Penatalaksanaan Tendinopati Achilles
Penatalaksanaan tendinopati achilles secara konservatif merupakan lini pertama atau terapi baku emas, di antaranya pengurangan aktivitas fisik, latihan peregangan, extracorporeal shock wave therapy (ESWT), dan terapi orthosis. Sementara, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)hanya memberikan efek jangka pendek. Keputusan pembedahan tergantung dari kondisi dan derajat keparahan.[13,14]
Terapi Konservatif
Terapi konservatif cukup baik hasilnya bahkan setelah dilakukan follow up selama 5 tahun, tetapi perlu dikombinasikan dengan evaluasi terhadap nyeri seperti dengan kuesioner Victoria Institute of Sports Assessment – Achilles (VISA-A).[13,14]
Pengurangan Aktivitas Fisik
Pengurangan aktivitas fisik termasuk mengurangi intensitas, frekuensi, dan durasi gerakan yang memicu cedera. Direkomendasikan untuk memodifikasi aktivitas fisik untuk mengontrol gejala pada fase akut, yaitu dengan mengurangi aktivitas hanya pada lokasi cedera.[13,14]
Latihan Peregangan Eksentrik
Latihan peregangan eksentrik disarankan untuk dilakukan setiap hari selama 12 minggu. Terapi ini merupakan komponen dari fisioterapi dan dapat mengurangi 40% nyeri. Latihan eksentrik memberikan efek positif pada sintesis kolagen tendon yang pada akhirnya dapat menurunkan rasa nyeri, baik pada pasien atlet maupun sedentary. Tidak dilaporkan adanya efek samping. Kombinasi latihan eksentrik dengan terapi gelombang kejut meningkatkan tingkat keberhasilan terapi.[4]
Terapi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal
Extracorporeal shock wave therapy (ESWT) adalah stimulasi penyembuhan jaringan lunak dan inhibisi reseptor nyeri melalui gaya mekanik, yang dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung via kavitasi. Terapi ESWT dapat mengurangi nyeri sebanyak 60%, serta meningkatkan fungsi dan kualitas hidup pasien setelah follow up 4 minggu.[4]
Injeksi Volume Tinggi
Dasar terapi high volume injections (HVI) adalah injeksi volume tinggi larutan tertentu pada proksimal tendon dapat menghasilkan efek mekanik lokal sehingga pembuluh darah baru meregang, pecah, atau tertutup (occlude). Disrupsi suplai darah tersebut akan menyebabkan saraf terganggu dan menurunkan nyeri pada tendinopati achilles refrakter. Larutan yang digunakan adalah larutan salin, kortikosteroid, atau anestesi seperti lidokain.[4]
Medikamentosa
Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen, indometasin, naproxen, dan celecoxib, mampu memberikan efek antinyeri jangka pendek. Studi melaporkan bahwa pemberian OAINS tidak efektif dalam jangka panjang.
Heinemeier et al menyebutkan bahwa tidak ada efek pemberian ibuprofen selama 1 minggu terhadap ekspresi gen kolagen dan faktor pertumbuhan terkait tendon tendinopati manusia dewasa in vivo. Hal ini memberikan gambaran bahwa sel yang mengalami tendinopati tidak berespon terhadap ibuprofen.[6,14,15]
Terapi Orthosis
Terapi orthosis dengan heel lift atau adaptasi alas kaki merupakan terapi manual untuk meningkatkan rehabilitasi.[12]
Terapi Platelet-Rich Plasma
Dasar terapi adalah platelet-rich plasma (PRP) akan mempercepat penyembuhan tendon, karena sitokin dan sel dengan dosis hiperfisiologis pada PRP. Namun masih dibutuhkan lebih banyak uji klinis untuk dapat membuktikan peran PRP dalam menangani tendinopati achilles sebelum dijadikan rekomendasi atau pedoman terapi.[4,16,17]
Injeksi Kortikosteroid Intratendon
Penggunaan kortikosteroid untuk terapi tendinopati achilles masih kontroversial. Meskipun dapat mengurangi nyeri sesaat, tetapi terdapat kekhawatiran akan risiko ruptur tendon achilles.[1,2,4,8,11]
Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan pada 10–30% pasien yang gagal terapi konservatif selama 6 bulan. Tingkat keberhasilan terapi meningkat hingga >70%, tetapi memiliki tingkat komplikasi sekitar 3–40%. Tendon achilles harus disatukan melalui tindakan operatif jika tendon rupture lebih dari 50%.[1,2,8]
Pada tendinopati achilles bagian tengah (midportion), dapat dilakukan teknik operatif terbuka atau invasif minimal. Beberapa variasi teknik operasi terbuka adalah tenotomy longitudinal dengan debridement tendon yang mengalami gangguan dengan/tanpa augmentasi tendon. Teknik terbuka lainnya adalah pemanjangan atau resesi otot gastrocnemius.[1,8]
Sedangkan teknik operasi invasif minimal adalah teknik operasi dengan luka insisi kurang dari 2 cm, yaitu tenotomy longitudinal perkutan, debridement atau scraping endoskopi, dengan/tanpa augmentasi tendon flexor hallucis longus (FHL) atau tendon plantaris. Bisa juga dipilih teknik invasif minimal pemanjangan dan resesi otot gastrocnemius.[1,8]
Dalam tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Lohrer et al, teknik operasi invasif minimal lebih direkomendasikan dibanding teknik bedah terbuka karena tingkat komplikasi yang lebih rendah. Adapun tingkat keberhasilan tidak jauh berbeda dan tidak ada perbedaan dari aspek kepuasan pasien. Namun, penentuan teknik operasi tetap perlu dipertimbangkan berdasarkan keparahan penyakit masing-masing pasien.[1]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini