Diagnosis Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Diagnosis post traumatic stress disorder/PTSD ditegakkan berdasarkan riwayat paparan kejadian traumatik maksimal 6 bulan dari onset gejala dan durasi gejala, seperti cemas, depresi, serta peningkatan simpatis lainnya, minimal 6 bulan. Gejala-gejala tersebut harus dipastikan muncul pasca paparan terhadap peristiwa traumatic dan menetap selama setidaknya 1 bulan.[5]
Anamnesis
Anamnesis PTSD meliputi peristiwa traumatik dan gejala-gejala spesifik pascaperistiwa traumatik. Hindari untuk menggali detail peristiwa traumatik yang menyebabkan PTSD karena bisa memperburuk gejala. Sebaiknya klinisi berfokus pada gejala yang dialami pasien dan bukan detail peristiwa traumatik yang dialami. Wawancara pada anggota keluarga dapat bermanfaat untuk menggali hubungan kausal antara gejala dengan peristiwa traumatik.
Gejala-gejala yang harus digali meliputi gejala intrusif pascapaparan trauma, perilaku menghindari stimulus yang berhubungan dengan trauma, dan peningkatan kewaspadaan, seperti mudah kaget. Yang termasuk gejala intrusif adalah adanya flashback, di mana pasien mungkin berperilaku atau merasa bahwa peristiwa traumatik terjadi kembali di depan matanya. Gejala intrusif lain termasuk rekoleksi atau mimpi buruk ketika terpapar stimulus yang berhubungan dengan trauma.[1,5]
Gejala lain dapat mencakup emosi negatif (seperti sedih atau rasa bersalah), gangguan tidur, penurunan konsentrasi, iritabilitas, dan peningkatan reaktivitas. Pada anamnesis juga perlu digali adanya gejala depresi, gangguan cemas, penyalahgunaan zat, dan pemikiran bunuh diri, karena pasien sering kali memiliki komorbiditas tersebut.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bermakna terkait PTSD biasanya bertambah jelas pada saat menceritakan peristiwa traumatik. Gejala simpatis seperti palpitasi, takikardi, dan peningkatan tekanan darah darah dapat ditemukan. Selain itu, pasien bisa menunjukkan tanda rangsangan fisiologis seperti tremor, berkeringat, dan agitasi.
Pasien dengan riwayat trauma maupun korban kekerasan dapat memberikan tanda luka, hematoma, maupun amputasi pada bagian tubuh, seperti ekstremitas. Pada pasien dengan cedera kepala atau cedera lainnya yang melibatkan sistem saraf, pemeriksaan neurologi seperti pemeriksaan saraf kranial, motorik, sensorik, dan otonom mungkin ditemukan kelainan yang bermakna.[1,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding post traumatic stress disorder (PTSD) mencakup acute stress disorder dan depresi.
Acute Stress Disorder
Pasien PTSD dan acute stress disorder memiliki gejala yang hampir mirip, seperti cemas, depresi, dan peningkatan gejala simpatis. Pembedanya adalah awitan dan durasi gejala. Acute stress disorder dapat didiagnosis jika gejala baru terjadi selama kurang dari 1 bulan. Sedangkan pada PTSD memerlukan durasi gejala 6 bulan.[1]
Depresi
Beberapa pasien PTSD memiliki gejala depresi. Pasien PTSD juga mengalami peningkatan risiko mengalami depresi dan pemikiran atau perilaku bunuh diri. Pada depresi murni, durasi gejala 2 minggu sudah mengonfirmasi gejala. Sedangkan gejala PTSD berhubungan dengan peristiwa traumatik dalam kurun 6 bulan dari onset gejala dan disertai flashback dan gejala intrusif lainnya.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis post traumatic stress disorder (PTSD). Pemeriksaan penunjang lebih dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan organik terkait gejala, seperti CT scan kepala dan MRI otak pada pasien dengan cedera kepala.[1]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD X
Menurut ICD X, post traumatic stress disorder (PTSD) didefinisikan sebagai respon segera atau lambat terhadap peristiwa atau situasi traumatik yang mengancam nyawa atau katastrofik.
Gejalanya mencakup adanya episode memori atau mimpi mengenai peristiwa traumatik yang bersifat intrusif (misalnya flashback), pengumpulan perasaan, perasaan terpisah dari sekitarnya, tidak bisa merespon stimulus lingkungan, anhedonia, perilaku menghindari hal-hal yang berhubungan atau mengingatkan terhadap trauma, dan adanya respon autonomik yang berlebihan (kewaspadaan berlebihan, reaksi kaget yang berlebihan, dan insomnia).[10]
Kriteria diagnosis PTSD berdasarkan ICD X:
- Diagnosis baru ditegakkan bila gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah peristiwa traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Diagnosis masih bisa ditegakkan apabila awitan gangguan melebihi waktu 6 bulan dari kejadian, asalkan manifestasi klinisnya sangat khas dan tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori gangguan lain
- Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari peristiwa traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks)
- Keterpisahan emosional yang mencolok, mati rasa perasaan, dan menghindari rangsangan yang mungkin membangkitkan ingatan akan trauma dapat ditemukan pada pasien, namun bukan yang utama untuk diagnosis
- Gangguan autonom, gangguan afek, dan kelainan perilaku semuanya berkontribusi pada diagnosis tetapi bukan yang utama[10]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM V untuk Pasien Dewasa, Remaja, dan Anak di Atas 6 Tahun
Kriteria diagnosis untuk pasien dewasa, remaja, dan anak di atas 6 tahun didasarkan pada adanya paparan terhadap peristiwa yang signifikan, adanya gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, dan beberapa hal lain yang tercantum di bawah.
Awitan gejala biasanya muncul dalam waktu 6 bulan pasca terpapar peristiwa traumatik. Awitan lambat adalah bila kriteria diagnosis baru terpenuhi dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan, meskipun beberapa gejala sudah muncul lebih awal atau segera pasca trauma.[3]
Paparan Terhadap Peristiwa Signifikan
Salah satu kriteria diagnosis berdasarkan DSM V adalah adanya paparan terhadap peristiwa yang bisa menimbulkan kematian, ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual. Kriteria ini juga harus disertai dengan salah satu (atau lebih) karakteristik berikut:
- Secara langsung mengalami peristiwa traumatik
- Menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut terjadi pada orang lain
- Mengetahui peristiwa tersebut terjadi pada anggota keluarga atau teman dekat. Pada peristiwa kematian atau ancaman kematian terhadap anggota keluarga atau teman, maka peristiwa tersebut harus bersifat berat atau aksidental
- Mengalami paparan berulang atau ekstrem terkait upaya-upaya untuk menggali detail tidak menyenangkan dari peristiwa traumatik (misalnya polisi yang berulang kali menanyakan detail peristiwa kekerasan)[3]
Gejala Intrusif yang Berhubungan dengan Peristiwa Traumatik
Kriteria berikutnya adalah adanya satu (atau lebih) gejala-gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang dimulai setelah paparan peristiwa traumatik:
- Ingatan-ingatan yang menimbulkan distres yang berulang, tidak bisa dikendalikan, dan intrusif mengenai kejadian traumatik
- Mimpi buruk yang berulang dengan tema-tema yang berhubungan dengan peristiwa traumatik
- Reaksi disosiatif (misalnya flashback) dimana pasien merasa seolah-olah merasakan atau mengalami kembali peristiwa traumatik
- Distres psikologis yang berat dan lama ketika mengalami paparan terhadap tanda-tanda internal maupun eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
- Reaksi psikologis yang jelas terhadap tanda-tanda internal atau eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik[3]
Perilaku Menghindar yang Persisten
Kriteria berikutnya adalah perilaku menghindar yang persisten terhadap stimulus-stimulus yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang ditunjukkan oleh salah satu atau seluruh hal berikut:
- Penghindaran atau upaya-upaya untuk menghindari ingatan, pikiran, atau perasaan yang menimbulkan distres yang berhubungan atau mengenai peristiwa traumatik
- Penghindaran atau upaya-upaya untuk menghindari hal-hal eksternal (orang, tempat, percakapan, aktivitas, objek, atau situasi) yang memicu ingatan, pikiran, atau perasaan yang berhubungan dengan peristiwa traumatik[3]
Perubahan Mood dan Kognisi Negatif
Kriteria berikutnya adalah perubahan mood dan kognisi negatif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, yang dimulai atau memburuk setelah terjadinya peristiwa traumatik, yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) dari hal-hal berikut:
- Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari peristiwa traumatik (umumnya karena adanya amnesia disosiatif dan bukan karena faktor lain, seperti trauma kepala, alkohol, atau obat-obatan)
- Kepercayaan negatif yang persisten dan berlebihan mengenai dirinya sendiri, orang lain, atau dunianya (misalnya aku orang yang jahat; tidak ada orang yang bisa dipercaya; dunia ini sangat berbahaya; atau seluruh sarafku sudah rusak)
- Distorsi kognisi yang persisten mengenai penyebab atau konsekuensi peristiwa traumatik yang menyebabkan dirinya menyalahkan diri sendiri atau orang lain
- Kondisi emosi negatif yang persisten (misalnya takut, horror, kemarahan, rasa bersalah, atau malu)
- Keinginan atau partisipasi yang semakin menurun dalam aktivitas-aktivitas yang signifikan
- Merasa terpisah atau terasing dari orang lain
- Ketidakmampuan untuk merasakan emosi positif yang persisten (misalnya tidak bisa merasakan kebahagiaan, kepuasan, atau cinta)[3]
Perubahan Kewaspadaan dan Reaktivitas
Kriteria selanjutnya adalah perubahan yang jelas dalam kewaspadaan dan reaktivitas terhadap hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, mulai atau memburuk setelah peristiwa traumatik, yang ditandai oleh dua (atau lebih) gejala berikut:
- Perilaku iritatif atau ledakan kemarahan (dengan provokasi minimal atau tanpa provokasi) yang umumnya diekspresikan sebagai agresi verbal atau fisik terhadap orang atau objek
- Ceroboh atau perilaku membahayakan diri sendiri
- Kewaspadaan yang berlebihan
- Respon kaget yang berlebihan
- Masalah dengan konsentrasi
Gangguan tidur (misalnya sulit untuk jatuh tidur atau mempertahankan tidur atau tidur yang gelisah)[3]
Durasi Gejala
Kriteria selanjutnya adalah durasi gangguan dalam kriteria-kriteria tersebut di atas sudah berlangsung lebih dari 1 bulan.[3]
Distres Signifikan
Kriteria selanjutnya adalah adanya gangguan yang menyebabkan distres yang signifikan atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya.[3]
Gangguan Bukan Karena Hal Lain
Kriteria terakhir adalah gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis lain.[3]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM V untuk Anak di Bawah 6 Tahun
Kriteria diagnosis untuk anak berusia di bawah 6 tahun didasarkan pada paparan terhadap kematian, ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual dan beberapa hal lain seperti tercantum di bawah.
Awitan gejala biasanya muncul dalam waktu 6 bulan pasca terpapar peristiwa traumatik. Awitan lambat adalah bila kriteria diagnosis baru terpenuhi dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan, meskipun beberapa gejala sudah muncul lebih awal atau segera pascatrauma.[3]
Paparan Terhadap Peristiwa Serius
Salah satu kriteria pada anak usia ≤6 tahun adalah adanya paparan terhadap kematian atau ancaman kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual dengan salah satu (atau lebih) cara berikut:
- Secara langsung mengalami peristiwa traumatik
- Menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut terjadi pada orang lain
- Mengetahui peristiwa tersebut terjadi pada orang tua atau caregiver[3]
Gejala Intrusif yang Berhubungan dengan Peristiwa Traumatik
Adanya satu (atau lebih) gejala-gejala intrusif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik yang dimulai setelah paparan peristiwa traumatik:
- Ingatan mengenai peristiwa traumatik yang berulang, tidak bisa dikendalikan, dan intrusif, serta menimbulkan distres
- Mimpi-mimpi berulang dan menimbulkan distres dengan tema berhubungan dengan peristiwa traumatik
- Reaksi disosiatif (misalnya flashback) dimana si anak merasa atau berperilaku seolah-olah peristiwa traumatik terjadi kembali. Si anak mungkin akan mengulang kembali peristiwa tersebut ketika dia bermain
- Distres psikologis yang intens dan lama ketika mengalami paparan tanda-tanda internal maupun eksternal yang menunjukkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
- Reaksi psikologis yang tegas terhadap hal-hal yang mengingatkan terhadap peristiwa traumatik[3]
Perilaku Menghindar yang Persisten dan Perubahan Negatif Kognisi
Kriteria selanjutnya adalah adanya salah satu (atau lebih) gejala yang menunjukkan perilaku menghindar yang persisten terhadap stimulus yang berhubungan dengan peristiwa traumatik atau perubahan kognisi dan mood negatif yang berhubungan dengan peristiwa traumatik. Hal-hal ini harus ada mulai dari terjadinya peristiwa traumatik atau memburuk setelah peristiwa tersebut.[3]
Penghindaran Stimulus yang Persisten:
- Penghindaran atau upaya untuk menghindari aktivitas, tempat, atau benda yang menyebabkan anak mengingat kembali peristiwa traumatik
- Penghindaran atau upaya untuk menghindari orang, percakapan, atau situasi interpersonal yang menyebabkan anak mengingat kembali peristiwa traumatik
Perubahan Negatif dari Kognisi:
- Peningkatan frekuensi kondisi emosional negatif secara substansial (misalnya ketakutan, rasa bersalah, sedih, malu, atau bingung)
- Penurunan minat atau partisipasi terhadap aktivitas yang signifikan, termasuk aktivitas bermain
- Perilaku menarik diri secara sosial
- Penurunan ekspresi emosi positif yang persisten[3]
Perubahan Kewaspadaan dan Reaktivitas
Kriteria selanjutnya adalah adanya perubahan yang jelas dalam kewaspadaan dan reaktivitas terhadap hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatik, mulai atau memburuk setelah peristiwa traumatik, yang ditandai oleh dua (atau lebih) gejala berikut:
- Perilaku iritatif atau ledakan kemarahan (dengan provokasi minimal atau tanpa provokasi) yang umumnya diekspresikan sebagai agresi verbal atau fisik terhadap orang atau objek (termasuk perilaku tantrum)
- Kewaspadaan yang berlebihan
- Respon kaget yang berlebihan
- Masalah dengan konsentrasi
- Gangguan tidur (misalnya sulit untuk jatuh tidur atau mempertahankan tidur atau tidur yang gelisah)
- Perubahan dalam kewaspadaan[3]
Durasi Gangguan
Kriteria selanjutnya adalah durasi gangguan telah terjadi lebih dari 1 bulan.[3]
Distres Signifikan
Kriteria selanjutnya adalah gangguan menimbulkan distres atau gangguan yang signifikan secara klinis dengan orang tua, saudara, teman, atau caregiver lainnya atau terhadap perilaku di sekolah.[3]
Gejala Bukan Karena Hal Lain
Kriteria terakhir adalah gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis lain.[3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli