Edukasi dan Promosi Kesehatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Edukasi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang paling penting adalah untuk berhenti merokok dan menghindari paparan polutan seperti asap dan debu. Sampaikan bahwa PPOK tidak dapat sembuh sempurna seperti sediakala, namun keluhan dapat dikendalikan dengan pengobatan dan kerja sama pasien.
Pasien mungkin dapat menerima manfaat dalam penggunaan teknologi berbasis komputer maupun ponsel untuk manajemen mandiri.
Edukasi
Pada pasien PPOK yang terpapar asap rokok, baik akibat perokok aktif maupun pasif, perlu ditekankan mengenai pentingnya kerjasama dari pihak pasien dan dokter untuk sama-sama mengendalikan gejala PPOK pada pasien. Pasien harus diberi pengertian mengenai dampak serius dari asap rokok dan perbaikan penyakit yang bisa dicapai bila merokok dihentikan.
Selain itu, pasien PPOK juga perlu dianjurkan untuk mengendalikan faktor yang dapat memicu eksaserbasi akut, seperti infeksi saluran pernapasan akut, alergen, atau sensitivitas terhadap cuaca dingin. Bila memungkinkan, pasien PPOK dianjurkan untuk melakukan vaksinasi influenza dan pneumokokus sebagai upaya menurunkan kejadian eksaserbasi.[1,2,23]
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dalam PPOK menjadi penting dilakukan mengingat belum ada terapi definitif yang dapat menghilangkan kondisi inflamasi kronik pada PPOK. Beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya adalah menghindari asap rokok dan gas polutan berbahaya baik pada lingkungan sosial maupun lingkungan pekerjaan.
Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan langkah terapi nonfarmakologi pada PPOK yang sejauh ini paling terlihat dampak perbaikannya secara signifikan. Terdapat studi yang menunjukkan bahwa terapi perilaku (guided self change behavioral therapy) pada pasien PPOK lebih dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi pasien PPOK dibandingkan dengan penggunaan nicotine replacement therapy saja. Terapi perilaku berhenti merokok tersebut juga diketahui lebih dapat berdampak positif secara signifikan dalam menetralkan kerusakan akibat toksisitas karbon-monoksida rokok (CO) dan meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.[48]
Paparan Bahan Lingkungan
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa paparan terhadap debu, uap, asap, dan antigen organik ikut menjadi faktor risiko PPOK. Pembakaran biomassa di dalam rumah juga masih sering dilakukan di Indonesia dan dapat berdampak signifikan terhadap kejadian PPOK.
Hasil dari penelitian prospektif selama 9 tahun menunjukkan adanya perbaikan ventilasi pada dapur dan penggunaan biogas sebagai ganti dari bahan bakar biomassa berhubungan dengan penurunan FEV1 yang rendah. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan air cleaner indoor mungkin bermanfaat.[38-41]
Penelitian lain mengkonfirmasi adanya hubungan positif antara prevalensi PPOK dengan paparan polutan udara akibat kendaraan berbahan bakar minyak. Polutan udara diketahui menurunkan fungsi paru pada pasien yang telah menderita PPOK dan semakin meningkatkan risiko PPOK pada individu sehat berusia lanjut.[49]
Paparan Polutan pada Pekerjaan
American Thoracic Society menyimpulkan bahwa 14% penderita PPOK disebabkan oleh paparan zat beracun pada lingkungan kerja (occupational hazard). Beberapa pekerjaan yang terkonfirmasi berkaitan dengan PPOK adalah pekerja pertanian (paparan pestisida), pekerja pabrik domestik di lingkungan industri yang penuh dengan polusi udara, pekerja di industri cat atau pewarna kimia, pekerja kain tekstil di industri garmen (paparan debu), pekerja di industri perminyakan dan gas, serta pekerja di industri pertambangan (paparan logam berat). Dengan demikian, penting untuk memastikan proteksi tambahan untuk para pekerja tersebut sehingga dapat terhindar dari dampak buruk lingkungan pekerjaannya.[50-53]
Paparan Polutan pada Bidang Kesehatan:
Paparan pada desinfektan terkait okupasi atau pekerjaan, seperti glutaraldehid, pemutih, hidrogen peroksida, alkohol, dan zat amonia berhubungan dengan peningkatan risiko PPOK pada tenaga kesehatan perawat.
Langkah untuk Menekan Bahaya Okupasi:
Terdapat berbagai strategi yang menurunkan bahaya okupasi pada tempat kerja:
- Monitor paparan udara terhadap partikel gas, uap, atau asap yang mungkin dihirup di tempat kerja
- Terapkan kebijakan dan langkah terbaik untuk menggunakan peralatan protektif untuk meminimalisir paparan terhadap pekerja
- Perbaiki ventilasi pada area dimana bahaya partikel yang terlarut di udara terbilang tinggi
- Promosikan berhenti merokok, karena pada akhirnya merokok memperberat pajanan partikel dan gas.[26,38,43]
Penulisan pertama: dr. Yudhistira Kurnia