Penatalaksanaan Chronic Fatigue Syndrome
Belum ada penatalaksanaan standar dan kuratif untuk chronic fatigue syndrome (CFS) atau ensefalomielitis myalgik. Penatalaksanaan CFS harus fokus pada terapi suportif dalam mengobati gejala umum dan kondisi komorbiditas, seperti gangguan tidur, nyeri, depresi dan kecemasan, kesulitan memori dan konsentrasi, serta pusing dan kepala terasa ringan.. Penatalaksanaan CFS bersifat simtomatik dengan menggunakan kombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Berdasarkan kriteria diagnosis terbaru, maka penatalaksanaan chronic fatigue syndrome (CFS) dengan cognitive behavioral therapy (CBT) dan graded exercise therapy (GET) tidak lagi menjadi modalitas utama. Karena dua terapi ini tidak bisa mengatasi post exertional malaise (PEM).[1,10]
Pendekatan Manajemen Gejala, dan Komorbiditas
Seperti telah disebutkan di atas, CFS belum memiliki terapi yang bersifat definitif. Oleh karenanya, tata laksana berfokus pada perbaikan gejala dan penanganan komorbiditas.
Gangguan Tidur
Masalah gangguan tidur bisa dibantu dengan sleep hygiene, latihan meditasi atau relaksasi, meminimalkan stimulus sensori, serta terapi cahaya atau filter sinar biru.[1] Jika setelah evaluasi penyebab lain untuk gangguan tidur, CFS diidentifikasi sebagai penyebab sebenarnya, terapi farmakologis yang dijual bebas atau antidepresan trisiklik dosis rendah dapat direkomendasikan. Sebagai contoh, amitriptyline dengan dosis awal 10 mg satu jam sebelum tidur. Jika dosis rendah ini tidak mengurangi sering terbangun di malam hari, peningkatan dosis secara bertahap dapat dicoba. Peningkatan tidur biasanya terlihat dalam 48 jam.[14]
Nyeri
Pada CFS, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan mengurangi peradangan, misalnya pada pasien yang mengeluhkan nyeri sendi dan otot, sakit kepala, atau demam. OAINS yang dapat digunakan termasuk ibuprofen dan naproxen.
Antikonvulsan, seperti gabapentin dan pregabalin, kadang diresepkan untuk nyeri dan gangguan tidur. Antikonvulsan umumnya lebih dipilih untuk nyeri saraf.
Analgesik narkotika, seperti tramadol atau morfin, dapat dipilih untuk kasus nyeri berat yang tidak berkurang dengan OAINS. Pada pemberian obat golongan ini, dokter perlu mempertimbangkan risiko kecanduan. Usahakan agar obat golongan ini hanya digunakan untuk waktu yang singkat.[13,14]
Depresi dan Ansietas
Antidepresan dapat diberikan pada pasien yang mengalami depresi sekunder, mood swing, gangguan tidur, ataupun sebagai pereda nyeri. Meski demikian, penggunaan antidepresan pada CFS masih kontroversial. Antidepresan juga memiliki interaksi obat yang luas, dan beberapa dari interaksi ini dapat memiliki konsekuensi serius. Antidepresan yang kerap digunakan adalah amitriptyline, nefazodone, fluoxetine, sertraline, dan paroxetine. Nefazodone dapat meningkatkan mood, kelelahan dan gangguan tidur.[13,18]
Pusing dan Kepala Terasa Melayang
Beberapa pasien dengan CFS mungkin juga memiliki hipotensi yang dimediasi saraf, di mana fludrocortisone atau atenolol ditemukan memberikan resolusi gejala yang lengkap atau sebagian, menurut beberapa studi. Dosis rendah obat ini dapat ditawarkan kepada pasien, namun perlu dijelaskan pada pasien bahwa khasiatnya belum sepenuhnya ditetapkan.
Fludrocortisone dapat diberikan dengan dosis rendah 0,1 mg setiap hari selama dua minggu, dengan hingga 0,2 mg setiap hari. Jika fludrocortisone tidak efektif, terapi dapat diganti dengan atenolol dengan dosis awal 25 mg setiap hari, dan meningkatkan dosis setiap dua minggu hingga maksimum 100 mg setiap hari, dengan titrasi terhadap denyut nadi dan tekanan darah.[14,16,17]
Terapi Farmakologi Dengan Manfaat yang Belum Jelas
Masih belum ada terapi kuratif khusus untuk CFS. Basis bukti ilmiah dari farmakoterapi masih kurang meyakinkan meskipun telah banyak penelitian yang mengevaluasi berbagai jenis obat untuk penanganan CFS.Masalah utama dengan evaluasi berbagai modalitas terapi CFS adalah bahwa gejala berfluktuasi dari waktu ke waktu dan dapat hilang secara spontan. Meski demikian, terapi simptomatik dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup pasien.[2]
Obat Antivirus
Karena CFS telah banyak dikaitkan dengan infeksi virus, pemberian obat antivirus diduga akan bermanfaat. Meski demikian, belum ada bukti ilmiah adekuat untuk merekomendasikan satu antivirus tertentu.
Rintalimod diduga dapat memperbaiki aktivitas sel natural killer pada kasus CFS. Telah ada studi yang menunjukkan efikasi dari rintalimod, namun di Amerika Serikat obat ini belum disetujui FDA untuk digunakan pada kasus CFS.[13]
Imunomodulator
Masih belum ada studi yang cukup untuk merekomendasikan imunomodulator pada kasus CFS. Banyak studi yang ada masih menunjukkan hasil yang bertentangan terkait keamanan dan efikasinya. Beberapa imunomodulator yang telah diteliti untuk pengobatan CFS adalah fludrocortisone, rituximab, dan interferon alfa.[13]
Pada sebuah studi yang melibatkan 151 partisipan. tidak ditemukan adanya perbedaan skor kelelahan pada pasien yang mendapat rituximab ataupun kontrol. Perlu diketahui pula bahwa rituximab berkaitan dengan peningkatan risiko efek samping serius.[19]
Suplementasi Nutrisi
Suplemen mungkin bermanfaat bagi pasien CFS dengan defisiensi nutrisi tertentu. Terdapat tinjauan sistematik yang menyimpulkan bahwa suplemen asam lemak esensial dan magnesium efektif untuk CFS dalam uji klinis terbatas, namun masih diperlukan uji klinis lebih lanjut.[13]
Antioksidan
Antioksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, dapat melindungi sel dari kerusakan akibat stres oksidatif yang telah dikaitkan dengan patofisiologi CFS dan juga meningkatkan fungsi mitokondria. Sebuah uji klinis prospektif yang melibatkan 38 pasien CFS dan diberikan suplemen multivitamin antioksidan selama 2 bulan melaporkan adanya peningkatan yang signifikan dalam aktivitas superoksida dismutase. Dalam studi ini juga ditemukan penurunan kelelahan, masalah tidur, gejala disfungsi otonom, serta frekuensi dan intensitas sakit kepala. Meski begitu, dilaporkan tidak ada efek pada kualitas hidup.[13]
Terapi Nonfarmakologi
Post exertional malaise (PEM) disebabkan karena gangguan pada sistem energi. Hal ini bisa diatasi dengan pacing, yaitu dengan mengatur aktivitas fisik dan mental agar menghabiskan energi seminimal mungkin dan juga mengatur waktu istirahat. Selain itu, bisa digunakan alat bantu untuk beraktivitas, misalnya menggunakan skuter listrik untuk mobilitas. Pasien CFS biasanya juga sensitif dengan stimulus sensoris, sehingga bisa digunakan alat seperti penutup mata atau telinga untuk mengurangi stimulus.[1,3,10]
Keluhan-keluhan intoleransi ortostatik bisa dibantu dengan intake garam dan cairan, minuman elektrolit, dan menghindari perubahan posisi dengan cepat. Pasien juga boleh melakukan olahraga, namun dibatasi agar tidak memicu PEM, misalnya sambil berbaring atau olah raga di dalam air.[1,3,11]
Disfungsi kognitif bisa dibantu dengan cognitive pacing (misalnya fokus hanya pada satu aktivitas pada satu waktu, membatasi waktu membaca), dan penggunaan alat bantu untuk mengingat (misalnya catatan atau kalender dengan reminder). Nyeri bisa dikurangi dengan kompres hangat atau dingin, serta terapi fisik seperti pijat dan akupunktur.[1,3]
Diet
Pengaturan diet sehat dan seimbang serta suplemen nutrisi bisa membantu masalah saluran cerna. Namun, sejumlah diet khusus telah dievaluasi pada pasien dengan CFS, dan sebagian besar belum terbukti berhasil.[1,11,20]
Psikoterapi
Psikoterapi yang direkomendasikan untuk CFS adalah cognitive behavioral therapy (CBT), meskipun sebaiknya tidak digunakan sebagai modalitas utama. Tujuan CBT adalah untuk membantu pasien beradaptasi dan menangani gejala yang dialami, memperbaiki fungsi dan menurunkan distress akibat sakitnya.[1,9]
Dalam sebuah penelitian dilaporkan pula bahwa penggunaan CBT bisa memperbaiki gejala fisik dan kelelahan pada kasus ringan sampai sedang, mencegah perburukan gejala, dan efeknya bertahan sampai 1 tahun pasca terapi. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa angka drop out pada penelitian ini mencapai lebih dari 20%.[12]