Epidemiologi Shigellosis
Menurut data epidemiologi, shigellosis sering terjadi pada anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun, terutama di lingkungan dengan populasi padat dan sanitasi buruk. Risiko infeksi diketahui meningkat pada suhu lingkungan yang lebih tinggi.[5,7]
Global
Kasus shigellosis mencapai 165 juta kasus/tahun secara global, dimana 69% kasus terjadi pada anak-anak. Di negara maju, insiden shigellosis mencapai 1,5 juta kasus/tahun. S. sonnei banyak ditemukan di negara maju, sedangkan S. flexneri lebih banyak ditemukan di negara berkembang di Afrika dan Asia.[1,6]
Shigellosis sering terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Tidak ada predominansi gender maupun predileksi ras terhadap penyakit shigellosis. Sebuah penelitian kohort menunjukkan prevalensi shigellosis pada anak usia <2 tahun di beberapa daerah di negara berkembang sebesar 11,5%. Angka ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sanitasi rendah, pendidikan maternal rendah, kepadatan penduduk, dan malnutrisi.[1,7]
Di Asia Tenggara, prevalensi shigellosis mencapai 4% dengan prevalensi tertinggi pada kelompok usia ≤5 tahun. Spesies yang paling endemi di Asia Tenggara yaitu S. sonnei dan S. flexneri serotipe 2a, 3a, 1b, 2b, dan 6. S. flexneri banyak ditemukan di Indonesia (72%) dan Kamboja (71%).[7]
Indonesia
Data epidemiologi shigellosis di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Secara global, angka kematian akibat shigellosis mencapai 1,1 juta/tahun, dimana 61% terjadi pada anak usia <5 tahun. Angka mortalitas tinggi pada pasien anak malnutrisi, pasien immunocompromised, dan pasien yang mengalami komplikasi.
Pada pasien yang mengalami bakteremia, angka mortalitas mencapai 20%. Pada pasien dengan komplikasi sindrom uremik hemolitik, angka mortalitas bisa mencapai 50%.[1,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani