Pendahuluan Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Post traumatic stress disorder/PTSD adalah gangguan psikiatri yang timbul pascaterpapar stressor berat, seperti kejadian yang dapat menyebabkan kematian, cedera berat, atau kekerasan seksual. Pada PTSD, meskipun peristiwa traumatik yang mendasari sudah berakhir, individu yang terpapar masih merasakan gejala-gejala seolah stressor tersebut masih terjadi.[1,2]
Gejala yang dialami pasien PTSD mencakup re-experiencing atau flashback terhadap kejadian traumatik, penghindaran, pengumpulan emosi, dan kewaspadaan berlebihan. Pasien dapat mengalami mimpi buruk, disosiasi, dan perasaan negatif yang intens seperti rasa bersalah atau kesedihan. PTSD dapat menimbulkan gangguan konsentrasi, iritabilitas, reaktivitas, dan kegelisahan berlebih yang mengganggu fungsi sosial atau pekerjaan, hingga pikiran atau perilaku bunuh diri.[2–4]
Penatalaksanaan PTSD psikoterapi dan medikamentosa. Menurut pedoman klinis, penggunaan pendekatan terapi biologis nonfarmakologi, seperti transcranial magnetic stimulation dan direct current stimulation, belum didukung basis bukti yang cukup.
Psikoterapi yang direkomendasikan untuk PTSD adalah psikoterapi psikodinamik yang berfokus pada trauma. Hal ini dapat mencakup eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), cognitive processing therapy, dan cognitive-behavioral therapy (CBT). Farmakoterapi lini pertama untuk gangguan ini adalah obat golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti sertraline.[1,5]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli