Diagnosis Middle East Respiratory Syndrome (MERS)
Diagnosis Middle East Respiratory Syndrome (MERS) terutama dicurigai pada pasien dengan riwayat perjalanan/tinggal di daerah endemis MERS dan ditegakkan melalui uji serologi atau Real Time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR) yang positif. Periode inkubasi MERS-CoV adalah 5 hari.[3,8]
Diagnosis MERS sulit ditentukan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik sebab manifestasi klinis bervariasi dari asimtomatik, gejala infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga pneumonia, bahkan dapat terjadi acute respiratory distress syndrome (ARDS), sepsis, dan mortalitas.[16]
Anamnesis
Pasien dengan MERS dapat memiliki gejala atau tanpa gejala. MERS CoV simptomatis dapat mengeluhkan :
- Gejala tidak spesifik: demam, mual, muntah, nyeri otot dan nyeri perut
- Gejala infeksi saluran pernafasan atas: rhinorrhea
- Gejala infeksi saluran pernafasan bawah: sesak[3,9]
Keluhan lain yang dapat ditemukan pada anamnesis adalah diare. Gejala pernafasan yang berat seperti gagal nafas juga dapat terjadi.
Selain gejala-gejala tersebut, biasanya pasien dengan MERS memiliki riwayat bepergian dari negara Timur Tengah dalam 14 hari sebelum onset, bekerja di pelayanan kesehatan, kontak dengan unta, atau kontak dengan orang yang bepergian ke Timur Tengah.[2,9]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pasien dengan MERS, dapat ditemukan hasil yang mirip dengan pasien pneumonia. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan, antara lain:
- Peningkatan atau penurunan suhu tubuh (< 36 derajat Celsius atau ≥38 derajat Celsius)
- Tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg bila pasien syok sepsis
- Peningkatan laju nadi di atas 90 kali per menit
- Peningkatan laju pernapasan per menit yaitu ≥ 20 kali/menit
- Penurunan saturasi oksigen di bawah 90%[3,15]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk MERS dilihat dari gejala sesak dapat dibagi menjadi sesak karena paru-paru, jantung, maupun metabolik. Sesak yang berasal dari paru-paru antara lain disebabkan oleh influenza, parainfluenza, pneumonia, dan tuberkulosis paru. Sesak yang berasal dari jantung dapat disebabkan adanya gagal jantung.
Influenza dan Parainfluenza
Infeksi influenza dan parainfluenza merupakan salah satu infeksi saluran pernafasan yang paling sering terjadi. Biasanya pasien akan merasa demam, bersin, batuk, dan sakit kepala. Infeksi akibat influenza dapat dibedakan dengan MERS dari lamanya infeksi serta respons pada obat. Infeksi akibat influenza dapat sembuh pada hari ke-5 sampai 6 setelah infeksi, dan pasien merespons pada pemberian terapi penunjang.[17]
Pneumonia
Pada pneumonia terdapat gejala demam, sesak, serta batuk, yang sama dengan infeksi yang disebabkan MERS. Selain itu, dapat ditemukan pula gambaran infiltrat pada rontgen paru, pada auskultasi ditemukan ronkhi dan mengi.[18]
Pneumonia dapat dibedakan dengan MERS dari hasil pemeriksaan aspirat sistem pernafasan. Pada pneumonia, ditemukan bakteri penyebab infeksi tersebut, sedangkan tidak ditemukan bakteri penyebab pada MERS.[18]
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan salah satu infeksi paru yang paling sering ditemukan di Indonesia. Dengan tanda dan gejala yang tidak khas, tuberkulosis dapat muncul dalam berbagai bentuk. Dibedakan dengan pemeriksaan dahak, lamanya waktu infeksi, serta penurunan berat badan, tuberkulosis dapat mengecoh dokter dalam mendiagnosis MERS.[19]
Gagal Jantung
Gagal jantung dapat dibedakan dari MERS dengan adanya edema pada tungkai, suara jantung abnormal, serta hasil x-ray toraks. Pada gagal jantung, tidak ditemukan demam dan gejala-gejala infeksi saluran nafas.[20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk MERS adalah pemeriksaan RT-PCR, dimana bila hasil didapatkan positif, dokter dapat tegak mendiagnosa pasien dengan MERS.[16]
Pemeriksaan rRT-PCR
Pemeriksaan RT-PCR menggunakan sampel sputum dan swab tenggorok untuk menentukan skrining serta diagnosis MERS, diikuti dengan teknik sekuensing. Pengambilan sampel ini sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan laboratorium diagnostik untuk MERS antara lain pemeriksaan gen protein E (gen upE), gen ORF1b, gen ORF1a. Untuk konfirmasi, dapat diperiksa gen protein RNA polymerase pada RdRp RNA dan nukleokapsid. Algoritme pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi MERS dapat dilihat pada Gambar 1.[2,14]
Gambar 1. Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Kasus MERS. dr. Gabriela, Alomedika, 2022.[2]
Pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi virus MERS-CoV, spesimen dikirim ke Laboratorium Badan Litbangkes Republik Indonesia. Untuk menemukan viral shedding, dapat dilakukan pengambilan spesimen setiap 2-3 hari. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah untuk menilai viremia, swab konjungtiva bila ditemukan konjungtivitis, urine, tinja, dan cairan serebrospinal, apabila dicurigai adanya MERS pada urine, tinja, dan cairan serebrospinal.[2]
Walaupun begitu, hasil yang didapatkan tidak selalu benar. Kualitas spesimen yang buruk, pengambilan yang terlalu dini atau terlalu lambat, spesimen dengan transpor dan penyimpanan yang tidak baik, serta adanya hambatan pada PCR atau mutasi virus dapat menyebabkan hasil negatif palsu.[2]
Pemeriksaan Darah Perifer
Pemeriksaan darah perifer tidak secara spesifik mendiagnosa MERS. Namun, untuk melihat keparahan dan komplikasi penyakit. Pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti darah rutin dan analisa gas darah, dapat menunjukkan adanya sepsis dan ARDS pada pasien dengan MERS.[3]
Radiologi
Pada foto toraks dapat ditemukan adanya infiltrat, konsolidasi, serta gambaran Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Studi oleh Cha et al melakukan penilaian foto toraks dengan sistem skoring. Beberapa komponen yang dinilai adalah adanya opasitas dan konsolidasi berdasarkan lokasi (atas, tengah, bawah paru kanan atau kiri). Pasien dengan skor ≥10 pada hari ke 10 infeksi virus MERS harus terus di follow-up dan diberikan terapi yang sesuai.[21]
Studi tersebut menunjukkan bahwa foto toraks sebagai prediktor kegagalan nafas pada pasien MERS CoV memiliki sensitivitas sebesar 57,1% dan spesifisitas sebesar 94,4% pada hari ke 10 infeksi dengan skor ≥ 10. Namun, terdapat keterbatasan pada studi ini, walaupun skor ≥ 10 memiliki angka kekuatan prediktif, tetapi secara statistik, hal tersebut tidak signifikan.[21]
Definisi Kasus MERS di Indonesia
Berdasarkan Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi MERS-CoV oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, definisi kasus MERS dibagi menjadi kasus dalam penyelidikan, kasus probabel, dan kasus konfirmasi.[2]
Kasus dalam Penyelidikan
Seseorang termasuk kasus dalam penyelidikan apabila ditemui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang ditandai dengan demam (≥38oC), batuk, dan pneumonia berdasarkan gejala klinis maupun radiologis. Selain itu, pasien imunokompromais perlu diwaspadai karena gejala dan tanda mungkin tidak jelas.[2]
Selain itu, terdapat salah satu dari kriteria di bawah, yaitu:
- Memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah dalam 14 hari sebelum sakit, tetapi belum ditemukan penyebab
- Adanya petugas yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien ISPA yang berat (severe acute respiratory infection atau SARI), terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tetapi belum ditemukan penyebab
- Adanya klaster pneumonia dalam periode 14 hari, tapi belum ditemukan penyebab
- Adanya perburukan gejala klinis mendadak walaupun pengobatan tepat
Seseorang juga langsung dikategorikan sebagai kasus dalam penyelidikan apabila ia mengalami ISPA ringan atau berat, disertai kontak erat selama 14 hari dengan pasien dengan kasus konfirmasi maupun kasus probabel MERS.[2]
Kasus Probabel
Kasus probabel MERS dapat ditentukan apabila seseorang secara klinis, radiologis, atau histopatologi terbukti mengalami pneumonia atau ARDS dan memiliki hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS atau mempunyai riwayat tinggal/bepergian dari negara endemis 14 hari terakhir; tanpa melihat hasil/adanya pemeriksaan untuk MERS.[2]
Kasus Konfirmasi
Kasus MERS yang terkonfirmasi merupakan kasus infeksi MERS dengan hasil laboratorium yang positif.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja