Diagnosis Emfisema
Diagnosis emfisema perlu dicurigai pada pasien yang mengalami sesak napas kronik dan progresif disertai riwayat merokok. Pada pemeriksaan penunjang berupa rontgen toraks akan tampak gambaran hiperinflasi paru.
Anamnesis
Gejala yang timbul pada pasien emfisema terutama adalah sesak napas. Biasanya, sesak napas tidak dirasakan pasien sebagai sesuatu yang mengganggu hingga FEV1 turun di bawah 50%. Pada tahap ini, pasien dapat melaporkan sesak napas terutama dipengaruhi oleh aktivitas ringan. Sesak napas yang dapat disertai batuk produktif atau non-produktif. Gejala ini akan memberat seiring dengan berjalannya progresivitas penyakit.
Data klinis melaporkan pasien sering datang pada saat penyakit sudah berada pada tahap lanjut dan di usia 50-60 tahun. Pada mulanya, sesak napas dirasakan saat melakukan aktivitas fisik yang berat, kemudian berlanjut pada aktivitas sedang atau ringan yang melibatkan gerakan pada bagian lengan atau bahu. Beberapa pasien emfisema juga disertai bronkitis kronik, dimana pasien juga dapat melaporkan sesak napas disertai dengan adanya suara mengi akibat terjadinya obstruksi saluran napas.[1,2]
Penting untuk mendapatkan faktor risiko yang mendukung terjadinya emfisema saat menggali riwayat sosial-lingkungan, terutama yang berkaitan dengan paparan gas beracun seperti asap rokok atau asap polutan lingkungan. Bila pasien telah berhenti merokok, penting untuk menggali kapan tepatnya pasien berhenti merokok dan berapa lama riwayat merokok sebelumnya berlangsung.[2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik emfisema yang utama adalah pemeriksaan toraks. Meski demikian, dokter juga tetap perlu memeriksa tanda vital pasien dan sistem organ lain yang mungkin mengalami gangguan.
Inspeksi
Pada proses inspeksi, dapat terlihat kesan normal tanpa kelainan bila pasien masih berada pada tahap awal penyakit. Pada tahap yang lebih lanjut, pasien menunjukkan kesan sesak napas dengan napas yang terengah-engah dan cepat (takipnea).
Postur tubuh pasien emfisema seringkali terkesan kurus (kaheksia), kulit kemerahan dan gestur bibir yang mecucu (pursed lips) akibat bernapas cepat dan terengah-engah (pink puffer). Ekspirasi yang dilakukan pasien melalui pursed lips ini merupakan usaha kompensasi untuk meningkatkan tekanan pada saluran napas dan mencegah kolaps saluran napas. Bentuk dada yang seperti tong (barrel chest shape) muncul pada stadium akhir emfisema.[1,18]
Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi, pasien emfisema tanpa komplikasi tidak merasakan nyeri atau didapatkan benjolan. Namun demikian, perabaan denyut pada apeks kordis dapat bergeser hingga ke area subxiphoid akibat adanya hiperinflasi paru. Denyut apeks kordis yang teraba di area subxiphoid menandakan kemungkinan penurunan FEV1 hingga <50%. Pada pemeriksaan uji ekspansi dada, dapat ditemui penurunan kapasitas pengembangan paru (4,8-5,2 cm) pada pasien emfisema atau PPOK.[1,19]
Perkusi
Pada perkusi paru dapat ditemukan hyperresonant atau hipersonor di seluruh lapang paru. Pada perkusi batas jantung, dapat ditemukan hipertrofi jantung sebagai dampak dari tekanan paru yang tinggi pada emfisema atau PPOK.[19]
Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada pasien emfisema menampilkan hasil yang normal pada awal perjalanan penyakit. Pada tahap yang lebih lanjut, auskultasi dapat ditemukan pemanjangan ekspirasi, suara tambahan wheezing saat ekspirasi, serta adanya suara jantung dan suara napas normal yang menjauh, mengindikasikan telah terjadi hiperinflasi pada paru.
Pada pengamatan tanpa stetoskop, suara napas pada mulut pasien emfisema tidak terdengar keras dan cenderung tenang. Ini disebabkan karena tidak terjadi obstruksi secara langsung pada saluran napas utama. Obstruksi saluran napas pada emfisema lebih cenderung terjadi pada saluran napas berukuran kecil seperti pada bagian proksimal alveoli.[1,2,19]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk emfisema adalah asma, bronkitis kronik, bronkiektasis, dan tuberkulosis.
Asma Obstruktif Kronis
Pada asma, terdapat perbaikan hasil tes spirometri FEV1 secara signifikan setelah penggunaan bronkodilator. Sementara itu, pada emfisema atau PPOK tidak terjadi perbaikan yang signifikan pada hasil tes spirometri FEV1 setelah pemberian bronkodilator.[1,20]
Bronkitis Kronik
Pada bronkitis kronik, sesak napas lebih cenderung menjadi keluhan penyerta. Keluhan utama bronkitis kronik merupakan batuk produktif yang berlangsung dalam durasi lebih dari 3 bulan dalam kurun waktu 2 tahun. Pada emfisema, keluhan utama penderita merupakan sesak napas sementara batuk yang terjadi merupakan gejala penyerta.[2,21]
Bronkiektasis
Keluhan utama bronkiektasis adalah batuk yang sangat produktif dengan sputum purulen. Pasien sering melaporkan mengalami gejala infeksi paru yang berlangsung lama. Sesak napas pada bronkiektasis bersifat kronik progresif dan sebagai gejala penyerta.[1,22]
Gagal Jantung
Sesak napas pada gagal jantung memberikan hasil auskultasi berupa ronki basah halus di kedua basal paru, sedangkan pada emfisema dapat ditemui suara tambahan berupa mengi. Pasien gagal jantung juga biasanya mengalami edema ekstremitas dan memiliki riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya.[1,2]
Tuberkulosis
Baik emfisema maupun tuberkulosis memiliki onset kronik. Pada tuberkulosis, terdapat keluhan utama batuk kronik disertai anoreksia, penurunan berat badan, dan keringat di malam hari. Sesak napas terjadi pada tahap lanjut penyakit tuberkulosis, sedangkan pada emfisema sesak napas adalah keluhan utama.[1,23]
Pneumothorax Spontan
Pneumothorax seringkali menjadi salah satu komplikasi emfisema sehingga terkadang sulit membedakannya. Pada pneumothorax spontan, sesak napas terjadi secara mendadak atau tiba-tiba, sehingga berbeda dengan emfisema yang memiliki presentasi sesak napas kronik.[24]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang baku emas untuk emfisema adalah tes fungsi paru (pulmonary function test), terutama spirometri. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah rontgen toraks dan analisis gas darah.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Hasil pemeriksaan spirometri pada emfisema terutama adalah penurunan forced vital capacity (FVC) yang dapat disertai penurunan forced expiratory volume in 1 second (FEV1).[1]
Tes fungsi paru lainnya yang bisa dilakukan adalah uji reversibilitas bronkodilator, volume paru, pengukuran kapasitas difusi karbon monoksida (DLCO), serta flow volume loop (FVL). DLCO pada umumnya menurun pada emfisema dan PPOK sementara FLW menunjukkan low amplitude dengan pemanjangan fase ekspirasi.[1,5]
Rontgen Toraks
Pemeriksaan rontgen toraks hanya dapat memberikan informasi ketika emfisema sudah dalam tahap lanjut. Pada rontgen toraks, dapat ditemukan gambaran hiperinflasi paru yang disebabkan destruksi alveoli dan adanya udara yang terjebak di dalam paru. Diafragma terlihat datar dan jantung tampak memanjang berbentuk tabung.[1,2]
Analisis Gas Darah
Pemeriksaan analisis gas darah arteri dilakukan pada tahap emfisema yang berat dan ditandai dengan adanya saturasi oksigen <92%.[1,5]
Defisiensi Alfa Antitripsin-1
Pasien yang memberikan gejala dan tanda emfisema namun masih berusia relatif muda dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi adanya defisiensi alfa antitripsin-1. Karena kondisi ini sering berhubungan dengan abnormalitas pada hepar, maka disarankan untuk memeriksa penanda fungsional dari hepar.[1,2]
Exercise Oximetry
Exercise oximetry (tes berjalan selama 6 menit) dilakukan untuk menentukan adanya gagal napas hipoksia kronik yang mengindikasikan diperlukannya terapi oksigen jangka panjang (LTOT).[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Novita