Diagnosis Amphetamine and Cocaine Use Disorder
Diagnosis amphetamine and cocaine use disorder ditegakkan dengan menggunakan kriteria diagnostic and statistical manual of mental disorders IV (DSM-IV). Hal yang harus diperhatikan dari diagnosis ini adalah pengguna harus menggunakan obat setidaknya selama 12 bulan dan timbul adanya hendaya sosial, akademis, atau pekerjaan, atau terjadi intoksikasi obat.
Kriteria Diagnosis Amphetamine and Cocaine Use Disorder
Penggunaan substansi psikostimulan memiliki potensi tinggi menyebabkan substance use disorder. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) dahulu memiliki 2 kategori, penyalahgunaan dan dependensi, tetapi pada kriteria DSM V, kedua kategori tersebut digabung menjadi substance use disorder.
Amphetamine and cocaine use disorder terutama ditemukan pada kondisi berikut:
- Penggunaan dengan dosis tinggi
- Penggunaan dalam bentuk rokok atau suntikan
Kokain lebih berisiko dibanding amfetamin karena memiliki durasi kerja yang lebih singkat, sekitar 10-20 menit dibandingkan amfetamin yang bisa mencapai 10-20 jam[1-2]
Penegakan diagnosis amphetamine and cocaine use disorder dilakukan berdasarkan kriteria The American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual (DSM-V) untuk substance use disorder. Seseorang dinyatakan mengalami substance use disorder jika memenuhi 2 atau lebih dari kriteria berikut selama setidaknya 12 bulan:
- Mengonsumsi lebih banyak obat dibanding dosis yang dibutuhkan
- Ingin mengurangi atau berhenti mengonsumsi namun tidak mampu
- Menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan, mengonsumsi dan pulih dari penggunaan obat
- Memiliki keinginan terus menerus untuk menggunakan obat
- Tidak dapat melakukan aktivitas di kantor, rumah atau sekolah karena penggunaan obat
- Terus menggunakan obat walaupun mengganggu hubungan pribadi
- Merelakan aktivitas sosial, pekerjaan dan rekreasional yang penting karena penggunaan obat
- Menggunakan obat terus menerus walaupun berbahaya
- Menggunakan obat terus menerus walaupun mengetahui permasalahan fisik dan psikologis yang dialami saat ini disebabkan atau diperparah oleh penggunaan obat
- Terjadinya toleransi, menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang diinginkan
- Terjadinya gejala withdrawal setelah mengonsumsi obat tersebut[4]
Penggunaan Akut
Penggunaan akut kokain dan amfetamin dapat menyebabkan intoksikasi dan overdosis. Perubahan klinis yang dapat ditemukan pada pasien mulai dari perubahan fisiologis, perubahan perilaku dan perubahan psikologis. Perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh lama penggunaan obat, potensi obat yang digunakan, cara penggunaan dan dosis penggunaan.[1-2]
Penggunaan psikostimulan akut dapat menyebabkan peningkatan energi dan libido, tidak merasa lelah dan menurunnya nafsu makan. Selain itu, juga dapat ditemukan peningkatan kepercayaan diri dan peningkatan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan aktivitas adrenergik seperti peningkatan tekanan darah dan takikardia.[1-2]
Gejala pada Dosis Kokain dan Amfetamin yang Lebih Tinggi
Peningkatan dosis dapat menyebabkan peningkatan gejala yang ditemukan. Pada dosis yang lebih tinggi dapat ditemukan tanda-tanda efek samping penggunaan psikostimulan yakni insomnia, kecemasan, iritabilitas, kebingungan, paranoid, serangan panik, dan halusinasi. Dapat pula ditemukan gejala berupa impulsivitas dan grandiositas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda efek samping berupa hiperpireksia, tremor, diaforesis, takikardia, hipertensi dan takipnea.[1-2]
Gejala Overdosis
Overdosis penggunaan psikostimulan dapat ditandai dengan kejang, infark atau perdarahan intrakranial, iskemia jantung, aritmia, gagal napas, dan hiperreaktivitas otot yang dapat berakhir pada rhabdomiolisis.[1-2]
Penggunaan Kronis
Penggunaan kronis ditandai dengan pemakaian substansi berulang dan dalam siklus. Siklus pemakaian biasanya dalam 12 jam atau lebih pada pemakaian kokain. Siklus pada pemakai metamfetamin biasanya berlangsung beberapa hari. Penggunaan dalam siklus ini dijelaskan dalam konsep sensitisasi: penggunaan obat yang bersifat intermiten menyebabkan kebutuhan penggunaan untuk meningkatkan dosis substansi yang digunakan.[1-2]
Pada penggunaan yang bersifat kronis, dapat ditemukan gejala psikotik yang jelas. Gejala psikotik yang dapat ditemukan termasuk paranoid, delusi dan halusinasi. Gejala halusinasi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi taktil. Sekitar 25-50% pengguna psikostimulan kronis melaporkan gejala psikotik. Lebih lagi, gejala psikotik dapat bertahan dalam beberapa tahun setelah penghentian penggunaan amfetamin, pada penggunaan amfetamin lebih dari 2 tahun.
Penggunaan psikostimulan jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan dapat bertahan beberapa bulan setelah penggunaan terakhir. Pada pemeriksaan pencitraan otak dapat ditemukan perubahan struktur otak seperti penurunan volume korteks frontal dan peningkatan volume ganglia basalis.[1-2]
Setelah penghentian obat, salah satu fase yang dapat ditemukan adalah gejala penarikan (withdrawal). Gejala akut ditandai dengan hipersomnolen, rasa lapar yang tidak tertahankan, dan depresi. Pada beberapa minggu gejala akan berubah menjadi disforia, letargi, dan anhedonia.[1-2]
Amphetamine and Cocaine Use Disorder dan Percobaan Bunuh Diri
Salah satu perhatian penting dalam amphetamine and cocaine use disorder adalah tingginya mortalitas akibat upaya percobaan bunuh diri. Pada pemeriksaan pasien, harus dilakukan penggalian terhadap kemungkinan percobaan bunuh diri baik berupa ide ataupun yang sudah dilakukan. Pasien amphetamine and cocaine use disorder dengan ide bunuh diri harus dirawat inap. Ide bunuh diri biasanya terjadi pada pasien amphetamine and cocaine use disorder yang disertai dengan depresi atau permasalahan psikiatri lainnya.[11]
Diagnosis Banding
Seperti penyakit psikiatri lainnya, diagnosis banding utama yang harus disingkirkan adalah penyebab organik, seperti delirium, hipertiroidisme, dan acute intermittent porphyria.
Selain itu, penggunaan substansi lain juga dapat diduga sebagai diagnosis banding yakni intoksikasi Lysergic Acid Diethylamide (LSD), phencyclidine (PCP), cannabis use disorder, konsumsi berlebihan kafein, serta gejala withdrawal alcohol use disorder, benzodiazepine use disorder, barbiturat use disorder, serta gamma-hydroxybutyrate use disorder.
Kecurigaan yang mengarah pada neuroleptic malignant syndrome harus dapat disingkirkan pada kasus amphetamine and cocaine use disorder. Beberapa kasus kelainan psikiatri juga merupakan diagnosis banding kecanduan psikostimulan seperti schizophrenia, gangguan cemas, dan gangguan bipolar.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji toksikologi namun pemeriksaan ini sangat dipengaruhi oleh jarak antara waktu pengambilan sampel dengan waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dapat dilakukan untuk mengeksklusi substansi lainnya yang menunjukkan gejala seperti intoksikasi amfetamin dan kokain yakni PCP dan ganja. Walau demikian, pemeriksaan ini tidak akurat dengan tingkat positif palsu dan negatif palsu yang cukup tinggi. Selain itu, terdapat juga kemungkinan rekasi silang dengan substansi lain sehingga menambah tingkat inakurasi hasil pemeriksaan urine.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan untuk melihat ada tidaknya efek samping aritmia pada penggunaan psikostimulan.
Pada penggunaan kokain fase akut dan penggunaan amfetamin dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, diaforesis, atau mual, dokter harus mencurigai adanya kemungkinan infark miokard. Lakukan pemeriksaan EKG dan biomarker jantung seperti troponin
Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala dehidrasi. Selain itu, hiponatremia juga dapat timbul sebagai komplikasi dari amphetamine and cocaine use disorder.
Pencitraan
Pasien yang datang dengan gangguan kesadaran atau gangguan neurologis lainnya dapat diperiksakan dengan pencitraan otak (biasanya CT Scan) untuk mengeksklusi penyebab organik.[2]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri