Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Hepatitis D general_alomedika 2024-02-21T10:18:59+07:00 2024-02-21T10:18:59+07:00
Hepatitis D
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Hepatitis D

Oleh :
dr. Devina Sagitania
Share To Social Media:

Diagnosis infeksi virus hepatitis D atau HDV harus dicurigai pada semua pasien dengan infeksi virus hepatitis B atau HBV, karena HDV memerlukan adanya infeksi HBV untuk menginfeksi seorang individu. Oleh karena itu, semua pasien dengan infeksi HBV harus dilakukan skrining untuk infeksi HDV.

Diagnosis infeksi virus hepatitis D (HDV) ditegakkan secara klinis dan didukung pemeriksaan serologi berupa antibodi HDV (IgM dan IgG) dan HDV RNA. Gold standard diagnosis hepatitis D adalah pemeriksaan HDV RNA untuk mengkonfirmasi viraemia yang sedang berlangsung.[3,5]

Infeksi HDV dapat muncul dalam bentuk koinfeksi atau superinfeksi HDV dengan virus Hepatitis B (HBV). Koinfeksi adalah infeksi kedua virus pada waktu bersamaan, sedangkan superinfeksi adalah pada seseorang yang terinfeksi HBV kronis kemudian terinfeksi HDV.[3,5]

Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Hepatitis D

Untuk dapat mendiagnosis infeksi HDV, kita memahami terlebih dahulu perjalanan penyakit untuk infeksi HDV. Perjalanan penyakit ini berhubungan dengan gejala yang asimtomatik dan simtomatik yang terjadi pada infeksi HDV. Perjalanan penyakit infeksi HDV yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu sebagai berikut:

Fase 1: Fase Replikasi Virus

Pada fase replikasi virus, virus masih bereplikasi, sehingga biasanya pasien asimtomatik, namun pada pemeriksaan laboratorium, maker antigen HDV positif dengan ditunjang dengan marker infeksi HBsAg yang positif.[27]

Fase ini dikenal juga dengan masa inkubasi. Masa inkubasi untuk infeksi HDV cukup lama, yaitu 30 sampai 180 hari atau rata-rata 8 sampai 12 minggu.[1]

Fase 2: Fase Prodromal

Fase prodromal adalah fase awal penyakit yang disertai dengan timbulnya gejala, dimana pada infeksi HDV seringkali ditemui anorexia, mual, muntah, malaise, pruritus, urtikaria, arthralgia, nyeri kepala, faringitis, dan batuk. Keluhan ini biasanya terjadi 1-2 minggu sebelum terjadi jaundice.[27]

Keluhan mual, muntah dan anorexia biasanya terjadi karena adanya perubahan pada kemampuan merasa makanan dan sistem olfaktori. Terkadang dapat ditemukan pula adanya demam 38° sampai 39°C. Pada fase ini, seringkali pasien hanya didiagnosis dengan gastroenteritis (GE) atau infeksi virus lainnya.[27]

Fase 3: Fase Ikterus

Pada fase ikterus, pasien biasanya sudah memiliki keluhan urin berwarna gelap seperti teh dan feses dempul, keluhan pada urine dan feses ini biasanya terjadi 1-5 hari sebelum jaundice. Kemudian terjadi jaundice dan nyeri abdomen pada hipokondrium kanan dengan hepatomegali pada pemeriksaan fisik.[27]

Selain itu, pada fase ini pasien mulai mengalami penurunan berat badan (2,5-5kg) akibat fase sebelumnya karena anorexia, mual, dan muntah. Penurunan berat badan ini berlanjut terus di fase ikterik.[27]

Pemeriksaan fungsi hati seperti SGOT dan SGPT serta pemeriksaan bilirubin serum akan meningkat paling tinggi pada fase ini. Hal ini menunjukkan bahwa fase ini merupakan fase terberat, dimana kerusakan fungsi hati paling tinggi pada fase ini.[1]

Fase 4: Fase Konvalesens

Pada fase konvalesens, pasien mulai mengalami perbaikan klinis, yang dapat dilihat dari adanya perbaikan gejala dan fungsi hati yang perlahan-lahan kembali ke normal. Fase ini rata-rata terjadi selama 2 sampai 12 minggu dan fungsi hati biasanya kembali menjadi normal dalam 3 sampai 4 minggu.[27]

Anamnesis

Temuan anamnesis pada infeksi virus Hepatitis D (HDV) akut dapat menyebabkan keluhan ringan hingga berat yang secara klinis memiliki keluhan yang mirip dengan hepatitis viral lainnya, dimana gejala klinis biasanya muncul 3-7 minggu setelah infeksi awal yaitu kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntah, perut kembung, nyeri perut kanan atas dan ikterus.[14,15]

Pada infeksi HDV kronik, yaitu infeksi HDV dengan durasi lebih dari 6 bulan setelah terdeteksi HDV, biasanya pasien memiliki riwayat infeksi HDV akut. Tidak ada temuan klinis khusus pada anamnesis untuk hepatitis D kronis. Gejala yang sering dialami biasanya berupa fatigue, nafsu makan menurun, nyeri otot-sendi, nyeri hipokondrium kanan, dan dapat berkembang menjadi sirosis hepatis hingga hepatocellular carcinoma (HCC).[14]

Apabila sudah berkembang menjadi sirosis, biasanya gejala penurunan nafsu makan mulai hilang, pruritus mulai muncul lebih sering, serta penurunan berat badan lebih jelas. Selain itu, karena pasien dengan infeksi HDV biasanya koinfeksi atau superinfeksi dengan infeksi HBV, maka biasanya pasien memiliki riwayat infeksi HBV.[27]

Bila sudah terjadi ensefalopati hepatikum tahap awal, maka pasien dapat datang dengan gejala tambahan yang non spesifik, seperti gangguan tidur, iritabilitas, sulit berkonsentrasi, tidak produktif, serta penurunan kesehatan emosional dan status mental. Selanjutnya pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, disorientasi, stupor, dan koma.[27]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada infeksi hepatitis D virus (HDV) secara klinis mirip dengan hepatitis viral, sehingga sulit membedakan infeksi HDV dan hepatitis viral pada umumnya hanya dari pemeriksaan fisik saja. Pada keadaan akut, didapatkan demam, ikterus karena endapan bilirubin di berbagai jaringan seperti sklera dan kulit, dan pada keadaan kronik sering terjadi nyeri tekan hipokondrium kanan dengan hepatomegali.[15]

Selain itu, pada pasien dapat ditemukan berupa urin berwarna gelap seperti teh, feses dempul, pruritus akibat deposit bilirubin direk di kulit, dan nyeri serta nyeri tekan abdomen di area hipokondrium kanan.[15]

Pada keadaan kronik dapat terjadi sirosis hepatis dimana mulai terjadi penurunan massa otot dan berat badan; asites, ikterus, dan edema yang semakin prominens; urin berwarna teh, kelemahan otot hingga komplikasi lebih lanjut, seperti hipertensi portal, asites, ensefalopati hepatikum.[15]

Apabila pasien sudah datang dengan ensefalopati hepatikum, biasanya dapat ditemukan penurunan kesadaran serta penurunan status mental, asterixis atau flapping tremor, dan fetor hepaticus. Fetor hepaticus adalah bau khas pada pasien yang kemanisan yang bercampur dengan bau amonia, yang terutama ditemukan pada pasien dengan gagal liver.[27]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding infeksi HDV adalah infeksi hepatitis virus lainnya seperti hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis E; dan toxic hepatitis, dimana perbedaannya terdapat pada riwayat koinfeksi atau superinfeksi HBV dengan pemeriksaan antigen atau antibodi HDV positif.[10]

Infeksi HDV masih jarang ditemukan. Namun, karena koinfeksi atau superinfeksi dengan infeksi HBV, maka diperlukan screening HDV pada pasien dengan infeksi HBV.[10]

Hepatitis Virus Lainnya

Pada infeksi HDV seringkali terjadi dengan koinfeksi ataupun superinfeksi dengan infeksi HBV. Pada hepatitis viral lainnya, seperti hepatitis A, infeksi bersifat akut dan disebabkan adanya riwayat konsumsi makanan ataupun minuman terkontaminasi virus hepatitis A. Reaktivasi atau flare HBV juga dapat terjadi pada pasien dengan HBV kronis dan dapat menyerupai tanda dan gejala yang terlihat pada infeksi HDV akut.[10]

Infeksi virus Hepatitis C (HCV) juga ditularkan melalui darah dan cairan tubuh. Meskipun hepatitis C lebih umum berkembang tanpa gejala pada awalnya, kemudian menjadi infeksi kronis, infeksi HCV akut dapat muncul dengan klinis sangat mirip dengan infeksi HDV akut.[10]

Infeksi virus Hepatitis E umumnya didapat melalui makanan dan air yang terkontaminasi terutama di kalangan pelancong ke daerah dengan prevalensi virus hepatitis yang tinggi. Presentasi klinis hepatitis E juga bisa sangat mirip dengan infeksi HDV. Pemeriksaan serologi dapat membantu membedakan antara infeksi HDV dengan hepatitis viral lainnya.[10]

Toxic Hepatitis

Pada toxic hepatitis paling sering disebabkan adanya riwayat penggunaan alcohol. Infeksi bersifat akut, dan seringkali memiliki keluhan yang sama dengan hepatitis, yaitu ikterus, mual muntah, dan nyeri perut kanan atas, dengan pemeriksaan enzim liver meningkat.[10]

Namun, perbedaannya dengan infeksi HDV terletak pada riwayat infeksi HBV dan HDV, serta pemeriksaan antigen dan antibodi terhadap HDV yang tentunya tidak ditemukan pada mereka dengan toxic hepatitis.[27]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada infeksi HDV terutama meliputi bukti infeksi HDV dengan ditemukannya antigen maupun antibodi terhadap HDV yang disertai dengan bukti infeksi HBV, yaitu dengan menemukan antigen permukaan HBV atau HBsAg. Gold standard untuk pemeriksaan infeksi hepatitis D adalah tes HDV RNA, untuk mengkonfirmasi viraemia yang sedang berlangsung.[4,5]

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Tes skrining lini pertama untuk HDV adalah antibodi HDV (IgM dan IgG) pada pasien dengan Hepatitis B-positif akut maupun kronik, maupun pada orang dengan risiko tinggi, diikuti dengan tes HDV RNA untuk mengkonfirmasi viraema yang sedang berlangsung. Hasil RNA HDV positif selama lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi kronis.[4]

Pada pasien dengan hepatitis akut di daerah endemik, pemeriksaan penunjang harus meliputi koinfeksi akut dan superinfeksi, karena hal tersebut mempengaruhi prognosis dan tatalaksana. Koinfeksi akut ditandai dengan adanya anti-HBc IgM dan anti-HDV (IgM). Pada superinfeksi dapat ditandai dengan adanya anti-HBc IgG dan anti-HDV (IgM), tanpa anti-HBc atau anti-HBc negatif.[4]

Deteksi antibodi terhadap virus HDV dapat dilakukan dengan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau radioimmunoassay (RIA). Antibodi anti HDV ini dapat terdeteksi dalam 2 sampai 3 minggu dari onset gejala dan tidak terdeteksi 2 bulan setelah infeksi akut.[11]

Antibodi anti HDV (IgM) ini juga dapat terdeteksi pada pasien dengan infeksi HDV kronik yang memiliki perburukan gejala, sehingga pemeriksaan IgM antibodi anti-HDV tidak bisa membedakan antara infeksi HDV akut dan kronik.[11]

Pemeriksaan fungsi liver dilakukan dengan pemeriksaan aspartate aminotransferase (AST) atau SGOT dan aminotransferase alanine (ALT) atau SGPT. Peningkatan ALT dapat terjadi dalam pola bifasik, yaitu naik pada 2 periode yang terpisah 2–5 minggu, dengan peningkatan pertama karena hepatitis B dan yang kedua karena hepatitis D.[4]

Di bawah ini adalah tabel pemeriksaan penunjang untuk Hepatitis D. Secara garis besar, pemeriksaan penunjang utama untuk infeksi HDV adalah menemukan virus HDV sebagai antigen, RNA, maupun menentukan genotipe HDV, serta menemukan antibodi HDV.[9]

Antigen HDV dapat ditemukan di liver dengan pewarnaan imunohistokimia, sebagai tempat replikasi, dan di serum. Sedangkan pemeriksaan antibodi anti-HDV dapat berupa identifikasi IgG dan IgM. Pemeriksaan genotipe HDV dilakukan untuk mengidentifikasi jenis HDV secara spesifik, namun pemeriksaan ini bukan pemeriksaan rutin dan tidak tersedia untuk keperluan komersial.[9]

Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang Untuk Hepatitis D.

Pemeriksaan Penunjang Terdeteksi Interpretasi Keterangan
Liver HDAg Mendeteksi antigen HDV pada jaringan liver melalui pewarnaan imunohistokimia Infeksi sedang aktif Terdeteksi 2 minggu pertama saat infeksi akut. Sensitivitas kurang
Serum HDAg Mendeteksi antigen HDV di dalam serum Infeksi sedang aktif, namun hasil cepat hilang Jarang digunakan. Mungkin tidak terdeteksi pada infeksi kronis
Anti-HDV IgM Mendeteksi antibodi IgM HDV di dalam serum Infeksi sedang aktif, biasanya ditemukan pada kondisi akut namun juga dapat ditemukan pada HDV Kronis Jarang ditemukan pada infeksi kronis tetapi dapat positif saat peningkatan replikasi HDV
Anti HDV IgG Mendeteksi antibodi IgG Biasanya mendeteksi infeksi lampau maupun infeksi  kronik HDV Dapat ditemukan pada akhir infeksi akut
HDV RNA PCR (kualitatif) Mendeteksi  HDV RNA di serum Infeksi sedang aktif, dapat ditemukan pada saat infeksi akut maupun kronis Berguna untuk diagnosis
HDV RNA PCR (kuantitatif) Mendeteksi  HDV RNA di serum Infeksi sedang aktif, dapat ditemukan pada infeksi akut maupun kronis Berguna untuk monitoring tata laksana
Genotipe HDV Menentukan genotipe HDV

Membedakan genotipe HDV spesifik (1–8)

dengan kemungkinan signifikansi prognostik

Tidak tersedia secara komersial

Sumber: dr. Devina Sagitania, Alomedika. 2022.[9]

Di bawah ini adalah diagram yang menunjukkan perbedaan antara keadaan koinfeksi dan superinfeksi HDV. Pada keadaan koinfeksi HDV, infeksi HDV terjadi bersamaan dengan HBV. Pada keadaan ini virus HDV, dalam hal ini antigen dan RNA, dan HBsAg terdeteksi bersamaan setelah fase replikasi virus, jadi sekitar minggu ke 7-8, tergantung dari fase inkubasi. Kemudian setelah sekitar kurang lebih 2 minggu, terbentuk antibodi IgM anti HDV yang perlahan naik dan menandakan resolusi penyakit sedang berjalan, sedangkan IgG muncul pada sekitar minggu ke 12-13 sampai titik tertentu dan bertahan lama.[28]

Pada keadaan superinfeksi, karena infeksi HBV terjadi lebih dahulu dan biasanya sudah kronis, HBsAg sudah terdeteksi sebelum infeksi. Pada superinfeksi, penyakit dibagi menjadi 2 fase, yaitu akut dan kronis. Pada keadaan akut, jumlah HDV sangat tinggi, baik di serum maupun jaringan hepar, dan lebih cepat terdeteksi, karena infeksi HBV sudah terjadi lebih dahulu. Sedangkan pada fase kronik, RNA HDV, anti-HDV IgM dan anti-HDV, mengalami kenaikan titer dan bertahan cukup lama.[28]

Diagram 1. Deteksi Serologis pada Koinfeksi HDV

diagram 1

Sumber: dr. Felicia, Alomedika. 2022.[28]

Diagram 2. Deteksi Serologis pada Superinfeksi HDV

diagram 2

Sumber: dr. Felicia, Alomedika. 2022.[28]

Berikut adalah tabel interpretasi pemeriksaan penunjang yang dapat memudahkan mengidentifikasi, apakah pasien mengalami koinfeksi, superinfeksi, dan infeksi kronik.

Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Penunjang.

Penanda diagnostik HBV/HDV koinfeksi akut HDV superinfeksi HDV infeksi kronik
HBsAg Positif Positif Positif
Anti-HBc IgM Positif Negatif Negatif
Serum HDAg Awal dan durasi pendek Awal dan durasi pendek Tidak bisa diidentifikasi
Serum HDV RNA Cepat namun lebih lama durasinya dibanding HDag Awal dan berkelanjutan Secara umum positif
Anti-HDV total Muncul di akhir (late), titernya rendah Titer cepat meningkat Titer tinggi
Anti-HDV, IgM Sementara, hanya sebagai penanda Titer cepat meningkat dan permanen Perubahan titer cepat
Liver HDAg Tidak terindikasi Positif Secara umum positif, namun dapat negative saat fase akhir

Sumber: dr. Devina Sagitania, Alomedika. 2022.[14]

Biopsi Hepar

Biopsi hepar bukan merupakan pemeriksaan rutin pada infeksi HDV, namun disarankan apabila hasil pemeriksaan serologis untuk infeksi HDV inkonklusif. Biopsi hepar dilakukan untuk menentukan derajat sirosis hati dan tanda keparahan inflamasi.[16]

Gambaran histopatologis biopsi hepar pada infeksi HDV akut, menunjukkan adanya infiltrasi intralobular sel inflamasi (limfosit, makrofag, sel Kupffer). Pada hepatitis D kronis, ditandai dengan nekrosis periportal dan sering disertai perubahan nodular. Pada pasien dengan HDV, diagnosis dengan biopsi hati dilakukan dengan mengidentifikasi hepatitis D antigen (HDAg). Jumlah HDAg menurun dengan perkembangan fibrosis, menjadi hampir tidak terdeteksi pada tahap akhir penyakit.[17,18]

Biopsi hepar juga dapat d igunakan untuk mengevaluasi  penyakit hati lain yang mungkin menyertai infeksi virus HDV, seperti steatohepatitis non alkohol (non alcoholic fatty liver disease/ NAFLD) dan penyakit hati terkait alkohol (alcohol-associated liver disease/ AALD).[10]

Radiologi

Pemeriksaan pencitraan non-invasif dapat dilakukan dengan pilihan seperti fibroscan transient elastography, ultrasound elastography, magnetic resonance elastography, untuk membantu menilai fibrosis hati. Elastography merupakan teknik pencitraan non invasive untuk memeriksa adanya fibrosis pada hati dengan yang dinilai dengan melihat elastic modulus atau elastisitas suatu jaringan yang diukur dengan teknik elastografi.[10,19]

Referensi

1. WHO. Hepatitis D. 2021. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-d
3. Koh et al. Pathogenesis of and New Therapies for Hepatitis D. Department of health & human services USA. 2019.
5. Saleem, et al. Delta hepatitis: Toward improved diagnostics. Hepatology. 2017.
9. Ben L. Da 1 , Theo Heller2 and Christopher Koh. Hepatitis D infection: from initial discovery to current investigational therapies. Gastroenterology Report, Oxford University. 2019.
10. Wong RJ, Brosgard C, Gish RG. Hepatitis D. Rare disease database. For patients and families. National organization for rare disorder. 2021. https://rarediseases.org/rare-diseases/hepatitis-d/
11. Chen LY, Pang XY, Goyal H, Xu HG. Hepatitis D: challenges in the estimation of true prevalence and laboratory diagnosis. Gut Pathog, 2021, 13:66. https://doi.org/10.1186/s13099-021-00462-0
14. Yurdaydın, et al. Diagnosis, management and treatment of hepatitis delta virus infection: Turkey. 2017. Clinical Practice Guidelines. Turk J Gastroenterol 2017; 28(Suppl 2); S84-S89.
15. Farci, P., & Niro, G. Clinical Features of Hepatitis D. Seminars in Liver Disease, 32(03), 228–236. 2012. doi:10.1055/s-0032-1323628
19. David Susanto, and Visakha R. Irawan. Role of Elastography in Early Detection of Liver Cirrhosis. Journal of Medicine and Health. 2017.
27. Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. StatPearls. December 31, 2021. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/

Epidemiologi Hepatitis D
Penatalaksanaan Hepatitis D

Artikel Terkait

  • Manajemen Hepatitis B pada Populasi Khusus
    Manajemen Hepatitis B pada Populasi Khusus
  • Waktu Inisiasi Farmakoterapi Hepatitis B Kronis
    Waktu Inisiasi Farmakoterapi Hepatitis B Kronis
  • Memahami Hasil Serologi Hepatitis B
    Memahami Hasil Serologi Hepatitis B
  • Mencegah dan Mengatasi Needle Stick Injury
    Mencegah dan Mengatasi Needle Stick Injury
  • Menyusui pada Ibu dengan Hepatitis B dan C
    Menyusui pada Ibu dengan Hepatitis B dan C

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 24 April 2025, 06:44
Apakah pasien hepatitis B harus diterapi seumur hidup?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter. Ijin bertanya. Apakah terapi pd pasien hepatitis b harus diberikan seumur hidup?Jika tidak, kapan kita bisa stop untuk terapi hepatitis b...
Anonymous
Dibalas 06 Maret 2025, 17:10
Tatalaksana mual pada Pasien post HD dengan HbSAg positif
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter..Izin bertanya, saya ada pasien perempuan usia 65th, datang dengan keluhan sesak nafas, perut rasa begah, mual dan demam. Pasien post HD 1 hari...
Anonymous
Dibalas 13 Juni 2024, 08:56
Terapi Hepatitis B apakah harus seumur hidup?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin diskusi dokter. Untuk terapi hepatitis biasanya berlangsung berapa lama? Apakah penderita harus minum obat seumur hidup? Kemudian kapan kita bisa cek...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.