Patofisiologi Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Patofisiologi pasti dari post traumatic stress disorder/PTSD berhubungan dengan penurunan kadar kortisol dan peningkatan corticotropin-releasing factor (CRF). Hal ini berhubungan dengan gangguan neurohormonal dan neurotransmitter.[1,6]
Peningkatan kadar CRF dapat menstimulasi pelepasan norepinefrin di anterior cingulate cortex. Hal ini akan meningkatkan respon simpatis, termasuk di antaranya peningkatan arousal dan respon kaget. Selain itu, berbagai studi melaporkan gangguan neurotransmitter GABA, glutamat, serotonin, neuropeptide Y, dan opioid endogen pada pasien PTSD.[1]
Gejala lainnya, seperti disosiasi dan derealisasi, terjadi karena penurunan GABA yang disertai peningkatan glutamat. Selain GABA dan glutamat, terjadi penurunan serotonin median raphe nucleus (MRN). MRN memiliki jalur serotonergik ke amygdala dan hippokampus.
Amygdala berperan dalam memroses rasa takut, sehingga gangguan jalur serotonergik dengan MRN berhubungan dengan hiperreaktif amygdala yang meningkatkan rasa cemas dan depresi pada pasien PTSD. Pada hippokampus, berhubungan dengan respons berlebihan ingatan rasa takut dan reaksi syok. Hippokampus pasien PTSD juga pada beberapa studi ditemukan memiliki ukuran yang lebih kecil.[1,6,10,20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli