Epidemiologi Middle East Respiratory Syndrome (MERS)
Prevalensi Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di dunia mencapai 2600 orang dalam 5 tahun terakhir. Kasus terbesar ditemukan di kawasan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Cina, serta Malaysia pernah melaporkan kasus MERS. Akibat angka mortalitas yang tinggi, MERS menjadi salah satu fokus penyakit yang diutamakan penanganannya oleh WHO.[13,14]
Global
Kasus MERS paling banyak terjadi di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sekitar 79% dari jumlah seluruh kasus. Walaupun begitu, kejadian MERS juga banyak terjadi di Korea Selatan, diawali pada saat outbreak pada tahun 2015.[14,15]
Selain negara-negara tersebut, MERS telah dilaporkan terjadi di Oman, Austria, Bahrain, Cina, Mesir, Qatar, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Malaysia, dan 14 negara lainnya. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah MERS sekunder.[14,15]
Hingga Januari 2020, sebanyak 2519 kasus MERS telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, dengan 84% kasus MERS dilaporkan terjadi di Arab Saudi. Tidak ada perubahan signifikan dari tren MERS yang terjadi di dunia sampai dengan tahun 2020.[13]
Indonesia
Belum ada data mengenai angka kejadian MERS-CoV di Indonesia. Namun, masyarakat Indonesia memiliki risiko terkena MERS saat bepergian ke Arab Saudi bertujuan untuk menunaikan ibadah haji, ibadah umrah, ataupun menjadi tenaga kerja di Arab Saudi. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan lebih lanjut.[2]
Mortalitas
Berdasarkan studi epidemiologi, MERS memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi dengan case fatality rate (CFR) global mencapai 34,3%, angka ini dilaporkan lebih tinggi dibandingkan CFR akibat COVID-19.[13,14]
Kebanyakan dari kasus tersebut berasal dari Arab Saudi, dimana dari 2121 kasus, terdapat kasus mortalitas sebanyak 788 kasus. Kematian banyaknya terjadi pada pasien dengan kelompok usia 50-59 untuk kasus primer, dan 70-79 untuk kasus sekunder.[13]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja