Prognosis Chronic Fatigue Syndrome
Prognosis chronic fatigue syndrome (CFS) atau ensefalomielitis myalgik dipengaruhi oleh keparahan gejala, manajemen awal penyakit, serta ada tidaknya komorbiditas. CFS memang belum dilaporkan berkaitan langsung dengan kematian, namun CFS bisa mempengaruhi kualitas hidup pasien secara bermakna. Kondisi ini akan menurunkan produktivitas pasien, menyulitkan pasien bersosialisasi dan menimbulkan gangguan untuk memenuhi tanggung jawab di keluarga.[1]
Komplikasi
Komplikasi fisik yang sering ditemukan pada pasien CFS adalah fibromyalgia, mast cell activation syndrome, postural orthostatic tachycardia syndrome, sindrom Ehlers-Danlos, sleep apnea, dan irritable bowel syndrome.
Di lain pihak, dalam segi psikiatri CFS telah dikaitkan dengan timbulnya gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan. Meski demikian, terdapat pula studi yang melaporkan bahwa kesehatan mental pada CFS sama seperti pada kondisi medis lainnya. Prevalensi cemas dan depresi pada CFS juga sama seperti penyakit kronis lainnya.[1]
Prognosis
Prognosis jangka pendek untuk pemulihan fungsi umumnya buruk pada CFS, sedangkan prognosis jangka panjang tampaknya lebih baik. Studi klinis belum konklusif, karena gejala CFS berfluktuasi dan terkadang sembuh secara spontan. CFS dapat mempengaruhi hidup pasien secara signifikan, baik dalam segi kemandirian, sosial, ataupun produktivitas.[14,21]
Durasi rata-rata penyakit adalah sekitar 7 tahun. Telah dilaporkan bahwa 25% pasien CFS menjadi pengangguran. Pasien juga umumnya tidak mengalami pemulihan penuh, meskipun bisa mengalami perbaikan gejala. Faktor risiko yang memprediksi prognosis pasien mencakup keparahan gejala saat onset, standar manajemen awal penyakit, memiliki ibu dengan CFS, serta adanya diagnosis komorbiditas fibromyalgia.[2]
Sekitar 25% menghabiskan waktunya di rumah atau tempat tidur. Tingkat keparahan bisa berfluktuasi, dimana sekitar 61% pasien mengatakan terpaksa berbaring di tempat tidur di hari-hari terburuk mereka.[1,7]