pembedahan adalah untuk mengurangi nyeri, menstabilkan segmen yang mengalami fraktur, mempercepat proses penyembuhan fraktur pars, dan mengontrol perburukan agar tidak menjadi spondilolistesis.[4,5,7,8]
Keberhasilan teknik pembedahan umumnya dipengaruhi oleh faktor usia dan sisi pars yang cacat. Pasien yang lebih muda memiliki potensi keberhasilan operasi yang lebih tinggi, terutama pada pasien dibawah usia 25 tahun. Bila dibandingkan dengan fraktur bilateral, maka pasien dengan fraktur pars interartikularis unilateral memiliki resiko kegagalan operasi yang lebih rendah walau sama-sama berada pada fase terminal.[4,8,21]
Metode pembedahan pars interartikularis secara umum terbagi dua yaitu metode direct repair pada cacat/ fraktur yang ada di pars interartikularis dan metode fusi segmen lumbal. Metode direct repair lebih dianjurkan sebagai penatalaksanaan pembedahan spondilolisis fase terminal karena metode fusi dapat menyebabkan komplikasi berupa penurunan range of motion dan timbulnya penyakit segmen lain yang terjadi pada 5,2–18,5% kasus.[4,8,21]
Saat ini sedangkan dikembangkan studi mengenai teknik operasi minimal invasif dengan bantuan endoskopi pada operasi pemasangan sekrup pars interartikularis perkutan. Diharapkan teknik ini dapat memberikan hasil operasi yang lebih baik kedepannya.[6,10]
Metode Pembedahan Direct Repair
Metode pembedahan direct repair yang biasa dipilih sebagai terapi spondilolisis antara lain adalah metode fiksasi sekrup log tunggal (Buck), fiksasi sekrup pengait (Morscher), fiksasi pengikat kawat (Scott), fiksasi kait sekrup pedikel dan fiksasi batang sekrup pedikel.[4,11]
Komplikasi yang umum terjadi dari semua metode penatalaksanaan pembedahan antara lain adalah infeksi superfisial pada luka bekas operasi. Iritasi akar saraf sering terjadi pada pasien yang menjalani operasi dengan Metode Buck dan Morscher. Komplikasi berupa kawat patah, fraktur prosesus transversus dan kawat keluar dari bawah kulit merupakan komplikasi yang sering terjadi pada metode Scott. Metode Morscher merupakan metode yang memiliki insidensi tertinggi nonunion.[6,10]
Metode Buck:
Metode Buck menggunakan sekrup log tunggal yang ditembuskan dari sudut inferior lamina melewati area fraktur setelah menempatkan graft autolog kedalam area fraktur. Tingkat keberhasilan metode Buck berkisar antara 78–90% pasien, kesulitan dalam metode Buck antara lain adalah sulitnya penempatan posisi sekrup yang tepat karena sempitnya area lamina dan sekrup yang sering kendur. Kesulitan lainya adalah metode ini membuat daerah yang dapat digunakan untuk menempatkan bone graft menjadi sempit karena adanya sekrup tadi.[4,6]
Metode Morscher:
Metode Morscher menggunakan sekrup yang dimasukkan ke dasar prosesus artikularis superior. Sekrup ditempatkan pada kait laminar hingga tercapai perkiraan mencapai bagian pars yang cacat. Teknik Morscher derajat keberhasilannya bervariasi antara 56–82%. Kekurangan metode Morscher adalah tingginya kegagalan pada alat yang dipakai. Laporan kegagalan yang terjadi akibat sekrup yang kendur atau patah. Selain itu, setelah operasi pasien juga harus memakai bracing setidaknya selama tiga bulan.[4,6]
Metode Scott:
Metode Scott menggunakan kawat yang dilingkarkan sekitar prosesus transversus dan prosesus spinosus. Metode Scott memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi yaitu antara 80%–100%. Kekurangan metode Scott adalah metode ini mengharuskan operator untuk melucuti terlebih dahulu otot-otot sekitar agar prosesus transversus dapat terekspos untuk dipasangi kawat. Selain itu metode ini juga berisiko merusak akar saraf, serta menyebabkan fraktur prosesus spinosus. Pasien juga harus memakai bracing setidaknya selama tiga bulan.[4,6]
Metode Fiksasi Sekrup Kait Pedikel:
Metode fiksasi sekrup kait pedikel memiliki tingkat keberhasilan yang cukup menjanjikan yaitu berkisar antara 79–100%. Metode ini merupakan rekomendasi utama apabila memutuskan tindakan operasi fiksasi langsung pada spondilolisis. Metode fiksasi sekrup kait pedikel adalah modifikasi dari metode Morscher dengan perbaikan pada kekuatan alat yang dipakai. Dengan metode ini pasien tidak perlu memakai bracing setelah operasi.[4,6]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari