Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
Penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) atau urinary tract infection yang utama adalah pemberian antibiotik. ISK hanya diterapi jika menimbulkan keluhan. Pemilihan terapi juga perlu mempertimbangkan adanya komorbiditas, tingkat keparahan penyakit, dan potensi resistensi obat.[2,4,11,13]
Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik per oral yang efektif terhadap bakteri coliform aerobik gram negatif, seperti E coli, adalah pilihan terapi pada pasien dengan infeksi saluran kemih bagian bawah.[2,4,11,13] Pemilihan terapi antibiotik perlu mempertimbangkan adanya resistensi obat, riwayat terapi sebelumnya, dan hasis kultur dan resistensi.[17]
Sistitis Uncomplicated
Pada sistitis uncomplicated, dapat diberikan nitrofurantoin selama 5 hari. Pilihan antibiotik lain adalah kotrimoksazol dengan durasi terapi 7 hari.
Nitrofurantoin monohidrat diberikan 100 mg, 2 kali sehari selama setidaknya 5 hari. Sementara itu, kotrimoksazol dapat diberikan 160/800 mg, 2 kali sehari selama 7 hari. Kotrimoksazol hanya dipilih jika tingkat resistensi lokal di bawah 20%.
Pilihan antibiotik lain adalah fosfomycin trometamol dosis tunggal 3 gram; atau pivmecillinam 400 mg, 3 kali sehari selama setidaknya 3 hari.[2,4,11,13]
Sistitis Complicated
Pasien dengan sistitis complicated mengalami peningkatan risiko kegagalan terapi. Sistitis complicated dapat timbul pada pasien dengan diabetes, gejala selama 7 hari atau lebih sebelum mencari perawatan, gagal ginjal, kelainan fungsional atau anatomi saluran kemih, transplantasi ginjal, terpasang kateter, atau imunosupresi.
Pilihan terapi pada pasien dengan sistitis complicated adalah:
Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, per oral, selama 7-14 hari
Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, per oral, selama 5 hari
- Ciprofloxacin 400 mg IV setiap 12 jam selama 7-14 hari
- Levofloxacin 750 mg IV, sekali sehari selama 5 hari
Ampicillin 1-2 g IV setiap 6 jam, dengan gentamicin 2 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 7-14 hari
Doripenem 500 mg IV setiap 8 jam selama 10 hariImipenem-cilastatin 500 mg IV setiap 6 jam selama 7-14 hari
Meropenem 1 g IV setiap 8 jam selama 7-14 hari
Terapi yang diutamakan adalah terapi oral. Terapi intravena dapat dipilih jika pasien tidak dapat mentoleransi terapi oral. Durasi terapi adalah sesingkat mungkin sesuai dengan respon klinis pasien. Jika dirasa perlu, maka dapat digunakan terapi dengan durasi lebih panjang (10-14 hari). Pada pasien yang mendapat terapi intravena, dapat dilakukan konversi ke terapi oral segera setelah gejala klinis membaik.[14]
Pyelonephritis Uncomplicated
Pada pasien pyelonephritis uncomplicated, masih dapat dilakukan terapi rawat jalan. Untuk pemberian antibiotik empiris awal pada pasien dengan pyelonephritis akut yang tidak memerlukan rawat inap, dapat diberikan 1-2 g ceftriaxone intravena, diikuti dengan fluoroquinolone oral sampai diperoleh hasil dari tes kultur. Pilihan terapi oral antara lain:
- Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, selama 7 hari
- Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, selama 5 hari
- Ceftibuten 400 mg, sekali sehari, selama 10 hari
- Cefpodoxime proxetil 200 mg, 2 kali sehari, selama 10 hari
- Kotrimoksazol 16/800 mg, 2 kali sehari, selama 14 hari
Pada pasien rawat inap, disarankan untuk langsung diberikan regimen antibiotik parenteral. Pilihan antibiotik empiris antara lain:
- Ciprofloxacin 400 mg IV, 2 kali sehari
- Levofloxacin 500–750 mg IV, sekali sehari
Cefuroxime 750 mg IV setiap 8 jam
- Ceftriaxone 1–2 g IV, sekali sehari
Cefepime 1–2 g IV, 2 kali sehari
- Meropenem 500–1000 mg IV, setiap 8 jam
- Imipenem-cilastatin 500 mg IV, setiap 6–8 jam
- Doripenem 500 mg, setiap 8 jam
- Ertapenem 1 g IV, sekali sehari
Setelah demam berkurang, antibiotik harus diubah menjadi antibiotik oral yang dipilih berdasarkan kerentanan antibiotik dan resistensi bakteri penyebab.[2,4,11,13]
Pyelonephritis Complicated
Meskipun tidak semua kasus pyelonephritis complicated memerlukan rawat inap, perawatan perlu dipertimbangkan pada pasien yang tampak sakit berat atau menunjukkan gejala sepsis. Pasien juga mungkin perlu dirawat inap jika mengalami demam dan nyeri persisten, tidak mampu mempertahankan hidrasi, atau tidak mampu mengonsumsi obat per oral.
Antibiotik empiris untuk pasien dengan pyelonephritis complicated atau yang berhubungan dengan obstruksi saluran kemih sebetulnya serupa dengan pilihan antibiotik pada pyelonephritis tanpa komplikasi. Fluoroquinolone, β-laktam/ β-laktamase inhibitor, sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosida, dan karbapenem dapat digunakan sebagai antibiotik empiris awal. Namun, jika gejala klinis berat, maka pemilihan antibiotik harus didasarkan pada protokol pengobatan untuk ISK berat yang disertai dengan sepsis.
Pada kasus dimana pyelonephritis berkaitan dengan obstruksi saluran kemih, pemberian antibiotik perlu dibarengi dengan dekompresi. Intervensi harus dimulai dari yang bersifat invasif minimal seperti, nefrostomi perkutan atau insersi stent ureter. Reseksi ginjal haruslah menjadi pilihan tata laksana akhir.[2,4,11,13]
Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Anak
Tujuan terapi ISK pada anak adalah menghilangkan gejala dan bakteriuria pada episode akut, mencegah jaringan parut ginjal, mencegah rekurensi, dan megoreksi lesi urologi. Pencegahan sekuele dan rekurensi dilakukan dengan penatalaksanaan adekuat, pemeriksaan radiologi untuk menilai adanya kelainan anatomi di saluran kemih, serta pemantauan jangka panjang.
Pilihan antibiotik oral mencakup kotrimoksazol, sefalosporin, dan amoxicillin clavulanate selama 5-7 hari pada ISK simpleks. Sementara itu, antibiotik parenteral dapat diberikan pada anak dengan pyelonephritis atau kasus berat. Pilihan antibiotik parenteral adalah ceftriaxone 75 mg/kgbb tiap 12-24 jam sekali; ataupun gentamicin 2,5 mg/kgbb dosis tunggal bagi pasien yang alergi sefalosporin.
Penggunaan kloramfenikol, sulfonamid, tetrasiklin, rifampicin, amphotericin B, dan kuinolon pada anak harus dihindari.[19-21]
Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan
ISK pada kehamilan umumnya tergolong dalam ISK complicated. Pada pasien dengan gejala ringan dapat dilakukan rawat jalan. Akan tetapi, pada pasien hamil dengan gejala demam, peningkatan leukosit, muntah, dan dehidrasi, sebaiknya dilakukan rawat inap.
Antibiotik golongan penicillin, sefalosporin, dan nitrofurantoin umumnya dapat digunakan pada kehamilan. Akan tetapi, nitrofurantoin tidak disarankan penggunaannya pada kehamilan aterm dikarenakan risiko anemia hemolitik pada bayi. Sulfonamid, seperti kotrimoksazol, juga harus dihindari pemakaiannya pada trimester awal dan menjelang kelahiran dikarenakan efek teratogenik dan kemungkinan kernikterus. Fluorokuinolon dihindari dikarenakan kemungkinan efek pada pertumbuhan kartilago fetus.
Pilihan terapi untuk ISK pada kehamilan adalah:
- Nitrofurantoin monohidrat 100 mg, 2 kali sehari, selama 5-7 hari
Amoxicillin 500 mg, 2-3 kali sehari, selama 5-7 hari
- Amoxicillin-clavulanate 500/125 mg, 2 kali sehari, selama 3-7 hari
Cephalexin500 mg, 2 kali sehari, selama 3-7 hari[2,4,11,13]
Infeksi Saluran Kemih Rekuren
ISK rekuren merupakan terjadinya 3 atau lebih ISK selama periode 12 bulan. Prinsip terapi ISK rekuren mencakup penggunaan dini antibiotik spektrum luas, dengan penyesuaian cakupan antibiotik berdasarkan hasil kultur, dan upaya untuk meringankan obstruksi urine bila ada. Pilihan antibiotik oral yang direkomendasikan termasuk fluoroquinolones, amoxicillin-clavulanate, dan aminoglikosida.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis antibiotik dosis rendah, seperti nitrofurantoin 50-100 mg sekali sehari. Pilihan antibiotik profilaksis lain adalah kotrimoksazol 40/200 mg sekali sehari. Antibiotik digunakan selama 6-12 bulan. Meski demikian, pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan riwayat terapi pasien, pola resistensi lokal, status alergi pasien, profil efek samping, serta biaya.
Pada pasien wanita postmenopause, dapat diberikan estrogen intravagina untuk memperbaiki flora vagina dan mengurangi kolonisasi E coli pada vagina. Pilihan terapi estrogen, seperti estrogen krim dan estradiol vagina dapat diberikan.[2,3,4,11,13,15]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah