Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Hepatitis D general_alomedika 2023-08-18T16:19:18+07:00 2023-08-18T16:19:18+07:00
Hepatitis D
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Hepatitis D

Oleh :
dr. Devina Sagitania
Share To Social Media:

Penatalaksanaan definitif untuk infeksi virus hepatitis D atau HDV) sampai saat ini belum ada yang disetujui oleh FDA, namun pada saat ini terapi yang dilakukan pada praktik klinis sehari-hari, menggunakan IFN-a dan peginterferon alfa-2b atau peginterferon alfa-2a untuk infeksi HDV kronis.[4,20,30]

Berobat Jalan

Pada pasien dengan hasil deteksi antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg positif yang bergejala, perlu dilakukan screening anti-HDV (hepatitis D virus). Bila anti HDV negatif dapat ditatalaksana sesuai standard tata laksana hepatitis B. Bila anti-HDV positif perlu diperiksa HDV RNA, bila HDV RNA negatif dan enzim hepar dalam batas normal, maka pasien boleh berobat jalan dan diobservasi berkala setiap 3 sampai 6 bulan.[21]

Pada observasi rutin, perlu dievaluasi pemeriksaan fungsi liver yang dilakukan dengan pemeriksaan aspartate aminotransferase (AST) atau SGOT dan aminotransferase alanine (ALT) atau SGPT, serta HDV RNA. Pada kasus di mana terdapat perburukan klinis penyakit atau dicurigai akan terjadi komplikasi, dari klinis perburukan dan hasil laboratorium perburukan, maka dapat dipertimbangkan untuk rawat inap dan konsultasi ke spesialis terkait.[21]

Persiapan Rujukan

Beberapa kriteria rujukan untuk pasien dengan infeksi HDV ke fasilitas tingkat lanjut dapat mempertimbangkan:

  • Pada kelompok berisiko tinggi, seperti pasien imunodefisiensi dan memiliki faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya, bila didapatkan HbsAg positif sebaiknya diperiksa anti-HDV. Apabila anti-HDV positif dapat dirujuk dari fasilitas kesehatan (faskes) primer ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi atau konsultasi dengan spesialis untuk mendapatkan tata laksana segera dan menentukan staging kerusakan hepar
  • Didapatkan gejala hepatitis D yang memberat disertai peningkatan enzim hati sebaiknya segera dirujuk untuk mendapatkan tata laksana segera dan menentukan staging kerusakan hepar
  • Didapatkan gejala dari komplikasi hepatitis D seperti sirosis hepatis, hepatocellular carcinoma (HCC), dan gagal hati; sebaiknya segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan segera[4]

Hepatitis D belum tercantum di Standar Kompetensi Dokter Indonesia, namun karena seringkali koinfeksi dengan Hepatitis B, di mana termasuk standar kompetensi 3A, maka pada pasien dengan infeksi HBV, setelah dilakukan penanganan awal sebaiknya dirujuk ke faskes yang lebih tinggi atau konsultasi dengan spesialis terkait yang ada.[28]

Terapi Medikamentosa

Pada pasien dengan infeksi virus hepatitis D (HDV) kronik, pengobatan saat ini yang digunakan yaitu terapi interferon menggunakan pegylated Interferon-2a (peg-IFNα) injeksi subkutan 180 μg seminggu atau pegylated IFN alfa-2b dengan dosis 1,5 mcg/kgBB per minggu. Lama pengobatan adalah 1 tahun, tergantung klinis. Namun, perlu diperhatikan bahwa obat ini belum disetujui FDA untuk penatalaksanaan infeksi HDV.[20-23,30]

Kontraindikasi pengobatan interferon yakni sirosis hepar dekompensata, kondisi gangguan psikiatri aktif, dan penyakit autoimun. Efek samping berupa flu-like symptoms, sakit kepala, myalgia, arthralgia, anemia, leukopenia, dan trombositopenia.[20-23]

European Medicines Agency (EMA) telah menyetujui bulevirtide (Hepcludex) 2 mg per hari subkutan selama 48 minggu dapat menghentikan masuknya HDV dan HBV ke hepatosit, sehingga membantu pemulihan dan melindungi sel yang tidak terinfeksi.[4,20]

Pembedahan

Transplantasi hati lebih disarankan bila sudah terjadi gagal hepar akut, ditandai dengan perkembangan penyakit ke ensefalopati hepatikum dan kelainan koagulasi, biasanya dengan nilai international normalized ratio (INR) 1,5 atau lebih, serta pada pasien tanpa sirosis yang sudah ada sebelumnya, dan durasi penyakit kurang dari 26 minggu.[4,23]

Terapi Suportif

Terapi suportif sebenarnya merupakan terapi utama pada penyakit yang disebabkan infeksi virus, termasuk infeksi HDV, di mana pada kasus infeksi HDV akut, terapi antivirus tidak diindikasikan, dan diutamakan perawatan suportif. Selain itu, perawatan suportif juga dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan efek samping dari terapi interferon yang sedang dilakukan pada penderita hepatitis D kronis.[4]

Terapi suportif yang dimaksud misalnya dengan rehidrasi pada pasien yang mengeluh mual dan muntah, misalnya dengan pemberian cairan intravena. Selain itu, perlu diingat bahwa pasien juga harus dijauhkan dari obat atau substansi yang sifatnya hepatotoksik, misalnya paracetamol dapat diganti dengan sistenol dan edukasi untuk tidak minum alkohol.[27]

Diet pada penderita infeksi HDV yang disarankan adalah diet tinggi energi agar mencegah terjadinya katabolisme, protein 1,25–1,5 g/kgBB/hari, dan diet lemak yang tidak jenuh (unsaturated) yang cukup sesuai kebutuhan. Diet per oral atau per NGT lebih dipilih daripada parenteral, namun bila pasien terus menerus tidak dapat mentoleransi diet, maka dapat diberikan diet parenteral.[29]

Pasien juga dapat diberikan suplementasi vitamin D, vitamin B12, dan vitamin lainnya sesuai kebutuhan. Pada pasien dengan edema atau asites, kebutuhan natrium per hari harus dikurangi untuk mengurangi keparahan klinis edema.[29]

Referensi

4. Lee AU and Lee C. Hepatitis D Review: Challenges for the Resource-Poor Setting. MDPI. 2021.
20. Niro, et al. Hepatitis delta virus: From infection to new therapeutic strategies. World Journal of W J G Gastroenterology. 2021.
21. Shah, et al. An update on the management of chronic hepatitis D. Oxford University Press. 2019.
22. Departement Health Republic of South Africa. National Guidelines for The Management of Viral Hepatitis. 2019.
23. Morabito, V. and Adebayo, D. Fulminant Hepatitis: Definition, Causes and Management. Health, 2014, 6, 1038-1048.
27. Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. StatPearls. December 31, 2021. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/
29. Nutrition Guide for Clinicians. Viral Hepatitis. November 29, 2021. https://nutritionguide.pcrm.org/nutritionguide/view/Nutrition_Guide_for_Clinicians/1342052/all/Viral_Hepatitis
30. Terrault NA, Lok ASF, McMahon BJ, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Brown RS Jr, Bzowej NH, Wong JB. Update on prevention, diagnosis, and treatment of chronic hepatitis B: AASLD 2018 hepatitis B guidance.Hepatology. 2018;67(4):1560.

Diagnosis Hepatitis D
Prognosis Hepatitis D

Artikel Terkait

  • Manajemen Hepatitis B pada Populasi Khusus
    Manajemen Hepatitis B pada Populasi Khusus
  • Waktu Inisiasi Farmakoterapi Hepatitis B Kronis
    Waktu Inisiasi Farmakoterapi Hepatitis B Kronis
  • Memahami Hasil Serologi Hepatitis B
    Memahami Hasil Serologi Hepatitis B
  • Mencegah dan Mengatasi Needle Stick Injury
    Mencegah dan Mengatasi Needle Stick Injury
  • Menyusui pada Ibu dengan Hepatitis B dan C
    Menyusui pada Ibu dengan Hepatitis B dan C

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 24 April 2025, 06:44
Apakah pasien hepatitis B harus diterapi seumur hidup?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter. Ijin bertanya. Apakah terapi pd pasien hepatitis b harus diberikan seumur hidup?Jika tidak, kapan kita bisa stop untuk terapi hepatitis b...
Anonymous
Dibalas 06 Maret 2025, 17:10
Tatalaksana mual pada Pasien post HD dengan HbSAg positif
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter..Izin bertanya, saya ada pasien perempuan usia 65th, datang dengan keluhan sesak nafas, perut rasa begah, mual dan demam. Pasien post HD 1 hari...
Anonymous
Dibalas 13 Juni 2024, 08:56
Terapi Hepatitis B apakah harus seumur hidup?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin diskusi dokter. Untuk terapi hepatitis biasanya berlangsung berapa lama? Apakah penderita harus minum obat seumur hidup? Kemudian kapan kita bisa cek...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.