Patofisiologi Middle East Respiratory Syndrome (MERS)
Patofisiologi Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dimulai dari penularan virus MERS-CoV dari kelelawar dan unta pada manusia. Masuknya virus MERS-CoV ke dalam sel inang melalui perlekatan protein S dengan reseptor dan dilanjutkan dengan fusi kepada membran sel inang. Fusi ini diikuti dengan respons imun seluler dan adaptif yang mengaktivasi sitokin pro-inflamasi dan mengaktivasi jalur inflamasi lainnya.[3]
Perlekatan dan Fusi Virus
Perlekatan MERS-CoV dengan membran sel inang mengawali infeksi MERS. Protein S berikatan dengan reseptor dipeptidyl peptidase-4 (DPP4) dan memberikan jalan kepada virus untuk masuk kedalam sel inang.
Virus MERS-CoV dapat masuk ke dalam sel inang melalui endositosis maupun fusi membran. Fusi membran lebih sering terjadi dibanding endositosis. Fusi membran dapat terjadi dengan/tanpa fasilitasi pH sekitar.
Pada fusi yang bergantung kepada pH sekitar, virus langsung masuk ke dalam sel setelah perlekatan terjadi. Sedangkan, pada fusi yang tidak tergantung pada pH sekitar, virus masuk via fusi antara viral envelope dan membran plasma. Hal ini menyebabkan terbentuknya sinsitia. Kedua interaksi fusi ini menyebabkan masuknya virus ke dalam sel inang dan memberikan sinyal imunosupresi, sehingga virus dapat berkembang.[3-7]
Respon Imun Seluler dan Adaptif
Masuknya virus MERS-CoV ke dalam tubuh, dilanjutkan dengan aktivasi sistem imun, terutama sel dendritik, infeksi MERS CoV menyebabkan munculnya sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-1β, interleukin-8, interleukin-6, dan CC-kemokin ligand 2, serta munculnya kemokin pada makrofag yang matur.
Hal tersebut menyebabkan inflamasi, terutama di sistem pernafasan bagian bawah. Berbeda dengan human coronavirus virus lain, MERS-CoV menginhibisi produksi interferon-1, dan mengaktivasi jalur inflamasi lain.[3-6]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja