Diagnosis Psikosomatis
Diagnosis psikosomatis atau somatoform disorder ditegakkan dengan menyingkirkan semua kemungkinan diagnosis fisik dan diagnosis mental lainnya. Diagnosis ini hanya dipertimbangkan ketika semua keluhan fisik pasien tidak bisa dijelaskan proses patofisiologinya setelah dilakukan evaluasi secara teliti dan lengkap. Kriteria diagnosis gangguan ini berdasarkan ICD 10 sedikit berbeda dengan kriteria DSM 5.[3]
Anamnesis
Gejala khas yang harus ditemukan saat anamnesis adalah:
- Keluhan fisik berulang yang seringkali hanya sedikit membaik dengan terapi adekuat
- Riwayat sering ke fasilitas medis, berganti-ganti dokter, dan pemeriksaan penunjang berulang
- Gangguan fungsi kehidupan sehari-hari pasien karena pengaruh keluhan fisik yang diderita[6]
Bila menemukan pasien dengan keluhan tersebut di layanan primer, langkah anamnesis yang harus dilakukan adalah menggali alasan pasien datang berkonsultasi dan keluhan penyakit fisik-somatik saat ini. Keluhan dapat berupa angina pektoris, gastritis, dispepsia, atau vertigo.[6]
Perlu digali juga riwayat gangguan mental yang pernah atau sedang diderita pasien, serta riwayat penanganan medis dan mental termasuk psikofarmaka. Penjelasan dari pasien mengenai gejala somatik yang dialami harus lengkap menjelaskan riwayat perjalanan penyakit, faktor predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor perpetuasi.[6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang komprehensif harus dilakukan untuk menyingkirkan gangguan organik, sebelum ditegakkan diagnosis psikosomatis. Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan keluhan fisik pasien.[4]
Tidak ada pemeriksaan fisik spesifik untuk menegakkan diagnosis psikosomatis. Gangguan ini termasuk kelompok gangguan cemas sehingga sering ditemukan peningkatan saraf simpatis, seperti peningkatan laju nadi dan tekanan darah. Oleh karena itu, pemeriksaan tanda vital sebaiknya dilakukan dengan lengkap dan hati-hati. Bila perlu, pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada posisi duduk dan berbaring.[4,6]
Pemeriksaan Psikiatri
Pemeriksaan psikiatri untuk menegakkan diagnosis pasti psikosomatis dapat berdasarkan kriteria diagnosis ICD 10 atau DSM 5. Dalam ICD 10 (international classification of diseases), sebagian besar psikosomatis masuk pada klasifikasi gangguan somatoform, gangguan disosiatif/konversi, neurasthenia, serta faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan penyakit fisik.[1-3]
Sedangkan dalam DSM 5 (diagnostic and statistical manual of mental disorders), psikosomatis dimasukkan dalam kelompok somatic symptom and related disorders.[1-3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis gangguan organik. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan keluhan pasien, dan bukan sesuai dengan keinginan pasien. Bila telah dilakukan pemeriksaan berulang dengan hasil negatif, sebaiknya pasien tidak melakukan pemeriksaan lagi dan tidak melakukan pemeriksaan yang tidak perlu.[3]
Diagnosis Banding
Gejala somatoform yang tidak dapat dijelaskan dengan dasar fisik sering menyertai gangguan-gangguan mental lain, seperti depresi, gangguan cemas menyeluruh, gangguan penyesuaian, gangguan panik, gangguan waham menetap, body dysmorphic, dan obsesif kompulsif. Diagnosis banding lainnya adalah factitious disorder dan malingering.[2]
Factitious Disorder
Pada factitious disorder, pasien hanya mengharapkan primary gain atau peran sebagai orang sakit. Tidak mendapatkan keuntungan sekunder karena berpura-pura sakit.[3]
Malingering
Pada malingering, pasien sengaja memalsukan sakitnya untuk mendapatkan secondary gain, misalnya terhindar dari masalah hukum, pengurangan masa tahanan, ijin pulang kerja lebih awal, atau tidak masuk sekolah.[3]