Diagnosis Shigellosis
Diagnosis shigellosis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan diare akut cair, mukoid, atau berdarah. Temuan bakteri Shigella spp., pada pemeriksaan feses akan mengonfirmasi diagnosis.[1,2]
Anamnesis
Saat anamnesis perlu digali informasi mengenai faktor risiko, seperti riwayat sosial dan paparan yang berkaitan. Ini termasuk aktivitas seksual, status tempat tinggal, riwayat bepergian ke luar negeri, serta anamnesis keluhan pasien.[1,2]
Keluhan
Gejala shigellosis umumnya muncul antara 12 jam hingga 3 hari setelah tertelan organisme dengan rata-rata masa inkubasi 3 hari. Gejala tipikal shigellosis antara lain diare akut cair, mukoid, atau berdarah. Pasien bisa mengalami demam 1-3 hari post infeksi. Gejala tambahan bisa berupa mual, muntah, anoreksia, letargi, tenesmus, dan rasa tidak nyaman di abdomen yang bervariasi dari ringan hingga nyeri kolik abdomen menyeluruh.
Gejala yang lebih berat dapat terjadi namun jarang, antara lain delirium, ensefalopati, anuria, kejang, meningismus, dan koma. Tenesmus yang berat dapat menyebabkan prolaps rektal dan inkontinensia alvi. Shigellosis dengan gejala ringan umumnya dapat sembuh spontan (self-limiting) dalam 5-7 hari, sedangkan pada kasus yang berat dapat berlangsung hingga 3-6 minggu.[1,3,4]
Keluhan pada Bayi
Pada bayi usia kurang dari 1 tahun, gejala diare yang terjadi biasanya tidak berdarah namun sering. Frekuensi diare bisa lebih dari 6 kali diare cair dalam 24 jam. Keluhan biasanya disertai muntah dan durasi penyakit lebih panjang sehingga lebih berisiko terjadi dehidrasi. Syok hipovolemik hingga kematian dapat terjadi pada pasien bayi usia <2 tahun.[4,7]
Derajat Keparahan Gejala Berdasarkan Spesies Patogen
Tingkat keparahan penyakit dapat bervariasi antar spesies penyebab. Gejala tipikal shigellosis muncul pada infeksi S. sonnei dan S. boydii, namun derajat keparahan infeksi S. boydii lebih bervariasi.
Gejala infeksi S. flexneri biasanya lebih berat dan lama dibandingkan infeksi S. sonnei. Infeksi S. dysenteriae menimbulkan gejala yang paling berat dibandingkan spesies Shigella lainnya, dengan tingkat kematian yang tinggi.[1,6]
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan shigellosis dapat nampak letargi. Pada pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan demam, takikardi, takipneu, dan hipotensi. Tanda-tanda dehidrasi perlu diawasi.
Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan distensi abdomen dengan bising usus normal atau hiperaktif. Nyeri tekan abdomen bawah dapat ditemukan karena melibatkan kolon sigmoid dan rektum.[1,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding shigellosis meliputi penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala serupa, antara lain amebiasis, cryptosporidiosis, salmonellosis, infeksi Campylobacter, infeksi Clostridium difficile, infeksi Yersinia enterocolitica, disentri Escherichia coli, kolera, gastroenteritis viral, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan kanker kolon.[1,4,5]
Amebiasis
Pada amebiasis juga dapat muncul diare cair berdarah, kram abdomen, anoreksia, dan demam, namun onset gejala amebiasis bersifat gradual dan berlangsung hingga lebih dari 1-2 minggu. Selain manifestasi intestinal, amebiasis juga dapat menyebabkan manifestasi ekstraintestinal. Amebiasis dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur dari sampel feses.[1,5]
Cryptosporidiosis
Gejala yang muncul pada cryptosporidiosis mirip dengan shigellosis, namun diare pada cryptosporidiosis umumnya cair atau mukoid, jarang berdarah, dan dapat disertai atau tanpa kram abdomen. Pada cryptosporidiosis jarang ditemukan darah atau leukosit pada feses. Cryptosporidiosis dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur feses.[5]
Salmonellosis
Salmonellosis memiliki gejala yang mirip dengan shigellosis, namun diare pada salmonellosis umumnya cair, jarang berdarah. Salmonellosis dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur dari sampel feses.[1,5]
Infeksi Campylobacter
Pasien dengan infeksi Campylobacter biasanya memiliki riwayat makan daging unggas yang tidak matang, susu yang tidak terpasteurisasi, atau minum air yang tidak bersih. Presentasi klinis infeksi Campylobacter mirip dengan shigellosis, yaitu demam, nyeri kepala, mialgia, kram abdomen, diare cair berdarah, muntah, tenesmus, dan nyeri abdomen kanan bawah. Infeksi Campylobacter dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur feses.[1,5]
Infeksi Clostridium difficile
Infeksi Clostridium difficile memiliki gejala yang mirip dengan shigellosis namun diare yang muncul pada infeksi C. difficile jarang berdarah. Infeksi C. difficile perlu dicurigai pada pasien dengan riwayat rawat inap sebelumnya, riwayat diare dalam ≥48 jam setelah rawat inap, dan riwayat terapi antibiotik dalam 3 bulan terakhir. Infeksi C. difficile dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur feses.[1,5]
Infeksi Yersinia enterocolitica
Temuan klinis infeksi Yersinia enterocolitica mirip dengan shigellosis, yaitu diare cair mukoid, yang pada kasus berat dapat berdarah. Pasien bisa mengalami demam ringan, nyeri abdomen kanan bawah, muntah, anoreksia, nyeri kepala, serta adanya leukosit dan darah pada feses. Infeksi Yersinia enterocolitica dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur feses.[4,5]
Kolera
Kolera memiliki gejala yang mirip dengan shigellosis, namun diare pada kolera cair, sangat banyak, dan tidak nyeri. Pemeriksaan kultur dari sampel feses dapat membedakan diagnosis shigellosis dengan kolera.[5]
Disentri Escherichia coli
Disentri Escherichia coli disebabkan oleh enteroinvasive E. coli [EIEC] atau enterohemorrhagic E coli [EHEC]. Temuan klinisnya mirip shigellosis yaitu demam, diare berdarah, dehidrasi, serta adanya leukosit dan darah pada feses. Disentri E. coli dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur feses.[1,5]
Gastroenteritis Viral
Gastroenteritis viral paling sering disebabkan oleh Rotavirus. Gastroenteritis viral memiliki gejala yang mirip dengan shigellosis namun diare yang muncul cair dan tidak berdarah. Kondisi ini dapat dibedakan dari shigellosis dengan pemeriksaan kultur dari sampel feses.[5]
Penyakit Crohn
Presentasi klinis penyakit Crohn mirip dengan shigellosis, namun diare pada Crohn umumnya intermitten dan tidak berdarah banyak. Pemeriksaan kultur dari sampel feses dapat membedakan diagnosis shigellosis dengan penyakit Crohn.[1,5]
Kolitis Ulseratif
Gejala kolitis ulseratif mirip dengan shigellosis. Shigellosis dapat dibedakan dari kolitis ulseratif dengan pemeriksaan kultur dari sampel feses dan biopsi kolon. Temuan histopatologi shigellosis pada biopsi kolon akan menunjukkan adanya infiltrasi sel mononuklear dan neutrofil di lamina propia, perdarahan, ulkus, berkurangnya mukus, dan abses kripta.[5]
Kanker Kolon
Pada kanker kolon dapat terjadi gejala yang menyerupai shigellosis yaitu nyeri abdomen, perdarahan rektal, dan diare, namun pada kanker kolon dapat dipalpasi adanya massa abdomen, hepatomegali, dan asites yang tidak ditemukan pada pasien shigellosis.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Pada prinsipnya, diagnosis shigellosis ditegakkan dengan menemukan Shigella pada sampel feses pasien. Metode pemeriksaan yang utama yaitu kultur bakteri dari sampel feses dan culture-independent diagnostic test (CIDT) yaitu polymerase chain reaction (PCR).[1,2]
Kultur dari sampel feses perlu dilakukan pada semua kasus yang dicurigai shigellosis. Pemeriksaan kultur memiliki spesifisitas tinggi (>99%) namun sensitivitas rendah sehingga kombinasi dengan PCR merupakan pilihan yang baik. PCR dapat mendeteksi materi genetik Shigella seperti gen ipaH, gen virF, dan gen virA. Meski begitu, ketersediaan PCR di fasilitas kesehatan masih terbatas.[1,6,7]
Jika dilakukan PCR dan ditemukan hasil positif, maka perlu dilanjutkan pemeriksaan kultur sebagai konfirmasi. Jika pemeriksaan kultur positif terhadap Shigella, dilanjutkan dengan uji kepekaan antibiotik untuk menentukan antibiotik yang tepat, tetapi terapi empirik diberikan terlebih dahulu selagi menunggu hasil uji kepekaan antibiotik.[1,2]
Pemeriksaan Analisis Feses
Pemeriksaan feses mikroskopis dapat menunjukkan adanya leukosit dan darah dalam feses. Antitripsin alfa-1 feses dapat meningkat selama fase akut dan tetap tinggi pada kasus dengan gagal terapi.[1,5]
Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, leukopenia, anemia, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.
Pemeriksaan fungsi hati dapat menunjukkan peningkatan ringan bilirubin pada penyakit yang berat. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat menunjukkan peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin pada pasien anak, lanjut usia, atau pasien dehidrasi. Pemeriksaan kreatinin dan BUN dapat digunakan untuk memonitor status hidrasi pasien.[1,5]
Pada pasien dengan sindrom gangguan sekresi antidiuretic hormone (ADH), dapat ditemukan hiponatremia.
Penanda inflamasi seperti erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP) dapat meningkat.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani